Di tengah ketidakjelasan masa depan perundingan nuklir Iran, negara ini melakukan latihan perang bersama dengan China dan Rusia.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
TEHERAN, JUMAT - Di tengah tanda tanya besar atas masa depan kemajuan perundingan nuklir Iran, Angkatan Laut Iran mulai latihan bersama dengan Angkatan Laut China dan Rusia di utara Samudera Hindia, Jumat (21/1). Dalam latihan yang diberi tajuk, "Sabuk Keamanan Laut 2022" itu, Iran mengikutsertakan 11 kapal perang miliknya untuk bergabung bersama tiga kapal perang Rusia dan dua kapal perang China.
Laksamana Kedua Mostafa Tajoddini, juru bicara latihan bersama tersebut, dikutip dari kantor berita Iran IRNA, mengatakan, latihan tempur bersama ini dilakukan untuk mengamankan jalur pelayaran di utara Samudera Hindia yang dinilai kritis dan memiliki arti penting bagi kepentingan nasional tiga negara. Dia menyebut Selat Bab Al Mandeb dan Hormuz memiliki arti penting bagi hubungan dagang dan pelayaran ketiga negara.
Latihan perang dilakukan di wilayah seluas 17.000 kilometer persegi ini mencakup latihan taktis dan operasional lainnya. Latihan taktis misalnya penyelamatan kapal hanyut, membebaskan kapal yang dibajak, menembak sasaran tertentu, dan menembak target di udara pada malam hari.
Menurut Tajoddini, latihan perang tiga negara tersebut adalah latihan reguler ketiga dan sudah berlangsung sejak 2019. Mengambil tema Bersama untuk Perdamaian dan Keamanan, latihan itu diharapkan tidak menimbulkan prasangka lain.
"Tujuan dari latihan ini adalah untuk memperkuat keamanan dan fondasinya di kawasan, dan untuk memperluas kerja sama multilateral antara ketiga negara guna bersama-sama mendukung perdamaian dunia, keamanan maritim, dan menciptakan komunitas maritim dengan masa depan bersama,” kata Tajoddini.
Latihan perang bersama itu dimulai bersamaan dengan berakhirnya kunjungan Presiden Iran Ebrahim Raisi ke Rusia, sehari sebelumnya. Sejak menjabat Juni lalu, Raisi mengarahkan kebijakannya ke timur, menjalin hubungan yang lebih erat dengan Rusia dan China. Iran misalnya bergabung dengan Organisasi Kerja Sama Shanghai, sebuah badan kerja sama keamanan Asia Tengah yang diinisiasi Beijing dan Moskwa, September lalu.
Raisi mengatakan, pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan angin segar bagi negara itu dalam beberapa hal, termasuk konsolidasi keamanan regional dan internasional, hingga soal lalu lintas jasa, keuangan serta perdagangan kedua negara. Raisi, dikutip dari kantor berita IRNA mengatakan, hubungan erat antara kedua negara akan membantu menyelesaikan persoalan di kawasan dan global.
Selama beberapa bulan terakhir, Iran telah menggelar latihan militer, termasuk latihan untuk melindungi berbagai fasilitas nuklir mereka yang tengah menjalankan program pengayaan uranium. Latihan itu dilakukan untuk melatih kesiagaan sistem pertahanan mereka dari serangan militer negara lain, terutama Israel, yang secara terang-terangan mengancam akan menyerang Iran.
Militer Israel, seperti ditulis Times of Israel, juga tengah melatih kesiapan pesawat tempur mereka untuk melakukan pengisian bahan bakar di udara. Times of Israel, mengutip laporan yang ditulis sebuah surat kabar daring berbahasa Arab, Elaph, menyebut bahwa jet tempur F-15, F-16, dan F-35 serta sebuah pesawat pengisi bahan bakar melakukan simulasi pengisian di udara. Namun, tak ada konfirmasi dari Kementerian Pertahanan ataupun militer Israel soal itu.
Beberapa pejabat Israel secara terang-terangan menyatakan bahwa mereka siap mengambil tindakan militer jika perundingan nuklir Iran yang telah memasuki putaran ke-8, gagal menghasilkan kesepakatan. Perdana Menteri Israel Naftali Bennet maupun Presiden Israel Isaac Herzog menyatakan Iran tidak boleh dibiarkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan persenjataan nuklir.
Herzog, di sela-sela upacara kelulusan perwira Angkatan Udara Israel, akhir Desember 2021, menegaskan kembali kemungkinan militernya menyerang Iran. ”Ancaman nuklir Iran harus dinetralisasi sekali dan untuk selamanya, dengan atau tanpa kesepakatan,” kata Herzog.
Ancaman nuklir Iran harus dinetralisasi sekali dan untuk selamanya, dengan atau tanpa kesepakatan.
Sejumlah diplomat yang mengetahui jalannya perundingan nuklir Iran menyebut bahwa jalan terjal menghadang para pihak untuk mencapai kesepakatan. Perbedaan tajam antara para pihak hingga saat ini belum menemui titik terang. Iran juga menolak tenggat waktu yang disodorkan oleh negara-negara barat.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken, usai pertemuan dengan menlu Perancis, Jerman, dan Inggris di Berlin, mengatakan, beberapa pekan mendatang adalah pekan-pekan yang menentukan. "Ada urgensi nyata dan sekarang hanya dalam hitungan minggu di mana kami menentukan apakah dapat kembali mematuhi kesepakatan bersama atau tidak,” katanya.
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock kembali mengatakan bahwa kesempatan telah tertutup. "Negosiasi sekarang telah memasuki fase yang menentukan. Kita perlu membuat kemajuan yang sangat, sangat mendesak. Jika tidak, kita tidak akan dapat mencapai kesepakatan bersama yang akan membawa nilai tambah yang cukup untuk isu sentral non-proliferasi," katanya.
Sebuah sumber diplomatik Perancis yang memberi pengarahan kepada wartawan usai pertemuan di Berlin mengatakan, para pihak tampaknya perlu mengubah pendekatan agar negosiasi bisa bergerak maju. (AP/REUTERS)