”Klitih” Terus Terjadi di DIY, Tagar #YogyaTidakAman Menggema di Twitter
Kasus ”klitih” atau kejahatan jalanan yang terus terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta kembali mendapat sorotan. Pada Selasa (28/12/2021), warganet ramai-ramai menaikkan tagar untuk menyuarakan keresahan ”klitih”.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kasus klitih atau kejahatan jalanan yang terus terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta kembali mendapat sorotan. Pada Selasa (28/12/2021), warganet ramai-ramai memopulerkan beberapa tagar di media sosial untuk menyuarakan keresahan mereka, misalnya #YogyaTidakAman dan #SriSultanYogyaDaruratKlithih.
Salah seorang pengguna Twitter yang menggunakan dua tagar itu adalah penulis Puthut EA. Dalam cuitannya pada Selasa pukul 08.38, Puthut mengajak warganet menaikkan tagar #SriSultanYogyaDaruratKlithih. Hal ini agar Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X turun tangan mengatasi masalah kejahatan jalanan di DIY tersebut.
”Biar gubernur Yogya turun tangan. Berpuluh tahun masalah yg meresahkan masyarakat terjadi, byk korban jiwa, tp pemda tak melakukan tindakan yg jelas,” tulis Puthut dalam kicauannya. Hingga Selasa pukul 17.12, cuitan Puthut itu telah mendapat 2.191 retweet, 176 tweet kutipan, dan 4.199 suka.
Tagar terkait klitih itu bermunculan setelah maraknya informasi mengenai kejahatan jalanan di DIY beberapa waktu terakhir. Selama dua hari terakhir, sedikitnya ada dua peristiwa klitih di DIY yang informasinya beredar di Twitter dan mendapat banyak sorotan warganet.
Kasus pertama terjadi di Jalan Kaliurang Kilometer 9, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Senin (27/12/2021) dini hari sekitar pukul 01.30. Sementara itu, kejadian kedua disebut terjadi di underpass Kentungan, Sleman, Senin malam.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah DIY Komisaris Besar Yuliyanto mengatakan, polisi telah menangkap lima pelaku yang diduga terlibat dalam penganiayaan di Jalan Kaliurang Kilometer 9. Kelimanya ditangkap pada Senin malam.
Para pelaku penganiayaan di Jalan Kaliurang Kilometer 9 itu diduga tergabung dalam sebuah kelompok geng. Berdasarkan pemeriksaan, sebagian pelaku itu masih berstatus pelajar. (Wachyu Tri Budi Sulistyono)
”Ada lima pelaku yang diamankan. Saat ini sedang kami dalami peran masing-masing untuk menentukan apakah yang bersangkutan itu bisa dilanjutkan ke proses penyidikan atau tidak,” ujar Yuliyanto.
Kepala Kepolisian Resor Sleman Ajun Komisaris Besar Wachyu Tri Budi Sulistiyono menuturkan, para pelaku penganiayaan di Jalan Kaliurang Kilometer 9 itu diduga tergabung dalam sebuah kelompok geng. Berdasarkan pemeriksaan, sebagian pelaku itu masih berstatus pelajar.
Wachyu menyebut, sebelum melakukan penganiayaan, para pelaku itu mengikuti acara di sebuah hotel di kawasan wisata Kaliurang, Sleman. Setelah selesai acara, mereka berkendara dengan sepeda motor melintasi Jalan Kaliurang. Namun, di tengah jalan, terjadi keributan yang berujung pada penganiayaan.
Menurut Wachyu, penganiayaan itu diduga terjadi karena para pelaku merasa tersinggung saat berpapasan dengan korban di jalan. Akibat penganiayaan itu, ada dua remaja yang mengalami luka-luka. ”Motif mereka hanya ketersinggungan di jalan,” katanya.
Sementara itu, terkait kejadian di jalan lintas bawah Kentungan, Wachyu mengaku belum menerima laporan. Oleh karena itu, dia belum mengetahui kronologi peristiwa tersebut. Meski begitu, polisi tetap akan melakukan penyelidikan.
Polres Sleman juga bakal meningkatkan patroli untuk mencegah terjadinya peristiwa klitih. ”Kami akan tetap menyelidiki. Kami juga akan tingkatkan kegiatan preventif, misalnya patroli,” kata Wachyu.
Pembinaan
Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, para pelaku klitih yang terbukti melakukan tindak pidana harus diproses secara hukum. Ia meminta polisi bertindak tegas. ”Kalau sudah tindak kriminal, ya, berurusan dengan polisi,” ujarnya.
Namun, Kadarmanta menyebut, selain menjalani proses hukum, para pelaku klitih yang masih anak-anak juga akan menjalani pembinaan. Dia menuturkan, Pemda DIY akan membuat program pembinaan untuk anak-anak yang pernah terlibat klitih agar tidak mengulangi perbuatannya.
”Bagaimana membekali mental mereka dengan hal-hal yang positif dan memberikan pemberdayaan terhadap mereka sehingga kita bisa mengembalikan anak-anak itu pada keluarga dan masyarakat,” ujar Kadarmanta.
Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Anak DIY Sari Murti menilai, maraknya aksi klitih di DIY tak bisa dilepaskan dari banyaknya geng yang beranggotakan para remaja. Sebagian geng itu beranggotakan pelajar di sekolah tertentu dan kerap bermusuhan dengan geng dari sekolah lain.
”Sebagian remaja itu kan lebih nyaman di geng karena mungkin keluarganya kurang perhatian. Kalau di geng, mereka merasa diterima hangat,” ujar Sari.
Menurut Sari, sebagian remaja itu terlibat klitih karena ingin diakui. Dengan melakukan klitih, mereka merasa hebat dan mendapat pengakuan dari teman-temannya. ”Sebagai remaja, ada kebutuhan pengakuan dan validasi,” ungkapnya.