Program JKP Segera Berlaku, Perusahaan Wajib Daftarkan Pekerja
Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dianggarkan Rp 6 triliun di APBN 2021. Modal awal ini dibutuhkan untuk membayarkan iuran JKP, berhubung kewajiban mengiur tidak akan dibebankan ke perusahaan dan pekerja.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah mengalokasikan Rp 6 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021 untuk memulai program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Program perlindungan sosial untuk buruh/pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja itu akan dimulai tahun ini. Perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta.
Ketentuan detail mengenai penyelenggaraan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang sudah rampung disusun pemerintah, awal bulan ini, dan sedang menunggu diundangkan. JKP menambah manfaat baru dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek).
Sebelumnya, sudah ada program manfaat lain untuk pekerja di BP Jamsostek seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP). Lewat JKP, buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akan mendapat uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Kamis (11/2/2021), mengatakan, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, modal awal untuk program JKP yang disediakan pemerintah dalam APBN 2021 sebesar Rp 6 triliun. Modal awal dari APBN itu dibutuhkan untuk membayarkan iuran program JKP, berhubung kewajiban mengiur tidak akan dibebankan ke perusahaan dan pekerja.
Perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya di program JKP dan program jamsostek lainnya. Perusahaan tidak perlu menanggung iuran bulanan JKP, karena akan dibayarkan pemerintah lewat APBN dan BP Jamsostek lewat rekomposisi iuran program JKK dan JKM dan dana operasional.
"Dengan mendaftarkan pekerjanya di JKP, beban perusahaan membayar pesangon saat PHK lebih ringan," ujarnya di Jakarta.
Modal awal dari APBN 2021 sebesar Rp 6 triliun itu dibutuhkan untuk membayarkan iuran program JKP, berhubung kewajiban mengiur tidak akan dibebankan ke perusahaan dan pekerja.
Jika tidak mendaftarkan pekerjanya di JKP, pengusaha harus menanggung tanggungan pesangon sendiri, tanpa bantuan pemerintah. Pasal 37 Ayat (1) RPP tentang Penyelenggaraan Program JKP mengatur, pengusaha yang tidak mengikutsertakan pekerjanya dalam JKP wajib membayar sendiri manfaat uang tunai dan pelatihan yang seharusnya ditanggung oleh pemerintah lewat JKP, ketika terjadi PHK.
Menurut Ida, pemerintah akan mendorong peningkatan kepesertaan lewat penegakan hukum bagi pemberi kerja yang mengabaikan kewajiban mendaftarkan pekerjanya. Sesuai Peraturan Pemerintah nomor 86 Tahun 2013, pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya dalam program jaminan sosial dikenakan sanksi berupa teguran tertulis, denda, dan/atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
“Sosialisasi aktif bersama BP Jamsostek akan dilakukan kepada para stakeholder, tidak hanya ke pemberi kerja, tetapi juga para pekerja mandiri yang statusnya bukan penerima upah,” kata dia.
Saat ini, masih ada persoalan terkait cakupan kepesertaan BP Jamsostek yang minim. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, jumlah peserta BP Jamsostek pada 2020 adalah 51,75 juta orang. Sebagai perbandingan, total jumlah penduduk Indonesia yang bekerja per Agustus 2020 ialah 128,45 juta orang. Dengan demikian, kepesertaan BP Jamsostek saat ini baru mencakup sekitar 40 persen dari total penduduk bekerja.
Sekretaris Jenderal Kemnaker Anwar Sanusi menuturkan, pekerja yang selama ini sudah menjadi peserta BP Jamsostek sesuai dengan ketentuan otomatis akan menjadi peserta JKP, tanpa perlu mendaftar ulang. Sedangkan, bagi pekerja yang baru direkrut atau pekerja yang sebelum ini tidak diikutsertakan dalam program jaminan sosial, wajib mendaftarkan diri.
Pasal 6 dalam RPP tentang Penyelenggaraan Program JKP mengatur, perusahaan wajib menyerahkan formulir pendaftaran yang telah diisi lengkap ke BP Jamsostek paling lambat 30 hari sejak karyawan bersangkutan mulai bekerja.
“PP tentang JKP akan mulai berlaku sejak diundangkan. Untuk iurannya juga akan mulai dibayarkan tahun ini oleh pemerintah. Program ini tidak akan memberi beban baru bagi pekerja,” kata dia.
Saat ini, lanjut Anwar, pemerintah sedang menyiapkan beberapa hal, sehingga JKP tidak serta-merta langsung berlaku begitu PP diundangkan. Pemerintah tengah menyusun skema mekanisme iuran yang berasal dari rekomposisi program JKK dan JKM, mekanisme klaim manfaat, dan pemutakhiran sistem informasi ketenagakerjaan (Sisnaker) sebagai basis data penyelenggaraan program informasi pasar kerja.
“Kami sedang siapkan aturan main untuk rekomposisi. Ini masalah teknis yang penting karena implikasinya menyangkut berapa anggaran yang harus disiapkan pemerintah dan BP Jamsostek untuk membayar JKP. Yang jelas, meski ada rekomposisi iuran, manfaat program untuk pekerja tidak berkurang,” ujarnya.
Lewat JKP, buruh yang di-PHK akan mendapat uang tunai selama 6 bulan. Selama tiga bulan pertama setelah di-PHK, buruh akan menerima uang sebesar 45 persen dari upah per bulan yang terdaftar (dengan plafon maksimal Rp 5 juta per bulan). Sedangkan, untuk tiga bulan sisanya, buruh akan mendapat manfaat JKP sebesar 25 persen dari upah per bulan.
Selama tiga bulan pertama setelah di-PHK, buruh akan menerima uang sebesar 45 persen dari upah per bulan yang terdaftar (dengan plafon maksimal Rp 5 juta per bulan). Sedangkan, untuk tiga bulan sisanya, buruh akan mendapat manfaat JKP sebesar 25 persen dari upah per bulan.
Menurut Anwar, batas maksimal Rp 5 juta per bulan yang dimaksud bukan berarti pekerja dengan gaji di atas Rp 5 juta tidak bisa didaftarkan dalam JKP. “Pekerja yang upahnya dilaporkan lebih dari Rp 5 juta, iuran dan manfaatnya tetap dihitung berdasarkan batas atas upah yang sudah diatur, yaitu Rp 5 juta,” katanya.
Adapun syarat untuk pekerja yang menerima JKP adalah sudah terdaftar sebagai peserta selama 24 bulan, dengan masa iur 12 bulan, dan telah membayar iuran program berturut-turut selama 6 bulan sebelum PHK terjadi. Buruh yang mengalami PHK karena mengundurkan diri, cacat total tetap, pensiun, atau meninggal dunia, tidak mendapat manfaat JKP.