Perdagangan Multilateral Tumbuh di Tengah Rivalitas Blok Ekonomi
Perdagangan multilateral tetap tumbuh di tengah menguatnya rivalitas blok ekonomi Barat dan Timur. Di tengah kondisi itu, daya tahan ekspor Indonesia yang pasar utamanya tengah ”melempem” diuji.
Selama setahun perang Rusia-Ukraina, pertumbuhan perdagangan global cukup resilien. Kinerja perdagangan tersebut tak seburuk perkiraan awal Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO. Fenomena menarik juga muncul, perdagangan multilateral tumbuh di tengah rivalitas geopolitik atau dua blok ekonomi, yakni Barat dan Timur, yang semakin menguat.
Hal itu terjadi lantaran setiap negara memiliki cara beradaptasi dengan dampak ekonomi yang muncul akibat perang. Di sisi lain, Rusia yang menginvasi Ukraina sejak 24 Februari 2022 justru mampu menumbuhkan ekspor berkat China. Adapun Ukraina mampu menjaga ekspor tidak turun drastis lantaran mendapatkan bantuan dari dua negara tetangga, yakni Polandia dan Hongaria.
Hal itu mengemuka dalam laporan bertajuk ”Setahun Perang di Ukraina: Menilai Dampaknya terhadap Perdagangan dan Pembangunan Global” yang dipublikasikan WTO pada 23 Februari 2023 di Geneva, Swiss. Perang dua negara bekas Uni Soviet itu terjadi sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022.
Kepala Ekonomi sekaligus Direktur Divisi Riset Ekonomi dan Statistik WTO Ralph Ossa mengatakan, perang Rusia-Ukraina telah menekan pertumbuhan perdagangan dunia. Namun, dampaknya tidak sebesar yang dikhawatirkan sebelumnya.
Pada awal perang tersebut, WTO menurunkan perkiraan pertumbuhan perdagangan dunia dari 4,7 persen menjadi di kisaran 2,4 persen hingga 3 persen. Angka pertumbuhan tersebut kemudian kembali direvisi menjadi 3,5 persen mengingat pertumbuhan perdagangan aktual melebihi perkiraan sebelumnya. Pada April 2023, WTO akan merivisi proyeksi pertumbuhan perdagangan global yang semula diperkirakan sebesar 1 persen.
”Banyak negara yang paling terpengaruh konflik tersebut menemukan sumber pasokan alternatif. Ini membuktikan perdagangan internasional selama setahun perang Rusia-Ukraina cukup resilien,” kata Ossa melalui siaran pers.
Banyak negara yang paling terpengaruh konflik tersebut menemukan sumber pasokan alternatif. Ini membuktikan perdagangan internasional selama setahun perang Rusia-Ukraina cukup resilien.
Baca juga : Simpul Gordian
WTO menunjukkan, Mesir yang sangat bergantung pada gandum Ukraina mendapatkan pasokan alternatif gandum dari Uni Eropa (UE). Turki mengimbangi penurunan impor gandum dengan meningkatkan impor beras.
Etiopia yang mengandalkan gandum Rusia sebesar 14 persen dan Ukraina 31 persen kehilangan sumber pasokan. Sebagai gantinya, Etiopia mengimpor gandum dari Amerika Serikat dan Argentina. Kedua negara tersebut berkontribusi terhadap impor gandum Etiopia masing-masing 21 persen dan 20 persen.
Blok ekonomi
Sementara Rusia justru mampu meningkatkan ekspor pada 2022, yakni mencapai 15,6 persen, ditopang oleh minyak mentah, sereal, dan pupuk. China berkontribusi besar terhadap ekspor Rusia tersebut. Departemen Bea dan Cukai China mencatat, nilai perdagangan China-Rusia pada 2022 mencetak rekor tertinggi, yakni senilai 1,28 triliun yuan.
Impor gas cair China dari Rusia meningkat dua kali lipat dan impor minyak mentah naik 10 persen. Selain China, Rusia juga mendapatkan permintaan dari India dan Turki. Di sisi lain, sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, Polandia, Finlandia, dan Korea Selatan, mengurangi impor dari negara tersebut.
Sebaliknya, kinerja ekspor Ukraina pada 2022 turun sebesar 30 persen. Namun, sejumlah negara tetangga, seperti Polandia dan Hongaria, meningkatkan impor produk pertanian dari Ukraina. WTO dan sejumlah lembaga dunia juga memfasilitasi ekspor biji-bijian Ukraina, terutama ke sejumlah negara di Afrika melalui Prakarsa Butir Laut Hitam. Hal ini membuat kinerja ekspor Ukraina tidak turun terlalu dalam.
Baca juga : Setahun Invasi, AS-UE Kembali Hujani Rusia dengan Sanksi
Melihat fenomena itu, WTO menilai perdagangan multilateral tetap tumbuh di tengah menguatnya fragmentasi blok ekonomi Barat dan Timur. Hal itu membuat WTO mengoreksi potensi kehilangan pendapatan produk domestik bruto (PDB) dunia akibat fragmentasi itu dari 5,4 persen menjadi 3,2 persen dari total PDB dunia 2021 yang sebesar 96,51 triliun dollar AS.
”Di tengah fragmentasi itu, negara-negara berkembang dan kurang berkembang yang dalam posisi netral tetap dapat mengakses kedua blok tersebut. Selain itu, ada potensi kehilangan PDB yang cukup besar jika terjadi decoupling atau pemisahan antara ekonomi negara yang memiliki keterikatan kuat dengan kedua blok ekonomi itu,” sebut laporan itu.
Perdagangan multilateral tetap tumbuh di tengah menguatnya fragmentasi blok ekonomi Barat dan Timur.
Sementara itu, bagi Indonesia, perang Rusia-Ukraina menyebabkan Indonesia kehilangan salah satu sumber pasokan gandum impor. Kenaikan harga minyak mentah dunia akibat imbas perang itu juga membuat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada awal September 2022. Kenaikan harga BBM tersebut berimbas pada kenaikan biaya transportasi dan produksi serta harga pangan pokok.
Selain itu, terhambatnya ekspor biji-bijian dan minyak nabati dari Rusia dan Ukraina juga memengaruhi harga kedelai dunia, termasuk kedelai impor di Indonesia. Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan mencatat, harga kedelai impor dan tepung terigu per 24 Februari 2023 masing-masing Rp 15.500 per kilogram (kg) dan 13.300 per kg. Jika dibandingkan dengan setahun sebelumnya, harga kedelai impor naik 16,54 persen dan harga tepung terigu naik 23,15 persen.
Baca juga : Harga BBM dan Bahan Pangan Impor Masih Pengaruhi Inflasi
Upaya Indonesia
Di sisi lain, Indonesia mendapatkan windfall atau durian runtuh dari kenaikan harga komoditas global, seperti minyak sawit mentah (CPO) dan batubara. Hal ini membuat neraca perdagangan RI pada Desember 2022 surplus sebesar 3,89 miliar dollar AS, melanjutkan tren surplus selama 32 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Neraca perdagangan RI sepanjang 2022 juga surplus sebesar 54,46 miliar dollar AS, naik cukup tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2021 sebesar 35,42 miliar dollar AS.
Pemerintah Indonesia dan pelaku industri berupaya menjaga kinerja ekspor untuk menjaga neraca perdagangan tetap surplus. Pemerintah sedang menggodok pembentukan satuan tugas khusus untuk mendorong perluasan pasar ekspor bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).
Pemerintah juga berencana mendorong ekspor ke pasar-pasar nontradisional. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan, saat ini ekspor ke Amerika Serikat dan UE tengah melambat. Namun, pemerintah akan mencarikan pasar lain, termasuk untuk UKM, di kawasan Asia Selatan, seperti Pakistan, India, dan Bangladesh.
Pelaku industri mebel dan kerajinan di Tanah Air yang tengah mengalami penurunan permintaan dari pasar utama, yakni Amerika Serikat dan UE, juga akan meningkatkan penetrasi ke pasar-pasar nontradisional. Negara yang disasar antara lain India, Brasil, Afrika Selatan, Turki, Qatar, Arab Saudi, dan Kuwait.
”Kami akan berupaya memanfaatkan perjanjian dagang yang sudah ada dengan sejumlah negara tersebut, melakukan penjajakan bisnis dan misi dagang, mengikuti pameran-pameran internasional, membuat e-katalog produk ekspor, dan bekerja sama dengan diaspora Indonesia di sejumlah negara,” kata Ketua Presidium Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur.
Baca juga : Ekspor Mebel Tetap Tumbuh kendati Prospek Pasar Belum Stabil
Adapun Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berupaya memperkuat kerja sama perdagangan, investasi, dan inovasi di Asia Tenggara dalam keketuaan Indonesia di ASEAN. Salah satu upaya yang digulirkan adalah menggelar roadshow Dewan Penasihat Bisnis ASEAN (ASEAN Business Advisory Council/ASEAN BAC) di Singapura dan Filipina.
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan, ada tiga nilai yang menjadi inti ASEAN BAC, yakni sentralitas, inovasi, dan iklusivitas. ASEAN BAC juga memiliki lima prioritas dan tujuh proyek warisan (legacy project). ”Beberapa di antaranya adalah kode QR ASEAN, platform Digital ASEAN, Wiki Wirausaha, ASEAN sebagai hub bebas emisi dan pusat perdagangan karbon, dan membangun rantai pasok terintegrasi berbasis kemitraan (inclusive closed loop) sektor pertanian ASEAN,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta.
Baca juga : ASEAN Jadi Pangsa Pasar Ekspor Nonmigas Terbesar Kedua RI