Perang di Ukraina meninggalkan luka mendalam pada diri warga. Selain ketakutan, pengalaman buruk meninggalkan trauma.
Oleh
KRIS MADA DAN HARRY SUSILO DARI KYIV, UKRAINA
·4 menit baca
Tidak seperti dibayangkan sebelumnya, ternyata tidak semua wilayah Kyiv rusak oleh perang. Bahkan, ada sisi kota Kyiv—terutama di area yang dikenal sebagai Bantaran Kanan Kyiv—sama sekali tak tersentuh peluru. Rusia, sejak serangan dilancarkan pada 24 Februari lalu, menyasar kawasan lain di Provinsi Kyiv.
Sama-sama bernama Kyiv, ada dua pemerintahan di pusat Ukraina itu. Pemerintah kota dipimpin mantan juara dunia tinju kelas berat, Vitali Klitschko. Pemerintah provinsi dipimpin Oleksiy Kuleba. Sasaran Rusia di antaranya Irpin dan Bucha, wilayah di utara kota Kyiv.
Meskipun demikian, perang tetap perang, yang membuat siapa pun ketakutan dan menghadirkan pengalaman traumatis. Ledakan selepas serangan rudal atau roket menjadi salah satu sumber trauma penduduk Ukraina. Angelina (8), salah satunya.
Pada Minggu (5/6/2022), bengkel kereta di dekat rumah orangtuanya di Distrik Darnitsky, yang berlokasi di tenggara ibu kota Kyiv, terkena rudal. Bengkel di wilayah yang dikenal sebagai Bantaran Kiri Kyiv itu rusak parah. Atap tiga bangunan runtuh dan sebagian dindingnya ambruk. ”Sebagian kaca (rumah susun) kami rusak,” kata Igor (28), ayah Angelina, kala ditemui pada Jumat (10/6).
Igor dan keluarganya masih tidur kala serangan itu terjadi. Dari rumah susun tempat ia tinggal sejak lahir, bengkel yang jadi sasaran berjarak 300 meter. ”Anak saya menangis ketakutan,” kata pria yang sehari-hari menjadi montir dan sopir itu.
Sampai sekarang Angelina masih ketakutan, sedangkan Igor tidak takut. Namun, kala ledakan terjadi, ia bergegas mengambil tas berisi dokumen dan identitas serta membawa keluarganya keluar gedung.
Sirene
Igor mengatakan, ledakan membangunkan lalu menghilangkan kantuknya. Setelah mengambil semua dokumen dan berkas penting, ia membawa anak dan istrinya keluar rusun. Ia sempat mau balik lagi. ”Korek api ketinggalan,” katanya sembari tergelak.
Saat serangan terjadi, ia tidak mendengar sirene. Raungan baru terdengar setelah ledakan terakhir selesai. ”Saya terbangun karena ledakan, bukan karena sirene,” ujarnya.
Pemerintah Ukraina telah membuat sistem peringatan dini serangan. Selain sirene, juga ada aplikasi peringatan di ponsel. Saat peringatan disiarkan, warga diimbau segera berlindung.
Ledakan pada Minggu pagi merupakan yang pertama dan paling dekat dengan rumah Igor. Sebelumnya, ledakan terdengar sangat jauh. Kawasan tempat Igor tinggal memang tidak menjadi sasaran utama serangan Rusia.
Seperti jutaan warga Kyiv, Igor dan keluarganya terbiasa segera turun dari rusun atau bangunan lain jika ada serangan. Dari rumah atau tempat kerja, mereka bergegas ke tempat perlindungan yang bentuknya bisa berupa stasiun kereta bawah tanah atau ruang bawah tanah di gedung.
Igor lahir setelah Ukraina bersama Rusia dan Belarus membubarkan Uni Soviet pada 1991. Pemimpin tiga negara itu membubarkan Uni Soviet yang semakin lumpuh sejak Tembok Berlin runtuh pada 1989.
Kini, tiga pembubar Uni Soviet itu berseteru. Minsk-Moskwa di satu sisi, Kyiv di sisi lain. Kyiv merapat ke Barat, Minsk- Moskwa tetap di jalur Timur. Korban perseteruan mereka antara lain Igor dan anaknya, Angelina. Saudara Igor, Ivan, juga menjadi korban.
Igor dan Ivan sama-sama menjadi milisi sukarela. Kala ditemui pada Jumat siang, dua jempol tangan Ivan terluka. ”Karena senjata,” katanya.
Bagi yang tidak terbiasa menembakkan pistol, memang ada risiko robek di pangkal jempol. Robekan terjadi saat bagian pistol terdorong ke belakang, lalu menggores daging di pangkal jempol bagian dalam.
Mobilisasi massal
Senjata baru menjadi bagian keseharian Kyiv dalam beberapa bulan terakhir. Kala krisis Semenanjung Crimea terjadi pada 2014 sekalipun, kepemilikan senjata api masih diatur ketat. Izin hanya bisa diajukan jika pemohon lolos tes psikologi dan sama sekali tidak memiliki catatan kriminal.
Namun, pada 23 Februari 2022 atau sehari sebelum Rusia menyerbu, Pemerintah Ukraina memberlakukan undang-undang darurat. Salah satu peraturan dalam UU itu ialah mengizinkan semua pemegang KTP dan paspor Ukraina untuk memiliki senjata api.
Sehari selepas serangan, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengumumkan, siapa pun yang mempunyai KTP atau paspor Ukraina dan mau membela negara akan diberi senjata api oleh pemerintah. Keputusan itu bagian dari mobilisasi massal dalam menghadapi serangan Rusia.
Sehari selepas pengumuman itu, setidaknya 25.000 senapan dibagikan Kementerian Dalam Negeri Ukraina. Bahkan, peluncur granat dibagikan gratis. Igor dan Ivan merupakan sebagian warga sipil Ukraina yang mendadak mendapatkan hak memiliki senjata api. Sebelumnya, mereka mengikuti latihan massal bersama warga sipil lainnya.
Kini, orang-orang yang menyandang senapan menjadi bagian sehari-hari Kyiv. Bukan hanya disandang, senapan senantiasa dalam posisi siap ditembakkan. Paling tidak, penyandangnya meletakkan satu jari di dekat pelatuk. Pusat perbelanjaan, lapangan, kantor pemerintahan, apalagi pos pemeriksaan menjadi lokasi utama orang-orang yang menyandang senapan.
Kini, senjata jadi bagian sehari-hari warga Ukraina, selain kekhawatiran, ketakutan, dan trauma. Entah hingga kapan.