Pemerintah Hadapi Tantangan Ganda Stabilkan Harga Beras
Pemerintah menghadapi tantangan ganda menstabilkan harga beras. Tantangan itu adalah hasil panen masih belum optimal dan gabah tidak memenuhi persyaratan untuk diserap Bulog lantaran kadar airnya tinggi.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J, Hendriyo Widi
·4 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Buruh borongan asal Ngawi sedang memanen padi di Desa Pelem Gadung, Karangmalang, Sragen, Jawa Tengah, pada musim panen raya yang pertama, Rabu (1/3/2023). Harga gabah kering panen di tingkat petani Sragen dalam dua pekan terakhir ini anjlok dari Rp 5.900 per kilogram (kg) menjadi Rp 4.200 per kg.
KUDUS, KOMPAS — Dalam menstabilkan harga, pemerintah menghadapi tantangan ganda. Di hulu, harga gabah di tingkat petani anjlok dan kadar airnya tinggi sehingga belum tentu dapat diserap untuk cadangan beras pemerintah atau CBP. Di hilir, hasil panen belum optimal untuk menstabilkan harga beras.
Harga gabah cenderung menurun menjelang panen raya. Badan Pusat Statistik mendata, rata-rata nasional harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani turun 2,16 persen dari Rp 5.837 per kilogram (kg) pada Januari 2023 menjadi Rp 5.711 per kg pada Februari 2023.
Bahkan, data Serikat Petani Indonesia menunjukkan, harga GKP di tingkat petani di Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, dan Mojokerto di Jawa Timur menyentuh angka Rp 3.500 per kg setelah pengumuman Surat Edaran Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 47/TS.03.03/K/02/2023 tentang Harga Batas Atas Pembelian Gabah atau Beras. Sebelumnya, harga GKP di tingkat petani di wilayah tersebut berkisar Rp 5.600 per kg.
Di sisi lain, harga beras di tingkat konsumen cenderung meningkat. Data BPS menunjukkan, rata-rata nasional harga beras di tingkat pedagang eceran meningkat 2,63 persen dari Rp 12.371 per kg pada Januari 2023 menjadi Rp 12.699 per kg pada Februari 2023.
Direktur Perencanaan dan Pengembangan Perum Bulog periode 2007-2009 sekaligus pengamat pertanian Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta, Mohammad Ismet, mengatakan, ketidakstabilan harga tersebut disebabkan belum meratanya panen yang masih terjadi di sentra produksi tertentu. ”Harga di konsumen masih tinggi karena suplai dari produsen belum banyak. Di sisi lain, proses pascapanen terganggu karena curah hujan,” katanya saat dihubungi, Kamis (2/3/2023).
Harga di konsumen masih tinggi karena suplai dari produsen belum banyak.
Menurut Ismet, terganggunya proses pascapanen itu membuat Bulog sulit menyerap gabah dari petani karena kualitas kadar airnya belum tentu memenuhi persyaratan. Fasilitas mesin pengering masih terbatas. Padahal, meningkatnya hasil panen membuat harga gabah di tingkat petani cenderung menurun. Gangguan pascapanen tersebut membuat harga kian anjlok.
Oleh sebab itu, pemerintah melalui Bulog perlu menspesifikkan lokasi operasi pasar untuk menstabilkan harga beras di tingkat konsumen dan wilayah penyerapan untuk menstabilkan harga gabah di tingkat petani. Operasi pasar dan penyerapan sebaiknya tidak di wilayah yang sama. Harga beras dan jumlah produksi gabah menjadi indikatornya.
Sementara ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, berpendapat, serapan Bulog belum optimal karena terjadi ancaman penurunan produksi akibat panen raya yang tak maksimal. ”Bulog perlu merelaksasi syarat kualitas yang diserap. Di sisi lain, petani sebaiknya perlu panen lebih cepat jika padi sudah tergolong dapat dipanen,” ujarnya.
Data Bulog menunjukkan, pengadaan dalam negeri untuk CBP sepanjang 2023 hingga akhir Februari mencapai 15.451 ton. Jika dibandingkan, pengadaan Bulog sepanjang Januari-Februari 2022 mencapai 15.366 ton.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan, pemerintah terus berupaya mengendalikan harga beras, salah satunya melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Pengendalian harga beras menjadi kunci untuk menjaga inflasi pangan, terlebih menjelang hari besar keagamaan nasional. ”Sampai dengan 1 Maret, Bulog telah menyalurkan 413.000 ton beras untuk SPHP,” katanya melalui siaran pers yang diterima, Kamis (2/3).
Sampai dengan 1 Maret, Bulog telah menyalurkan 413.000 ton beras untuk SPHP.
Lanskap lahan persawahan yang terendam banjir di Desa Wates, Undaan, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (2/3/2023). Sebagian lahan yang terendam banjir tersebut ditanami padi yang sudah memasuki masa panen. Banjir yang terjadi lebih dari sepekan ini telah merendam sawah seluas lebih dari 2.200 hektar di Kudus.
Gagal panen
Tak hanya kadar air tinggi, sejumlah petani mengalami gagal panen akibat banjir yang berujung pada kerugian. Misalnya di Kudus, Jawa Tengah. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kudus mendata, hingga Kamis (2/3) pukul 12.00, luas sawah yang tergenang banjir mencapai 2.216 hektar.
Sekitar pukul 13.00, Kamis (2/3), hujan deras mengguyur Desa Wates, Kecamatan Undaan, Kudus. Lahan sawah di kiri-kanan jalan desa tersebut tampak terendam banjir. Di permukaan air, tampak bulir-bulir padi yang kira-kira berusia 80-90 hari. Beberapa di antaranya sudah dipanen dengan cara memotong bagian bulir gabah.
Haryadi (40), petani asal Desa Water, menyebutkan, sawahnya yang kira-kira seluas 8 hektar sudah sepekan terendam banjir. ”Saya gagal panen. Mestinya minggu depan saya panen,” katanya saat ditemui, Kamis.
Untuk merawat dan menyewa lahan sawahnya selama setahun, Hariyadi mengeluarkan uang hingga Rp 250 juta. Apabila dia berhasil panen, dia bisa mendapatkan sekitar Rp 220 juta. Dia juga berupaya memanen gabah yang masih bisa diselamatkan. Akan tetapi, biaya yang dikeluarkan bisa mencapai Rp 500.000-Rp 1 juta.
Selain di Kudus, banjir juga menggenangi persawahan di sejumlah sentra padi. Saat meninjau sawah terdampak banjir di Desa Ciptamargi, Kecamatan Cilebar, Karawang, Jawa Barat, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pihaknya akan menurunkan pompa-pompa air bagi daerah yang masih bisa diselamatkan.
Adapun jumlah lahan yang tergenang banjir mencapai 6.879 hektar. ”Seminggu ke depan akan kami pantau. Setelah surut, kami tanam ulang,” kata Syahrul dalam siaran pers.
Saat meninjau lahan sawah terdampak banjir di Desa Ciptamargi, Kecamatan Cilebar, Karawang, Jawa Barat, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, Kementerian Pertanian akan menurunkan pompa-pompa air bagi daerah yang masih bisa diselamatkan. Adapun jumlah lahan yang tergenang banjir mencapai 6.879 hektar atau 51 persen dari luas tanam se-Kabupaten Karawang.
”Seminggu ke depan akan kita pantau. Setelah surut, kita tanam ulang,” kata Syahrul melalui siaran pers yang diterima, Kamis (2/3).