F-35 Israel Versus Rudal Shahab-3 Iran
Masih buntunya negosiasi nuklir Iran di Austria membuka ketegangan baru antara Israel dan Iran. Israel yang khawatir dengan proyek pengayaan uranium Iran menyerukan skenario militer untuk menghentikan proyek itu.

Jet tempur F-35 Israel terbang dalam demonstrasi penerbangan pada upacara kelulusan para pilot Angkatan Udara Israel di Pangkalan Udara Hatzerim, Israel selatan, 29 Desember 2016.
Bagi Israel, proyek pengayaan uranium Iran merupakan ancaman serius. Masih buntunya perundingan di Vienna untuk membatasi proyek Iran baru-baru ini berimplikasi pada lanjutnya proyek nuklir Iran. Israel yang dulu pernah dekat dengan Iran, tetapi sejak 1990-an menjadi musuh, bersiap-siap dengan opsi militer meskipun tanpa melibatkan Amerika Serikat.
Pemerintah dan media Israel kini gencar membangun kesadaran dan menyiapkan psikologi rakyat Israel bahwa opsi perang dengan Iran bisa menjadi sebuah keniscayaan untuk mencegah negara itu memiliki bom nuklir. Namun, pilihan ini sudah pasti tidak mudah.
Baca juga : Perundingan Nuklir Iran Putaran Ke-7 Bersitkan Pesimisme
Ibarat pertandingan tinju, Iran bukan petinju kelas bulu, tetapi petinju kelas berat yang berpengalaman. Iran, misalnya, terlibat perang delapan tahun dengan Irak (1980-1988).
Jika perang terbuka Iran-Israel sampai terjadi, ini adalah perang antara dua negara yang secara geografis terpisah ribuan kilometer (km). Model perang yang akan terjadi adalah duel antara teknologi pesawat tempur jarak jauh dan teknologi rudal balistik jarak jauh berikut sistem pertahanan masing-masing.

Israel memiliki keunggulan pesawat tempur jarak jauh dengan pemilikan pesawat tempur siluman tercanggih generasi kelima buatan Amerika Serikat (AS), F-35. Israel juga memiliki berbagai varian pesawat tempur multifungsi F-16 dengan versi tercanggih.
Sementara Iran memiliki keunggulan rudal balistik jarak jauh dengan pemilikan Shahab-3 dan Sejil. Keduanya memiliki jangkauan tembak hingga 2.500 km. Jarak Teheran-Tel Aviv sejauh 2.363 km. Artinya, rudal balistik Iran secara teori mampu menjangkau kota Tel Aviv dan kota-kota lain di Israel.
Baca juga : KF-21 Proyek ”Pengubah Permainan”
Israel telah memiliki dua kali pengalaman sukses menggunakan pesawat F-35 saat menyerang sasaran Iran di wilayah Irak pada 2019 tanpa terdeteksi oleh sistem radar Irak ataupun Jordania yang wilayah udaranya dilewati pesawat F-35.
Pertama, pesawat F-35 Israel pada 19 Juli 2019 menggempur kamp militer Iran di Amerli, Provinsi Saladin, yang berada di utara Baghdad, sekitar 100 km dari perbatasan Irak-Iran. Kedua, pesawat F-35 Israel pada 28 Juli 2019 menggempur pangkalan militer Ashraf yang terletak sekitar 40 km timur laut Baghdad dan sekitar 80 km dari perbatasan Irak-Iran.

Foto yang dirilis kantor Angkatan Darat Iran pada Rabu (13/10/2021) ini menunjukkan senjata antipesawat yang turut digunakan dalam latihan gabungan antara tentara Iran dan Garda Revolusi Islam (IRGC) pada hari kedua di sebuah tempat yang tidak disebutkan. Israel dalam beberapa bulan terakhir telah berulang kali memperingatkan kemajuan program nuklir Iran. Israel juga merencanakan serangan militer untuk menghancurkan instalasi nuklir Iran.
Jarak antara Tel Aviv dan Baghdad sejauh 1.074 km. Artinya, pesawat F-35 Israel telah mampu menjangkau sasaran sejauh sekitar 1.000 km tanpa mengisi bahan bakar di udara dan tanpa terdeteksi oleh radar musuh.
Namun, jarak antara Tel Aviv dan Teheran sekitar dua kali lipat jarak antara Tel Aviv dan Baghdad. Maka, F-35 akan butuh mengisi bahan bakar di udara untuk mencapai sasaran berbagai instalasi nuklir Iran yang sebagian besar berlokasi di Iran Tengah, persisnya di Provinsi Qom dan Isfahan.
Ini akan menjadi uji coba efektivitas pesawat F-35 dalam menjangkau sasaran sejauh lebih dari 2.000 km dan kemampuannya menghancurkan berbagai instalasi nuklir Iran yang berada di bawah tanah.
Baca juga : Rafale, Kemandirian Vs Embargo
Tantangan terbesar F-35 Israel saat berada di wilayah udara Iran adalah agar tak terdeteksi oleh pelacakan sistem radar dan sistem antiserangan udara Iran, Khordad-3 dan Khordad-4. Khordad-3 dan Khordad-4 adalah sistem antiserangan udara tercanggih yang dimiliki Iran saat ini. Kemampuannya disebut-sebut mendekati sistem antiserangan udara buatan Rusia, S-300 dan S-400.
Khordad-3 adalah modifikasi Iran dari sistem antiserangan udara buatan Rusia, S-200. Dengan demikian, kemampuannya setara dengan S-300. Khordad-3 yang tergolong sistem antiserangan udara jarak menengah memiliki kemampaun jangkauan tembak hingga 200 km.

Foto yang dirilis kantor Angkatan Darat Iran pada Rabu (13/10/2021) menunjukkan senjata antipesawat yang turut digunakan dalam latihan gabungan antara tentara Iran dan Garda Revolusi Islam (IRGC) pada hari kedua di sebuah tempat yang tidak disebutkan. Latihan itu sebagai unjuk kekuatan terbaru Republik Islam Iran.
Pada 20 Juni 2016, Iran pernah menembak jatuh pesawat nirawak (drone) AS, RQ-4 Global Hawk, di atas Selat Hormuz dengan menggunakan Khordad-3. Padahal, pesawat nirawak RQ-4 Global Hawk terbilang produk terbaru dan tercanggih dalam industri militer AS di bidang pesawat pengintai dan pendeteksi.
Hal itu menjadi kejutan besar di sektor teknologi militer Iran. Sementara untuk Khordad-4 yang lebih canggih, Iran belum pernah menjajalnya. Daya jangkau tembakannya mencapai hingga 300 km.
Selama ini, Iran telah berhasil memodifikasi semua persenjataan buatan Rusia dan Korea Utara yang dimilikinya. Dengan demikian, kemampuan persenjataan itu meningkat sedemikian rupa dan sulit dideteksi oleh negara-negara Barat dan Israel. Ini menjadi tantangan sendiri bagi Israel. Jika perang terjadi, akan terjadi duel di atas langit Iran antara F-35 vs Khordad-3 dan Khordad-4.
Baca juga : F-16 Viper, F-15EX, Rafale, atau SU-35
Iran tentu tidak akan bertahan saja menghadapi F-35 Israel dengan Khordad-3 dan Khordad-4. Namun, Iran pasti berinisiatif melancarkan serangan balasan dengan menggunakan rudal balistik jarak jauh Shahab-3 dan Sejil yang memiliki jangkauan tembak lebih dari 2.000 km.
Efekfivitas serta akurasi Shahab dan Sejil dengan sasaran sejauh lebih dari 2.000 km masih menjadi pertanyaan. Sejauh ini, Iran baru memiliki pengalaman sukses menembakkan rudal balistik jarak menengah tipe Zolfaghar dan Qiam ke kamp militer AS di Ain Assad, arah barat Kota Baghdad, dan kamp militer AS di dekat kota Erbil, Irak utara, pada 8 Januari 2020.
Serangan rudal Zolfaghar dan Qiam yang memiliki jangkauan tembak sejauh 700 km itu merupakan balasan atas tewasnya Komandan Divisi Al-Quds dari Garda Revolusi, Qassem Soleimani, akibat serangan pesawat nirawak AS di dekat bandara internasional Baghdad pada Januari 2020.

Peluncuran rudal antipesawat dalam sebuah latihan militer gabungan Angkatan Darat dengan Pasukan Garda Revolusi Islam Iran di sebuah tempat yang tidak disebutkan, Rabu (13/10/2021). Azerbaijan dan Israel telah memperkuat aliansi militer mereka dalam beberapa bulan terakhir, hal itu memicu Iran menunjukkan kekuatannya.
Israel pun telah mempersiapkan sistem antiserangan rudal balistik untuk menghadapi kemungkinan berkobar perang terbuka dengan Iran. Israel pada 28 Juli 2019 mengklaim telah sukses besar melakukan uji coba sistem antirudal balistik, Arrow-3, di Alaska, AS.
Israel sebenarnya masih memiliki sistem antiserangan rudal, Iron Dome (Kubah Besi). Namun, teknologi ini khusus untuk menghadapi rudal jarak pendek dan menengah yang dimiliki Hamas dan Hezbollah.
Hamas-Hezbollah
Kemungkinan besar Hezbollah yang dikenal loyalis Iran, akan ikut mengobarkan perang melawan Israel, jika pecah perang terbuka Iran-Israel. Di sini eksistensi negara Israel akan ditentukan oleh kemampuan Arrow-3 dan Iron Dome menangkal serangan Shahab-3 dan berbagai jenis rudal milik Hezbollah.
Israel, seperti dilansir situs harian Yedioth Ahronoth, Kamis (2/12/2021), telah mengalokasikan dana 1 miliar dollar AS guna membeli 12 helikopter tempur canggih buatan AS, CH-53K, dan menambah armada sistem antiserangan rudal, Iron Dome, untuk persiapan perang terbuka dengan Iran dan Hezbollah.

Helikopter tempur canggih, CH-53K, merupakan helikopter tempur angkut pasukan atau senjata berat yang diterjunkan ke wilayah musuh. Keputusan Israel membeli CH-53K mengindikasikan skenario penerjunan pasukan elite Israel di wilayah tertentu di Iran.
Sementara Iran kemungkinan tak akan mengerahkan pesawat tempurnya melawan Israel. Sebab, pesawat Iran sudah usang dan kalah kelas dari F-35 milik Israel. Jika Iran nekat mengerahkan pesawat tempurnya, sama saja dengan bunuh diri karena akan sangat mudah dirontokkan oleh Israel.
Baca juga : Rahasia Dapur Pesawat Tempur
Iran sampai saat ini masih mengandalkan pesawat tempur peninggalan era Shah Iran Pahlevi, seperti F-5 Tiger dan F-14 Tomcat buatan AS yang sudah usang. Ada juga pesawat buatan Rusia yang dibeli pasca-Eevolusi Iran pada 1979. Di antaranya adalah MiG-29, Sukhoi 24, dan Sukhoi 25. Ketiganya juga sudah tergolong usang.
Apabila pecah perang Iran-Israel, duel F-35 versus Khordad-3 dan Khordad-4, serta duel Shahab-3 versus Sejil vs Arrow-3 dan Iron Dome akan mendominasi.