Perebutan gabah berlangsung sengit pada awal panen raya padi tahun ini. Pemerintah akan menerbitkan regulasi baru soal harga pembelian guna menjaga keseimbangan.
Oleh
Hendriyo Widi, M PASCHALIA JUDITH J, FIKRI ASHRI
·5 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Kondisi salah satu gudang Perum Bulog Kantor Cabang Cirebon, Jawa Barat, Selasa (28/2/2023), yang dipersiapkan untuk menampung beras hasil serapan petani saat panen raya yang diperkirakan akan mulai pada pertengahan Maret. Perum Bulog Kantor Cabang Cirebon menargetkan dapat menyerap beras sebanyak 70.000 ton pada panen raya di awal tahun ini.
JAKARTA, KOMPAS — Adu serap gabah dan beras terjadi di sejumlah daerah lumbung beras pada musim panen pertama tahun ini. Para pemilik modal besar dinilai menjadi penentu harga dan pemenang, sementara pelaku usaha penggilingan skala kecil dan Perum Bulog dibuat ”melongo”.
Pada panen padi awal 2023, penggilingan kecil, baik mitra Bulog maupun bukan, tak bisa segera menyerap gabah petani. Hal itu lantaran korporasi besar berani menyerap gabah petani dengan harga sangat tinggi. Demikian sebagian fenomena yang tertangkap dari sejumlah sentra padi di Jawa Barat dan Jawa Tengah dalam dua pekan terakhir.
Di Kabupaten Demak dan Sragen, Jateng, yang sudah panen akhir Januari dan Februari 2023, misalnya, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani menembus Rp 6.500-Rp 6.800 per kg. Harga itu jauh di atas harga pembelian pemerintah (HPP) GKP di tingkat petani yang berlaku kini, yakni Rp 4.200 per kg, atau HPP GKP yang diusulkan beberapa asosiasi dan organisasi tani kepada Badan Pangan Nasional pada 2 Maret 2023, yakni di kisaran Rp 5.400-Rp 5.800 per kg.
Usulan HPP itu sudah mempertimbangkan kenaikan biaya pokok produksi, di antaranya mencakup kenaikan harga bahan bakar minyak, pupuk, serta ongkos buruh tanam dan panen.
Penebas padi, Jumangin, memantau kerja buruh borongan yang sedang memanen padi yang ia tebas di Desa Pelem Gadung, Karangmalang, Sragen, Jawa Tengah, pada musim panen raya yang pertama, Rabu (1/3/2023). Harga gabah kering panen di tingkat petani Sragen dalam dua pekan terakhir ini anjlok dari Rp 5.900 per kilogram (kg) menjadi Rp 4.200 per kg.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Demak Hery Sugihartono mengatakan, petani Demak panen lebih awal dibandingkan dengan petani di daerah-daerah lumbung beras lain. Begitu panen, gabah petani langsung dibeli dengan harga tinggi oleh korporasi besar.
Petani mendapatkan bayaran tunai di tempat. Harga GKP tertinggi pada waktu itu mencapai Rp 6.800 per kg. Hal itu membuat penggilingan kecil di Demak tak bisa langsung menyerap gabah petani. Harga serapan yang tinggi itu akhirnya mendongkrak harga GKP petani di daerah-daerah lain.
Jumangin (48), penebas GKP petani di Desa Pelem Gadung, Kecamatan Karangmalang, Kabupaten Sragen, mengaku sempat memasok GKP ke pabrik beras besar di Nganjuk, Jawa Timur. Waktu itu, pabrik tersebut berani membeli GKP seharga Rp 6.500 per kg.
Jumair (48), pelaku usaha penggilingan kecil mitra Bulog Cirebon, mengatakan, hingga pekan akhir Februari 2023, dirinya belum bisa memasok beras ke Bulog karena harga GKP di petani masih berkisar Rp 4.700-Rp 4.800 per kg. Sebelumnya, harga GKP sempat Rp 6.500-Rp 6.800 per kg.
Pengurus Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Jabar, Masroni, menyebutkan, perebutan GKP terjadi antara penggilingan kecil, menengah, besar, dan Bulog. Korporasi besar membutuhkan GKP untuk memproduksi beras premium, sedangkan penggilingan kecil menengah dan Bulog untuk beras medium. Sumber beras medium dan premium itu sama, yakni GKP dari petani.
Kondisi itu membuat pemerintah kesulitan meredam kenaikan harga beras dan merealisasikan cadangan beras pemerintah (CBP). Sebanyak 500.000 ton beras yang diimpor pemerintah pada Januari-Februari 2023 tak kuasa meredam lonjakan harga beras.
Pada tahun ini, Badan Pangan Nasional menargetkan Bulog dapat menyerap gabah/beras dalam negeri 2,4 juta ton. Sebanyak 70 persen di antaranya akan diserap saat panen raya pada Maret-April 2023.
Akan tetapi, Bulog mencatat, hingga akhir Februari 2023, realisasi pengadaan beras dalam negeri untuk CBP baru 15.451 ton. Stok CBP di gudang sebanyak 50.086 ton, sedangkan stok beras komersial 3.565 ton.
Guna meredam aksi korporasi besar membeli gabah dengan harga yang tinggi, Badan Pangan Nasional menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 47/TS.03.03/K/02/2023 tentang Harga Batas Atas Pembelian Gabah atau Beras pada 20 Februari 2023. Batas atas harga pembelian GKP di tingkat petani ditetapkan Rp 4.550 per kg, sementara beras medium di gudang Bulog Rp 9.000 per kg. Badan Pangan Nasional juga memberikan kelonggaran bagi Bulog untuk membeli gabah/beras di atas HPP.
SE itu dinilai dapat meredam korporasi besar membeli gabah petani dengan harga tinggi. Namun, tanpa merevisi batas bawah harga HPP GKP, SE itu justru dinilai jadi bumerang bagi petani. Harga GKP di tingkat petani anjlok di kisaran Rp 4.200-Rp 4.500 per kg, bahkan ada yang Rp 3.800 per kg.
Berdasar pantauan Kompas pada 27 Februari-4 Maret 2023 di sejumlah daerah di Jabar dan Jateng, anjloknya HPP GKP petani tak hanya disebabkan implementasi SE. Penurunan GKP juga akibat panen semakin luas dan curah hujan yang tinggi.
Pada 7 Maret 2023, Badan Pangan Nasional mencabut SE itu. Seiring pencabutan itu, harga GKP petani di sejumlah daerah di Jatim yang semula Rp 4.650 per kg naik kembali menjadi Rp 5.700 per kg.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, Selasa (7/3/2023), mengungkapkan, SE diterbitkan guna meredam korporasi besar membeli gabah/beras dengan harga tinggi. Hal itu dapat mematikan penggilingan kecil dan membuat harga beras di konsumen melambung. ”Sehari setelah SE dicabut, korporasi besar telah membeli GKP petani dengan harga tinggi, yakni Rp 5.700 per kg, di Mojokerto dan Ngawi, Jawa Timur, sebelumnya Rp 4.650 per kg,” ujarnya.
Arief menambahkan, pemerintah akan membuat patokan harga yang wajar bagi petani, penggilingan, dan konsumen. Pemerintah sedang merumuskan HPP yang baru.
Pekerja sedang mengecek kadar air pada gabah yang sedang dikeringkan dengan mesin pengering milik Koperasi Serba Usaha Citra Kinaraya di Mlatiharjo, Gajah, Demak, Jawa Tengah, Jumat (3/3/2023). Badan Pangan Nasional menerapkan harga fleksibilitas gabah kering giling (GKG) Rp 5,750 per kg dari harga pembelian pemerintah (HPP) GKG Rp 5.250 per kg. Sedangkan fleksibilitas harga beras Rp 9.000 per kg, dari HPP beras Rp 8.300.
Saat panen raya di Kebumen, Jateng, Presiden Joko Widodo mengakui, harga GKP di petani senilai Rp 4.200 per kg terlalu rendah. Presiden telah meminta Badan Pangan Nasional untuk membuat HPP gabah/beras dapat menguntungkan semua pihak, baik petani, pedagang, penggilingan, maupun konsumen (Kompas, 9/3/2023).
Terkait itu, Badan Pangan Nasional menyatakan bakal segera menerbitkan HPP baru gabah/beras. Menurut Arief, usulan HPP terbaru telah memperhatikan masukan semua pemangku perberasan dengan mempertimbangkan aspek-aspek terkait.
Kesimbangan harga
Hery Sugihartono dan Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menilai, harga batas atas dan bawah yang ditetapkan pemerintah pada akhirnya memberi celah bagi korporasi besar untuk membeli hasil panen petani dengan harga lebih murah. Padahal, mereka akan mengolah GKP itu menjadi beras premium yang harganya lebih tinggi dari beras medium.
Menruut Hery, di saat SE itu dicabut, korporasi besar kembali memilki ruang untuk membeli gabah petani dengan harga tinggi. Di satu sisi, petani sangat diuntungkan. Di sisi lain, konsumen menjadi terbebani karena harga beras kembali naik. ”Pemerintah harus membuat keseimbangan harga yang tidak merugikan petani, penggilingan kecil, dan konsumen,” katanya.
Anggota Dewan Penasihat PP Perhepi, M Husein Sawit, berpendapat, pemerintah harius berhati-hati dalam menetapkan rentang harga di pasar atau harga eceran tertinggi (HET) beras dengan HPP gabah di tingkat petani dan penggilingan. Jika rentang kedua harga terlalu sempit, stabilitas harga memang terjadi. Namun, hal itu justru membuat swasta kurang tertarik menguasai stok, karena berpotensi merugikan mereka.
Dampaknya, daya serap gabah petani turun. Bila terjadi kenaikan harga beras di pasar konsumen seperti saat ini, penyerapan menjadi sulit dikelola, apalagi CBP di Bulog rendah. Kondisi itu justru memperangkap pemerintah untuk mengimpor beras.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Buruh borongan meninggalkan sawah saat mereka sedang memanen padi karena turun hujan di kawasan Karang Dungan, Kecamatan Tangkil, Sragen, Jawa Tengah, Rabu (1/3/2023).
Sebaliknya, jika rentang harga terlalu lebar, lanjut Husein, stabilitas harga memang menjadi tidak terlalu ketat. Namun, kondisi itu justru akan membuat swasta semakin tertarik memegang stok sehingga harga gabah di tingkat petani tidak terlalu tertekan.
Kondisi itu juga membuat pemerintah menguasai stok yang wajar dan tidak terlalu masif mengintervensi pasar. Intervensi pasar hanya dibutuhkan saat paceklik saja.
”Oleh karena itu, pemerintah harus benar-benar dapat membuat rentang harga yang wajar, tidak terlalu sempit dan tidak terlalu lebar. Jangan sampai menjadikan inflasi sebagai acuan utama dalam pembentukan harga tersebut. Pembentukan harga di tingkat petani dan penggilingan juga perlu diperhatikan,” ujarnya dalam diskusi ”Efektivitas Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) sebagai Stabilitator Pasokan dan Harga Beras” yang digelar Alinea.id pada 3 Maret 2023.