Tentara Ukraina mendesak pemerintah dan sekutu mereka untuk segera mengirim pasokan senjata. Mereka membutuhkan senjata berat untuk menekan posisi Rusia. Diperkirakan, perang akan berkepanjangan.
Oleh
KRIS MADA DAN HARRY SUSILO DARI KYIV, UKRAINA
·4 menit baca
KYIV, KOMPAS - Memasuki bulan keempat perang, Ukraina mulai kehabisan cadangan senjata dan amunisi. Padahal, Kyiv khawatir perang bisa berlangsung sampai November 2022.
Peneliti National Institute of Strategic Studies, Mykola Beleskov, mengatakan, kondisi itu menjadi rahasia umum. ”Sudah jelas, kami sekarang harus menggantungkan pasokan persenjataan dari sekutu,” ujarnya, Jumat (10/6/2022), di Kyiv.
Sebelum perang meletus pada 24 Februari 2022, hampir 100 persen persenjataan Ukraina buatan atau rancangan Uni Soviet, lalu Rusia. Kyiv punya beberapa ratus rudal panggul buatan Amerika Serikat dan sekutunya yang mulai diterima Ukraina sejak 2015.
Sejak perang meletus, AS dan sekutunya juga mendorong hibah dan persenjataan buatan atau rancangan era Uni Soviet dan Rusia ke Ukraina. Sejumlah negara Eropa Timur masih punya cadangan senjata semacam itu dari warisan era Perang Dingin.
Beleskov menyebut, hampir seluruh cadangan senjata sebelum perang sudah habis atau rusak. ”Sekarang, tentara kami harus sangat hemat menembak. Ini salah satu ketidakseimbangan kami dengan Rusia,” katanya.
Washington bersama setidaknya 39 negara berusaha memasok persenjataan standar Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) ke Kyiv. Beleskov menyebut, lebih dari separuh persenjataan yang dijanjikan AS dan sekutunya belum tiba atau setidaknya belum bisa digunakan.
Hambatan pasok
Dalam pernyataan tertulis pada Kamis (9/6), Menteri Pertahanan Ukraina Oleksiy Reznikov mengindikasikan ada hambatan pasokan itu, baik dari Ukraina maupun AS dan sekutu serta mitranya. Dari sisi Ukraina, hambatan terutama kemampuan penggunaan dan pengelolaan distribusinya.
Reznikov mengakui, Kyiv belum pernah membeli persenjataan dalam skala besar. Perang memaksa Ukraina belajar cepat untuk membeli, lalu mendistribusikan senjata dalam skala besar.
Kini, Kemenhan dan Markas Besar Angkatan Bersenjata Ukraina berkoordinasi erat soal kebutuhan persenjataan dan operatornya. Selanjutnya, pengadaan dilakukan oleh tim Kemenhan dan Kementerian Luar Negeri Ukraina. Keterlibatan Kemenlu tidak lepas dari fakta mayoritas senjata Ukraina kini didapat dari hibah atau utang yang ditangguhkan.
Reznikov menyinggung soal operator karena tentara Ukraina terbiasa dengan persenjataan buatan atau rancangan Uni Soviet dan Rusia. Butuh waktu untuk melatih tentara Ukraina agar bisa menggunakan senjata standar NATO dengan baik dan mangkus.
Sebagai gambaran, setiap unit meriam M777 yang baru diberikan AS dan Australia kepada Ukraina membutuhkan paling sedikit delapan operator. Jumlah operator semakin bertambah jika meriam menggunakan peluru berpemandu.
Karena itu, diperlukan tentara yang mengoperasikan pemandu. Selain itu, diperlukan pula operator cadangan agar regu penembak bisa bergantian bertugas.
Dengan janji 100 meriam M777 dari AS dan Australia serta sedikitnya dua regu untuk masing-masing meriam, Ukraina butuh sedikitnya 1.600 tentara untuk mengoperasikan meriam itu. Jumlahnya masih harus ditambah jika Ukraina mau menggunakan peluru berpemandu.
AS dan sekutunya menjanjikan hingga 200.000 peluru biasa untuk dipakai M777 dan meriam sejenis. Selain itu, dijanjikan pula peluru berpemandu M982 Excalibur. Dengan peluru biasa, jarak tembak M777 maksimal 27 kilometer. Dengan Excalibur, M777 bisa menjangkau hingga 40 km.
Selain itu, senjata canggih lain yang dijanjikan AS adalah sistem artileri Himars. Sistem itu mampu meningkatkan secara cukup signifikan jangkauan serangan Ukraina, termasuk meningkatkan serangan presisi pada posisi Rusia. Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata AS Jenderal Mark Milley mengatakan, pihaknya kini tengah menyiapkan empat sistem artileri Himars untuk Ukraina, termasuk pelatihan.
”Himars adalah sistem senjata jarak jauh yang sangat canggih,” kata Milley kepada wartawan. ”Kami harus menyertifikasi awaknya untuk memastikan bahwa mereka tahu cara menggunakan sistem ini dengan benar. Jika mereka menggunakannya dengan benar, efektif, mereka akan memiliki efek yang sangat, sangat bagus di medan perang,” kata Milley.
Tantangan
Ukraina saat ini tidak hanya harus melatih pasukan untuk mengoperasikan meriam standar NATO. Kyiv juga harus melatih ribuan orang untuk bisa mengoperasikan beragam jenis senjata pasokan NATO. Latihan itu tidak mudah karena hanya sebagian pasukan Ukraina berstatus tentara reguler. Sebagian lagi adalah milisi yang sebelum perang bekerja sebagai buruh pabrik hingga manajer bank.
Meski mengakui ada hambatan internal, Reznikov dan sejumlah pejabat Ukraina tetap meminta AS dan sekutunya mempercepat pasokan senjata ke Ukraina. Sebab, persenjataan dengan jangkauan jauh memungkinkan Ukraina menempatkan tentaranya puluhan kilometer dari pasukan Rusia.
Selain persoalan pelatihan, korban perang juga terus berjatuhan. Staf Khusus Presiden Ukraina Mikhailo Podolyak mengatakan, hingga 300 orang tentara atau milisi Ukraina tewas setiap hari di garis depan. Mereka menjadi sasaran empuk artileri, rudal, dan roket Rusia. Jumlah korban tewas harian versi Podolyak lebih tinggi daripada versi Reznikov. Padahal, pernyataan mereka hanya berselang sehari.
Karena itu, dalam pernyataan pada Jumat (10/9), Podolyak kembali meminta pasokan persenjataan berat dan berjangkauan jauh. Ia, antara lain, mendesak pemberian paling tidak 300 peluncur roket multilaras (MLRS). Di luar itu, ia juga meminta pemberian lebih banyak meriam berkaliber 155 milimeter, seperti M777 dan FH70.
Ukraina butuh lebih banyak pasokan karena Kyiv khawatir perang berlangsung lebih lama. Wakil Menhan Ukraina Hanna Maliar mengungkapkan, Kyiv sudah mempersiapkan pembelian pakaian hangat untuk pasukan di garis depan.