Senjata-senjata Penggertak Baru Rusia
Sejumlah persenjataan baru yang dikembangkan Rusia, termasuk persenjataan hipersonik, membuat negara itu kini memiliki penggertak baru dalam menghadapi pesaing utamanya, Amerika Serikat.
Selama puluhan tahun, warga dunia mengingat AK-47, Katyusha, kapal selam Akula, pesawat Tupolev, dan Sukhoi bila ditanya soal persenjataan Uni Soviet. Kini, dunia mulai mengenal hipersonik dan S-400 bila ditanya soal persenjataan Rusia sebagai ahli waris utama Uni Soviet. Pesaing utama Rusia, Amerika Serikat, mengaku tidak akan bisa mempertahankan diri dari senjata-senjata mutakhir ”Negeri Beruang Merah”. Rusia mencapai semua itu dengan anggaran tak sampai 10 persen anggaran pertahanan AS.
Pengakuan resmi AS, negara terkuat di dunia menurut berbagai laporan lembaga independen, itu mengejutkan. Sebab, anggaran pertahanan tahunan AS hampir setara APBN Indonesia lima tahun. Washington juga mempunyai 5.800 bom nuklir siap pakai, 20 kapal induk, ratusan kapal perang dan kapal selam, serta ribuan jet tempur dan helikopter serbu.
Adanya pengakuan Washington tersebut mendorong Presiden Rusia Vladimir Putin dengan percaya diri mengklaim bahwa Moskwa bisa menyerang siapa pun tanpa bisa dihindari. Hal itu disampaikan Putin dalam peringatan Hari Angkatan Laut Rusia, 25 Juli 2021.
Baca juga: Rusia Unjuk Kekuatan di Hari Angkatan Laut Ke-325
Rusia saat ini mempunyai 6.375 bom nuklir dan 1.625 di antaranya siap meluncur sewaktu-waktu. Hulu ledak itu dipasang di berbagai rudal jelajah dan rudal balistik antarbenua (ICBM), seperti R-36M. Setiap R-36M bisa mengangkut hingga 10 hulu ledak dengan tujuan berbeda. Sebagai pembanding, Minuteman-III milik AS hanya bisa mengangkut paling banyak tiga hulu ledak. Minuteman III merupakan ICBM terbaik AS saat ini.
Selain R-36M, Rusia masih memiliki UR-100N, RT-2PM, aneka varian R-29, dan RS-24. Moskwa juga mempunyai beberapa jenis ICBM yang dapat diluncurkan dari laut (SLBM), seperti RSM-56 dan RSM-54.
Meski R-36M sudah disebut sebagai ICBM terbaik Rusia, Moskwa tetap berusaha menggantikan R-36M. Kini, Moskwa tengah mengembangkan RS-28 Sarmat. Tidak hanya bisa membawa beberapa hulu ledak sekaligus, RS-28 Sarmat disiapkan sebagai mengangkut Avangard, salah satu dari tiga jenis persenjataan hipersonik Rusia.
Hal itu membuat persenjataan hipersonik Rusia praktis bisa menjangkau lokasi mana pun di Bumi. Sarmat ditargetkan siap beroperasi dalam waktu dekat.
Laut
Di laut, Rusia sedang fokus mengembangkan Poseidon. Lewat proyek itu, Moskwa mengembangan torpedo hibrida yang bisa menjangkau sampai 10.000 kilometer. Disebut hibrida karena Poseidon dilengkapi mesin yang digerakkan oleh tenaga reaktor nuklir mini dan bisa bergerak seperti layaknya kendaraan nirawak. Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) lebih suka menyebut Poseidon sebagai kendaraan nirawak karena kemampuan gerak dan jarak jelajahnya.
Reaktor nuklir mini adalah pencapaian terpenting dalam proyek Poseidon. Dalam skala di atas, Rusia memakai reaktor untuk tenaga kapal selam di proyek Yasen. Kapal selam kelas Yasen akan menjadi pengangkut Poseidon sekaligus RSM-56 atau SLBM lain milik Rusia. Proyek Yasen telah menghasilkan dua kapal selam bertenaga nuklir.
Pentagon mengerahkan beberapa kapal selam dan kapal perang untuk melacak Severodvinsk, demikian AS dan sekutunya menamai kapal pertama proyek Yasen, saat kapal kapal selam itu beroperasi pertama kali di Atlantik pada 2018. Gugus tempur itu gagal melacak Severodvinsk. Kegagalan itu diakui Panglima Armada Kedua Atlantik, Laksamana Madya Andrew Lewis, secara terbuka di beberapa kesempatan. Kala itu, Lewis sampai menyatakan Atlantik menjadi tidak aman untuk armada NATO setelah kehadiran Severodvinsk.
Kapal selam nuklir memang lebih senyap dibandingkan kapal selam diesel. Hal itu membuat kapal selam bertenaga nuklir lebih sulit dilacak. Selain itu, jarak jelajah kapal selam bertenaga nuklir bisa lebih jauh dibandingkan kapal selam bermesin diesel.
Yassen bukan kapal selam nuklir pertama dari Rusia. Berpuluh tahun silam, dunia tercengang oleh Akula yang bobot totalnya hampir 50.000 ton. Kapal selam terbesar AS, kelas Ohio, hanya berbobot tidak sampai 19.000 ton. Sampai sekarang, belum ada kapal selam sebesar kelas Akula lagi.
Baca juga: Militer Rusia Tambah Senjata Hipersonik Lagi
Moskwa kini mengoperasikan 58 kapal selam berbagai kelas yang sebagian bertenaga nuklir dan sebagian lagi bermesin diesel. Ada 4 kelas Borei- SSBN—kapal selam bertenaga nuklir pengangkut rudal balistik—yang beratnya separuh Akula, dan 7 SSBN kelas Oscar. Sementara di kelompok mesin diesel, ada Paltus atau lebih dikenal sebagai kelas Kilo.
Udara
Bukan hanya pengangkut di laut, Moskwa juga mengembangkan pengangkut aneka roket dan rudalnya di udara. Sejak dekade 1980-an, Rusia telah menggagas pengembangan pesawat tempur multiperan generasi kelima. Di bagian ini, Moskwa memang tertinggal dibandingkan Washington yang sudah mengoperasikan F-35.
Sementara Su-57, nama jet tempur generasi lima yang sedang dikembangkan Rusia, baru direncanakan diterima pada 2028. Su-57 direncanakan mengganti jet-jet lama, seperti Su-27 dan MiG-29. Selain Su-27 dan MiG-29, kini Rusia juga mengoperasikan Su-25, Su-34, Su-35, dan MiG-31.
Selain Rusia, pesawat-pesawat itu dibeli atau diminati beberapa negara. Indonesia sudah bertahun-tahun berunding untuk membeli 11 unit Su-35. Indonesia menawarkan aneka komoditas bernilai 570 juta dollar AS untuk membayar sebagian dari kontrak bernilai hampir 1,2 miliar dollar AS itu.
Menteri Pertahanan RI Prabowo Subijanto sudah ke Moskwa untuk menuntaskan kontrak yang masih menggantung itu. Kementerian Perdagangan RI juga sudah bolak-balik berunding dengan mitra di Rusia. Sayangnya, proses itu sampai sekarang belum ada kejelasan.
Ketidakjelasan kontrak itu sebenarnya membingungkan. Sebab, Rusia terkenal sangat lentur soal penjualan senjata. Moskwa tidak pernah rewel, seperti AS dan sekutunya, dengan aneka syarat penjualan senjata. Selain itu, Indonesia-Rusia pernah mempunyai sejarah soal impor senjata. Kala masih menjadi Uni Soviet, pasokan Moskwa membuat ABRI menjadi salah satu militer terkuat di sisi selatan Bumi.
Selain Indonesia, peminat senjata Rusia di Asia Tenggara adalah Myanmar, Malaysia, dan Vietnam. Bahkan, Hanoi dan Naypyidaw sudah lama jadi pelanggan setia Moskwa. Hingga 84 persen senjata mereka dalam 20 tahun terakhir dipasok Rusia. Pada 2000-2019, Rusia mendapat 10,7 miliar dollar AS dari menjual senjata di Asia Tenggara. Sementara AS hanya 7,8 miliar dollar AS.
Hipersonik
Bukan hanya Severodvinsk yang dicemaskan AS dan sekutunya. Washington dan rekan-rekannya juga dipusingkan dengan Kinzhal, Avangard, dan Tsirkon. Trio itu merupakan nama persenjataan hipersonik Rusia yang bertahap beroperasi sejak 2018. Kinzhal diluncurkan dari pesawat, Avangard dari rudal darat, dan Tsirkon dari laut. Uji terbaru Tsirkon dilakukan beberapa hari sebelum perayaan Hari AL Rusia 2021.
Kecepatan dan manuver membuat persenjataan hipersonik tidak bisa ditangkis dengan sistem pertahanan saat ini. Sistem saat ini dibuat untuk roket, rudal, dan peluncur yang bergerak mengikuti hukum balistik sehingga bisa diperkirakan akan dicegat di mana. Sementara persenjataan hipersonik bisa berbelok-belok sebelum menghantam sasaran.
Kalau pun bisa dicegat, pecahan peluncur dan rudal hipersonik melaju terlalu cepat. Energi kinetik dari laju yang melebihi lima kali kecepatan suara bisa menembus lambung kapal dan badan pesawat.
Dalam berbagai laporan resmi AS dan sekutunya kerap disebutkan bahwa belum ada sistem pertahanan bisa menangkal persenjataan hipersonik yang kini dimiliki Rusia. Sistem pertahanan tercanggih milik Rusia, S-400, serta THAAD dan Aegis milik AS tidak bisa menangkal aneka persenjataan hipersonik.
Lewat S-500 yang tengah dikembangkan dan sebagian sudah mulai uji coba operasi, Rusia sedang berusaha membuat sistem pertahanan yang bisa menangkal persenjataan hipersonik. S-500 juga dirancang sebagai sistem pertahanan perang antariksa jika satu saat memang ada rudal yang dilepaskan dari luar angkasa.
Baca juga: Bom Nuklir Siap Pakai Milik AS Paling Banyak
Sementara S-500 diteliti, S-400 sudah beroperasi dan terus disempurnakan. Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), yang laporannya menjadi salah satu rujukan utama dinamika persenjataan global, menyebut S-400 sebagai sistem pertahanan udara terbaik. Pujian serupa diungkap The Economist, majalah Inggris, pada 2017.
Kini, S-400 dipakai Rusia dan dioperasikan Moskwa di berbagai negara. Turki dan China juga membeli S-400. Adapun India sedang menanti pengiriman perdana pada 2021. New Delhi semakin bersemangat membeli S-400 setelah Beijing lebih dulu mengoperasikannya. Selama beberapa tahun terakhir, China-India terus bersitegang gara-gara konflik di perbatasan.
Keputusan membeli S-400 membuat Ankara dan New Delhi ditekan Washington. AS khawatir, keputusan Turki menggunakan S-400 membuat rahasia persenjataan NATO bisa diakses Rusia. Sebab, S-400 akan diintegrasikan dengan sistem pertahanan Turki. Padahal, Turki adalah anggota NATO sehingga kerap berbagi informasi pertahanan dengan anggota-negara NATO lain.
Kecemasan utama NATO adalah S-400 bisa menangkal jet tempur terbaru, F-35, berbagai peralatan perang lain. Kerisauan itu membuat AS mengeluarkan Turki dari proyek pengembangan F-35. Padahal, ratusan perusahaan Turki menjadi pemasok aneka komponen F-35. Sampai sekarang, memang belum ada bukti terbuka bahwa S-400 bisa merontokkan F-35 maupun jet tempur lain milik AS dan sekutunya.
Hal yang jelas, berdasarkan spesifikasi masing-masing, S-400 lebih unggul dibandingkan THAAD. Jangkauan THAAD hanya 200 kilometer dan hanya bisa mempunyai satu jenis rudal pencegat. Sementara S-400 menjangkau sampai 400 kilometer dan dilengkapi beberapa jenis rudal penangkis. (AFP/REUTERS)