Pemerintah mesti memperkuat kontrol sejak importasi hingga distribusi agar rembesan gula industri tak mengganggu gula petani. Audit harus dilakukan untuk mengidentifikasi produksi dan jalur distribusi gula rafinasi.
Ketergantungan Indonesia terhadap gula impor semakin tinggi seiring kian surutnya porsi gula produksi dalam negeri. Para petani tebu menagih keberpihakan pemerintah untuk membenahi kusutnya problem pergulaan nasional.
Regulasi dan pengawasan yang longgar serta selisih harga membuat potensi rembesan gula rafinasi ke pasar gula konsumsi terus terjadi. Pemerintah mesti memperkuat kontrol untuk mencegah rembesan bertambah besar.
Regulasi baru membuka peluang impor gula mentah bagi industri berbasis tebu guna mencukupi kebutuhan konsumsi. Ada celah yang justru berpotensi semakin menekan petani tebu di dalam negeri.
Pengelola pasar perlu membangun aplikasi pangkalan data untuk memfasilitasi para pedagang guna masuk ke pasar daring. Pemda juga mesti berperan aktif memberikan afirmasi kebijakan yang dibutuhkan untuk mendukungnya.
Kemendag memperkirakan stok daging sapi di kawasan Jabodetabek dan Bandung Raya pada Mei 2021 akan defisit 9.424 ton. Sapi lokal dari daerah lain dan sapi impor menjadi andalan menutup defisit kebutuhan daging itu.
Segenap indikator dinilai tidak mendukung urgensi impor 1 juta ton beras. Keputusan impor mesti memiliki dasar kuat karena akan berdampak langsung ke pendapatan belasan juta rumah tangga petani padi di Indonesia.
Hingga Selasa (23/3/2021), realisasi pengadaan beras oleh Bulog baru mencapai 138.445 ton, sekitar 9,54 persen dari target 1,45 juta ton tahun ini. Rendahnya penyerapan beras turut menekan harga di tingkat petani.
Ibarat jatuh tertimpa tangga. Rencana impor beras 1 juta ton menekan harga gabah petani yang sedang panen raya. Petani kini mengandalkan pembelian Bulog agar harga gabah bisa naik kembali.