Mengenang Gorbachev, Persahabatan dengan Reagan hingga Ajakan Khomeini Belajar Islam
Jenazah mantan Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev akan dimakamkan di Moskwa, Rusia, Sabtu (3/9/2022). Banyak hal bisa dikenang dari mendiang Gorbachev, termasuk relasinya dengan para pemimpin dan tokoh dunia lainnya.
Kepergian Mikhail Gorbachev, pemimpin Uni Soviet terakhir, begitu diratapi di dunia Barat. Berbeda di Rusia, yang menerima kabar kematiannya dengan dingin. Perbedaan suasana kebatinan ini tidak terlepas dari persepsi atas legasi yang ditinggalkannya.
Gorbachev, sosok yang mengubah jalan sejarah dunia dan membawa Perang Dingin berakhir dengan damai, nyaris tanpa gejolak, meninggal dalam usia 91 tahun, Selasa (30/8/2022). Ia meninggal karena sakit setelah mendapat perawatan di rumah sakit di Moskwa, Rusia.
Baca juga: Mikhail Gorbachev, Bapak Glasnot dan Perestroika, Wafat
Jenazahnya akan dimakamkan di samping makam istrinya, Raisa, yang meninggal lebih dulu pada tahun 1999 di Taman Makam Novodevichy, Moskwa, Sabtu (3/9/2022). Sebelum itu, Gorbachev disemayamkan di Hall of Columns di dalam House of Unions, Moskwa. Tempat ini merupakan lokasi jenazah pemimpin Soviet lainnya, Josef Stalin, pernah diperlihatkan untuk umum setelah meninggal tahun 1953.
House of Unions terletak di antara Teater Bolshoi dan Duma, Majelis Rendah Parlemen Rusia. Selama puluhan tahun gedung itu menjadi tempat persemayaman para pemimpin Soviet, termasuk Vladimir Lenin, Joseph Stalin, Leonid Brezhnev, Yuri Andropov, dan Konstantin Chernenko.
Mengutip Vladimir Polyakov, juru bicara Gorbachev Foundation, kantor berita TASS melaporkan bahwa upacara pemakaman Gorbachev terbuka untuk umum. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan bahwa Kremlin segera memutuskan apakah Gorbachev akan diberi pemakaman kenegaraan atau tidak.
Palazchenko, seperti dikutip kantor berita RIA, menambahkan bahwa upacara di Hall of Columns akan digelar oleh bagian protokoler pemerintahan Presiden Vladimir Putin. ”Belum ada kabar, apakah akan digelar dalam pemakaman kenegaraan atau tidak,” katanya.
Pemakaman Novodevichy juga menjadi tempat peristirahatan pemimpin Soviet lainnya, Nikita Khrushchev, pengritik ”kultus personalitas” Stalin, serta makam Boris Yeltsin, presiden pertama Rusia pasca-runtuhnya Uni Soviet dan rival politik Gorbachev. Saat Yeltsin meninggal tahun 2007, upacara pemakamannya digelar secara kenegaraan. Putin juga menyatakan hari berkabung nasional.
Lihat juga video: Peran Boris Yeltsin Memuluskan Putin Menuju Puncak Kekuasaan
Lahir di Privolnoye, Rusia, 2 Maret 1931, dengan nama lengkap Mikhail Sergeyevich Gorbachev dan tumbuh sebagai loyalis Partai Komunis, Gorbachev sangat dihormati di Barat dan bahkan dianggap sebagai pahlawan. Saat Uni Soviet di bawah kepemimpinannya, ketegangan antara negara-negara Barat yang menganut ideologi demokrasi dan negara-negara blok Timur yang memeluk ideologi komunis mereda.
”Esnya sudah mulai bergerak,” kata Gorbachev kepada Presiden ke-2 RI Soeharto dalam pertemuan empat mata di Kremlin, 11 September 1989. Wartawan Kompas, yang meliput pertemuan itu, melaporkan, pernyataan tersebut dapat diartikan: kebekuan sudah mulai mencair.
Seperti diberitakan Kompas, 13 September 1989, pertemuan empat mata antara Presiden Soeharto dan Gorbachev itu berlangsung sekitar dua jam. Saat itu, Soeharto menyampaikan kepada Gorbachev bahwa meski menumpas komunis dan melarang berdirinya partai komunis, Indonesia tidak memusuhi negara-negara yang menganut paham komunis.
Pada era Gorbachev, ketegangan yang berujung pada perlombaan senjata nuklir antara Uni Soviet dan Amerika Serikat meredup. Pada 1990, Gorbachev menerima penghargaan Nobel Perdamaian.
Penghargaan itu diberikan ”atas peran yang dimainkannya dalam perubahan-perubahan radikal dalam hubungan Barat-Timur”. Ia, misalnya, menegosiasikan pakta senjata nuklir dengan Presiden AS Ronald Reagan. Saat Tembok Berlin, pemisah Jerman Timur yang komunis dan Jerman Barat yang liberal, runtuh tahun 1989, ia tidak mengerahkan tentara Soviet. Ia juga menarik pasukan Soviet dari Afghanistan.
Mencair bersama Reagan
Sebelum pertemuan antara Gorbachev dan Reagan di Geneva, Swiss, November 1985, blok Barat dan blok Timur selama puluhan tahun dilanda ketegangan. Jack Matlock, ketua juru runding Reagan dan belakang menjadi duta besar AS untuk Rusia, mengenang bahwa pada masa awal pemerintahannya, Reagan menyebut Uni Soviet sebagai ”empirium kejahatan”.
”Meski demikian, dari awal dia (Reagan) sudah berbicara soal negosiasi dan peluang menjalin hubungan damai jika pemimpin Soviet mau hidup bersama dalam dunia yang bebas,” tutur Matlock kepada AFP.
Baca juga: Rusia-AS Perpanjang Kesepakatan Kontrol Senjata Nuklir
Saat mulai menjabat presiden tahun 1981, Reagan menetapkan salah satu target utama—dan rahasia—yaitu meredakan Perang Dingin dan ketegangan nuklir dengan Soviet. Ia menyampaikan isyarat itu kepada tiga pemimpin Soviet, yakni Leonid Brezhnev, Turi Andropov, dan Konstantin Chernenko. Semuanya menanggapi dengan dingin. Situasi baru berubah saat Gorbachev tampil sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis, Maret 1985.
”Pada era Gorbachev, keduanya mulai berkomunikasi dan dalam dua atau tiga tahun, Anda bisa katakan, keduanya menghela potongan musik yang hampir sama,” tutur Matlock.
Setahun setelah pertemuan di Geneva, Gorbachev dan Reagan kembali bertemu di Reykjavik, Eslandia. Pada Desember 1987, Gorbachev berkunjung ke Washington. Ia dan Reagan menandatangani traktat pembatasan senjata nuklir jarak menengah. Lama setelah menepi dari dunia politik, Gorbachev kembali berkunjung ke AS pada tahun 2004 untuk menghadiri pemakaman Reagan.
”Saya pikir, keduanya punya cita-cita yang sama. Keduanya benci dengan senjata-senjata nuklir dan berharap bisa menghapusnya,” ujar Matlock.
Baca juga : Senjata-senjata Penggertak Baru Rusia
Mantan Kanselir Jerman Angela Merkel menyebut Gorbachev sebagai ”seorang negarawan mampu mengubah dunia menjadi lebih baik”. Hal senada dikemukakan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. ”Dunia kehilangan pemimpin global yang sangat berpengaruh, multilateralis yang berkomitmen, dan pendukung perdamaian yang tak kenal lelah,” kata Guterres.
Pemimpin umat Katolik Paus Fransiskus, Rabu (31/8/2022), memuji Gorbachev sebagai negarawan yang berpandangan jauh ke depan. Melalui surat yang dikirimkan kepada Irina, putri Gorbachev, Paus memuji ”komitmen (Gorbachev) untuk berpandangan jauh ke depan pada kerukunan dan persaudaraan di kalangan warga, serta pandangannya atas kemajuan bagi negaranya pada masa-masa perubahan yang penting”.
Gorbachev berkunjung ke Vatikan pada December 1989 dan mengadakan pertemuan bersejarah dengan Paus Johanes Paulus II. Ini pertemuan pertama antara pemimpin Katolik dan pemimpin Soviet. Kini, seluruh negara bekas pecahan Soviet, termasuk Rusia, menjalin hubungan diplomatik dengan Vatikan. Begitu pula negara-negara Eropa Timur bekas anggota Pakta Warsawa.
Diplomat AS dan ahli Soviet, George F Kennan, seperti dikutip The New York Times, menyebut Gorbachev adalah sebuah keajaiban. ”Seorang pria yang melihat dunia apa adanya, tidak terhalang oleh ideologi Soviet,” kata Kennan.
Dua kebijakan Gorbachev adalah glasnost (keterbukaan) dan perestroika (restrukturisasi atau reformasi). Melalui rumusan kebijakan-kebijakannya itu, ia ingin merestrukturisasi fondasi masyarakat Soviet dalam upaya membawa negaranya sejajar dengan negara-negara Barat.
Tanggapan dingin di Rusia
Namun, bagi Uni Soviet, langkah dan terobosan radikal Gorbachev harus dibayar dengan keruntuhan negara raksasa itu. Pada 25 Desember 1991, ia mundur sebagai Presiden Uni Soviet. Karena itu, sementara sosok dan legasinya dipuji di dunia Barat, bagi kalangan elite atau warga Rusia saat ini, ia dianggap pengkhianat.
Kematiannya pun ditanggapi dengan dingin. Presiden Rusia Vladimir Putin membutuhkan waktu 15 jam setelah pengumuman kematian Gorbachev untuk merilis pernyataan belasungkawa. Dalam surat belasungkawanya, Putin menyebut Gorbachev ”seorang politisi yang negarawan yang memiliki dampak sangat besar bagi arah sejarah dunia”.
”Dia memimpin negara pada masa-masa perubahan yang sulit dan dramatis di tengah tantangan-tantangan berskala besar dalam kebijakan luar negeri, ekonomi, dan masyarakat,” kata Putin. ”Ia benar-benar menyadari bahwa reformasi dibutuhkan dan berupaya menawarkan solusi atas masalah-masalah akut.”
Baca juga: Tiga Senjata Putin Menyerbu Ukraina
Kantor berita AFP melaporkan, banyak warga Moskwa enggan berkomentar atas kematian Gorbachev. Seorang anak muda bahkan bertanya, siapa Gorbachev itu. Bagi yang mengenalnya, terutama para pensiunan yang masih ingat era Soviet, citra Gorbachev sangat negatif. ”Bagi saya, ia seorang pengkhianat,” ujar Vladimir Zavkov (70), pensiunan.
Putin sendiri pernah menyebut keruntuhan Uni Soviet sebagai ”malapetaka geopolitik terbesar abad ini”. Melalui invasi ke Ukraina, yang disebutnya sebagai ”operasi militer khusus”, ia berupaya memutar balik arah sejarah yang pernah ditorehkan Gorbachev.
Di Asia, Gorbachev dikenang sebagai pemimpin yang punya keberanian mendorong perubahan. China mengakui peran Gorbachev dalam memulihkan hubungan antara Moskwa dan Beijing. Di China, Gorbachev menjadi inspirasi bagi para pemikir reformis di negara itu pada akhir tahun 1980-an. Kunjungannya ke Beijing tahun 1989 menandai mencairnya hubungan kedua pihak.
”Bapak Gorbachev memberi kontribusi positif bagi normalisasi antara China dan Uni Soviet. Kami berduka atas wafatnya beliau dan kami menyampaikan duka simpati kepada keluarga beliau,” kata Zhao Lijian, juru bicara Kementerian Luar Negeri China.
Baca juga: Telepon Putin, Xi Jinping Nyatakan China Dukung Rusia
Namun, di mata para pemimpin Partai Komunis China, pendekatan liberal Gorbachev dipandang sebagai bukti kelemahan yang fatal. Keinginan Gorbachev untuk hidup berdampingan secara damai dengan Barat dinilai sebagai bentuk penyerahan.
Surat Khomeini
Dua tahun sebelum keruntuhan Uni Soviet, Gorbachev menerima surat yang tidak lazim dari pendiri Republik Islam Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini. Isi surat itu adalah ajakan untuk belajar Islam. Surat ini dibawa delegasi Iran yang berkunjung ke Moskwa pada Januari 1989.
”Tuan Gorbachev, sudah jelas bagi semua orang bahwa komunisme kini sudah menjadi museum sejarah politik dunia karena marxisme tidak menjawab kebutuhan sejati kemanusiaan,” tulis Khomeini dalam surat tersebut.
Pemimpin tertinggi Iran menulis surat kepada Gorbachev karena, menurut Khomeini, Gorbachev ”sejak menduduki jabatan telah memasuki fase revisionis sistem Soviet”.
”Tuan Gorbachev, Anda harus menghadapi kebenaran: masalah prinsip negara Anda bukanlah soal pertanyaan tentang benda properti, ekonomi, dan kebebasan, tetapi miskinnya kepercayaan sejati kepada Tuhan. Masalah yang sama telah atau akan mengantarkan Barat pada kemunduran dan kejumudan,” lanjut Khomeini dalam suratnya.
Baca juga: Iran Gelar Latihan Militer Bersama Rusia-China
Ia melanjutkan, komunisme tidak memiliki masa depan ”karena (komunisme) itu adalah mazhab materialis, yang tidak mampu menyelamatkan manusia dari krisis keingkaran pada spiritualitas, penderitaan paling mendarat masyarakat di Barat dan Timur. Solusinya, kata Khomeini, yang wafat lima bulan setelah menulis surat untuk Gorbachev itu, adalah Islam.
”Saya mengajak Anda untuk serius belajar tentang Islam. Nilai-nilai agung dan universal Islam bisa menjadi sumber kenyamanan dan penyelamatan bagi seluruh negara dan menyelesaikan masalah-masalah mendasar dari kemanusiaan,” demikian tulis Khomeini dalam surat tersebut. (AP/AFP/REUTERS)
-----------
Serial Obituari Tokoh Dunia:
Madeleine Albright, Kredo ”Negara Tak Tergantikan”, dan Segores Penyesalannya
Permintaan Maaf Terakhir dari Presiden Terakhir Afsel Era Apartheid
Colin Powell, Memori Kelam Perang Irak, dan Peninggalan Doktrin Militernya