ASEAN Jadi Pangsa Pasar Ekspor Nonmigas Terbesar Kedua RI
ASEAN bisa menjadi salah satu alternatif bagi Indonesia untuk menjaga kinerja ekspor. Hal itu diperlukan lantaran surplus neraca perdagangan RI terhadap seluruh negara mitra dagang semakin menyempit.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Kapal kontainer meninggalkan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, setelah bongkar muat peti kemas, Kamis (2/2/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN menjadi pangsa pasar ekspor terbesar kedua Indonesia setelah China. Di tengah perlambatan ekonomi global tahun ini, RI dapat mendorong ekspor ke ASEAN yang pertumbuhan ekonominya diperkirakan masih relatif baik.
Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (15/2/2023), merilis, ekspor nonmigas Indonesia ke ASEAN pada Januari 2023 mencapai 3,3 miliar dollar AS atau sekitar Rp 50,05 triliun (mengacu kurs Jisdor Rp 15.168 per dollar AS). Komoditas utama ekspor RI ke ASEAN adalah bahan bakar mineral serta kendaraan dan bagiannya.
Di kawasan itu, pangsa ekspor RI terbesar adalah Filipina dan Malaysia, masing-masing senilai 1,03 miliar dollar AS dan 926,6 juta dollar AS. Kemudian disusul ekspor ke Singapura yang senilai 807,3 juta dollar AS.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah mengatakan, ASEAN berkontribusi sebesar 18,86 persen terhadap total ekspor nonmigas RI pada Januari 2023 yang senilai 20,23 miliar dollar AS. ASEAN menjadi pangsa pasar ekspor kedua terbesar setelah China yang berkontribusi sebesar 25,22 persen.
”Hal ini menjadi peluang positif bagi ekspor RI di tengah keketuaan Indonesia di ASEAN pada 2023. Apalagi, dalam lima tahun terakhir, surplus neraca perdagangan RI terhadap ASEAN terus meningkat,” ujarnya dalam konferensi pers secara hibrida di Jakarta.
ASEAN berkontribusi sebesar 18,86 persen terhadap total ekspor nonmigas RI pada Januari 2023 yang senilai 20,23 miliar dollar AS. ASEAN menjadi pangsa pasar ekspor kedua terbesar setelah China yang berkontribusi sebesar 25,22 persen.
Perkembangan neraca perdagangan Indonesia dengan negara-negara di ASEAN.
Sepanjang 2018-2022, surplus neraca perdagangan nonmigas RI terhadap ASEAN terus meningkat. Pada 2018, surplus neraca tercatat 3,92 miliar dollar AS. Surplus kian membesar hingga mencapai 20,42 miliar dollar AS pada 2022.
Adapun pada Januari 2023, neraca perdagangan RI atas ASEAN masih surplus sebesar 1,42 miliar dollar AS. Dari sembilan negara anggota ASEAN lainnya, RI hanya mengalami defisit neraca perdangan dengan Thailand sebesar 398,8 juta dollar AS dan Laos 10,8 juta dollar AS.
BPS juga mencatat, pada Januari 2023 impor RI dari ASEAN juga terbesar kedua setelah China, yakni senilai 2,51 miliar dollar AS. Komoditas impor utama RI dari kawasan ini adalah mesin/perlengkapan elektrik dan mekanis. Impor terbesar RI berasal dari Thailand dan Singapura yang masing-masing senilai 895 juta dollar AS dan 565,2 juta dollar AS.
Bank Pembangunan Asia memperkirakan ekonomi negara-negara ASEAN akan tumbuh lebih baik dibandingkan dengan ekonomi global pada tahun ini.
Sementara itu, Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan ekonomi negara-negara ASEAN akan tumbuh lebih baik dibandingkan dengan ekonomi global pada tahun ini. Pada 2023, ekonomi ASEAN diproyeksikan tumbuh 4,7 persen, di atas pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan 2,7 persen.
Pertumbuhan investasi dan perdagangan ASEAN itu akan ditopang implementasi perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) dan Perjanjian Komprehensif dan Progresif Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP).
Hal ini membuat negara-negara di Asia Tenggara tersebut masih menarik untuk investasi dan pengembangan rantai pasok nilai global. Apalagi, China yang merupakan salah satu mitra dagang terbesar ASEAN diperkirakan mulai membaik perekonomiannya.
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Warga berfoto di depan logo ASEAN Indonesia 2023 di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (12/2/2023). Hujan mengguyur wilayah Jakarta sejak Sabtu (11/2/2023) malam hingga Minggu (12/2) pagi.
Surplus menyempit
Kendati peluang peningkatan ekspor masih terbuka, Indonesia tetap perlu berhati-hati mengelola neraca perdagangan. Sejak November 2022, surplus neraca perdagangan Indonesia semakin menyempit. Hal itu seiring dengan penurunan harga komoditas global, termasuk batubara, bijih besi, dan minyak sawit mentah.
Analis ekonomi makro PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Irman Faiz, berpendapat, surplus neraca perdagangan RI sebesar 3,87 miliar dollar AS pada Januari 2023 menunjukkan tren penyempitan neraca perdagangan akan terus berlanjut. Hal itu terutama dipengaruhi oleh penurunan nilai ekspor akibat harga komoditas yang menurun.
”Perlambatan ekonomi global juga akan menyebabkan permintaan ekspor turun. Di sisi lain, impor berangsur-angsur akan meningkat seiring dengan ekspansi permintaan domestik,” kata Irman.
Tim ekonom Bank Danamon Indonesia memperkirakan surplus perdagangan RI pada tahun ini sebesar 37 miliar dollar AS. Surplus tersebut menyempit dari surplus perdagangan pada 2022 yang sebesar 54,46 miliar dollar AS.
Perlambatan ekonomi global juga akan menyebabkan permintaan ekspor turun. Di sisi lain, impor berangsur-angsur akan meningkat seiring dengan ekspansi permintaan domestik.
Habibullah menambahkan, kinerja ekspor Indonesia pada tahun ini tidak hanya mengalami penurunan nilai, tetapi juga volume. Batubara, misalnya. Volume ekspor komoditas itu bisa turun lantaran China sudah membuka kembali keran impor batubara dari Australia. Selain itu, India juga tengah memacu produksi batubara di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Penurunan permintaan ekspor juga terjadi pada CPO. Pada 7 Februari 2023, Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) menyebutkan, pasar CPO global tengah lesu sejak November 2022. Hal itu diindikasikan oleh menumpuknya hak ekspor CPO dan tiga produk turunannya yang didapat dari realisasi pemenuhan kewajiban memasok kebutuhan pasar domestik (DMO). Sejak November 2022 hingga Januari 2023, hak ekspor keempat komoditas itu menumpuk sebanyak 6,17 juta ton.