Menyelami Tragedi Kemanusiaan, Mengabarkan Sekecil Apa Pun Upaya Perdamaian (Bagian 1)
Liputan khusus ini liputan tentang perang. Namun, kami akan memfokuskan pada persoalan-persoalan kemanusiaan dan upaya sekecil apa pun untuk terwujudnya perdamaian.
Oleh
SUTTA DHARMASAPUTRA
·3 menit baca
Sudah lebih dari 100 hari tragedi kemanusiaan terjadi di Ukraina. Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022, ribuan manusia tewas dan belasan juta penduduk, termasuk orang tua dan anak-anak, harus hidup dalam pengungsian.
Perang Ukraina-Rusia juga berdampak besar. Tidak saja menimpa dua negara yang berkonflik, tetapi juga meluas ke regional, bahkan global. Perang yang diikuti dengan blokade dan sanksi ekonomi oleh Amerika Serikat dan sekutunya itu menyebabkan rantai pasok bahan bakar dan berbagai kebutuhan pangan serta industri terganggu dan akhirnya, selain mengguncang geopolitik, juga geoekonomi dunia.
Indonesia tak bisa menghindarinya. Orang besar hingga orang kecil kena imbasnya akibat harga bahan bakar yang terus melonjak. Pak Slamet Ragil, penjual gorengan di salah satu desa di Magelang, Jawa Tengah, tiba-tiba menjadi tidak ”selamat” hidupnya. Gara-gara perang ini, ia dan keluarganya menjadi susah hidupnya karena tidak mudah membeli minyak goreng curah murah. Padahal, nama Ukraina saja belum pernah ia dengar sebelumnya.
Hingga kini, belum ada tanda-tanda perang mereda. Rusia terus menggempur wilayah Timur. Sementara negara-negara Barat, dipimpin Amerika Serikat, terus menggelontorkan senjata mutakhirnya. Sejumlah analis mengkhawatirkan perang ini memicu Perang Dunia Ketiga yang bisa mengancam kehidupan bumi.
Tugas suci jurnalis
Sedemikian besarnya dampak perang ini terhadap persoalan kemanusiaan, harian Kompas terpanggil membuat liputan khusus tentang Perang Ukraina-Rusia dan mengirimkan jurnalisnya, yaitu Harry Susilo dan Kris Razianto Mada, untuk menyelami tragedi kemanusiaan ini dengan melihat, mendengar, mencium, meraba, dan merasakan langsung segala hal yang terjadi di sana serta mengabarkannya untuk sahabat Kompas.
Liputan ini sangat berisiko. Namun, mengingat sedemikian penting bagi kemanusiaan, tugas suci ini kami coba jalankan sesuai visi awal harian Kompas, yakni memperjuangkan humanisme.
”Pekerjaan kepenulisan bukanlah pertama keterampilan teknik menulis, melainkan sungguh sebuah kesempatan untuk menyumbangkan keprihatinan-keprihatinan tentang kemanusiaan yang dibutuhkan masyarakat dan bangsa (Sindhunata, Belajar Jurnalistik dari Humanisme Harian Kompas: Harga Sebuah Visi)
Perasaan takut tentu ada. Namun, dengan tujuan jurnalisme yang suci itu, rasa takut kami coba lawan. Setiap jurnalis pasti merasakan saat perasaan takut itu muncul, di saat itulah jiwa sebagai jurnalis terpanggil untuk pergi melangkahkan kaki, mencermati fakta dengan mata hati untuk memperjuangkan kemanusiaan.
Perasaan ini pula yang diungkapkan Greg Marinovich, jurnalis foto peraih Pulitzer dalam film The Bang Bang Club yang mengisahkan dia bersama tiga rekannya selalu berjibaku meliput konflik di Afrika tahun 1990-1994.
Harry Susilo dan Kris R Mada, yang memiliki pengalaman, keahlian, dan pengetahuan yang cukup meliput konflik, menawarkan diri untuk menjalankan tugas berat ini. Berbagai persiapan pun telah dilakukan sekitar satu bulan.
Liputan khusus ini liputan tentang perang. Namun, kami akan memfokuskan pada persoalan-persoalan kemanusiaan dan upaya sekecil apa pun untuk terwujudnya perdamaian.
”The more you sweat in peace, the less you bleed in war.” Norman Schwarzkopf, jenderal bintang empat AS yang juga veteran Perang Vietnam, mengingatkan, semakin banyak kita berkeringat dalam perdamaian, semakin sedikit kita berdarah dalam perang.
Pendekatan jurnalisme damai yang kini banyak dikembangkan media arus utama berbeda dengan pendekatan konvensional dalam meliput perang. Perang tidak dilihat sebagai hanya pertukaran kekerasan dua pihak, win and lose. Pers justru harus proaktif mewujudkan situasi win-win dan tercipta perdamaian.
Jurnalis tidak memosisikan sebagai pengawas, tetapi menyemangati perdamaian. Jurnalis tak menjadi penonton atau pengamat, tetapi merasa ikut dalam perahu untuk mewujudkan perdamaian.
Kerja jurnalistik berisiko ini juga kami ambil untuk merespons masukan pembaca. Pertemuan ombudsman harian Kompas, 22 April 2022, juga mengharapkan Kompas melihat langsung perang yang terjadi dengan perspektif Indonesia dan fokus pada masalah kemanusiaan universal.
Laporan khusus ini disajikan di harian Kompas, halaman 1 dan 4, serta di Kompas.id berupa reportase langsung sebulan penuh dimulai hari ini.
Mohon doa restu agar peliputan berjalan lancar dan kita bisa bersama-sama mendorong terciptanya perdamaian di Ukraina.