Bergerak Bersama demi Indonesia Raya (Arsip Kompas)
Pelantikan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai Presiden-Wakil Presiden RI 2014-2019 pada Senin (20/10/2014). Usai pelantikan di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jokowi-JK menaiki kereta kencana menuju Istana Merdeka.
Oleh
KHAERUDIN, Simon Ferry Santoso, A Haryo Damardono, ANITA YOSSIHARA, Amir Sodikin, C WAHYU HARYO P, Aryo Wisanggeni Genthong, ILHAM KHOIRI
·5 menit baca
Artikel berikut ini pernah terbit di Harian Kompas edisi 21 Oktober 2014. Kami terbitkan kembali dalam rubrik Arsip Kompas.id untuk mendampingi perilisan Narasi Fakta Terkurasi, aset NFT perdana Harian Kompas.
JAKARTA, KOMPAS — Joko Widodo-Jusuf Kalla telah sah menjadi Presiden-Wakil Presiden RI 2014-2019. Rakyat pun tumpah ruah di jalan melampiaskan kegembiraan. Mereka bergerak bersama menyambut datangnya harapan baru.
Sejak upacara pelantikan di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Senin (20/10) pagi hingga malam, rakyat merayakannya dengan penuh sukacita berjubel di jalan-jalan, bak lautan manusia.
Seusai pelantikan, saat Jokowi-JK menaiki kereta kencana menuju Istana Merdeka, warga berebut bersalaman. Sejumlah barisan parade juga memeriahkan arak-arakan. Masyarakat dengan senang menyaksikan pawai budaya tersebut.
Kendati petang sudah berubah menjadi panas dan pengap oleh aroma keringat, tak ada yang mau meninggalkan tempatnya berdiri. Kerumunan semakin padat bak lautan manusia. Mereka bergerombol menuju tugu Monas untuk menghadiri acara Syukuran Rakyat Konser Salam Tiga Jari.
”Jokowi, Jokowi, Jokowi...,” nama itu berulang kali diteriakkan ribuan orang yang berdesakan di depan panggung saat menanti kehadiran Jokowi-JK.
Ketika Jokowi tiba, penonton bersorak-sorai. Jokowi mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, menyampaikan salam tiga jari. Lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” pun berkumandang di seantero pelataran Monas. Selepas itu, rakyat kembali meneriakkan ”Jokowi, Jokowi” berulang-ulang.
Setelah doa yang dipimpin KH Hasyim Muzadi, Jokowi memotong tumpeng Nusantara, didampingi perwakilan warga dari sejumlah daerah. Jokowi lalu menyerahkan potongan tumpeng itu kepada seorang sopir taksi perempuan, Siti Nurbiah. Potongan kedua diserahkan kepada Yuliana Pigai, pedagang di pasar tradisional di Jayapura, Papua. Selepas itu, Jokowi kembali ke istana untuk menerima para tamu negara.
Pelantikan berjalan mulus
Sidang paripurna pelantikan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang dipimpin Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan di Gedung MPR/DPR/DPD, Senin pagi, berlangsung lancar. Pergantian kepemimpinan pun berjalan mulus, ditandai dengan adanya kerelaan Presiden-Wakil Presiden 2009-2014 Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Keduanya memeluk Jokowi-JK. ”Luar biasa indah,” kata Zulkifli spontan dari meja sidang.
Pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, yang dalam Pemilu Presiden 9 Juli 2014 menjadi rival Jokowi-JK, juga hadir. Prabowo yang duduk di podium bahkan memberi hormat secara militer kepada Jokowi. Tepuk tangan pun membahana dari 672 anggota MPR.
Presiden-wakil presiden terdahulu, yaitu presiden ketiga BJ Habibie, presiden kelima Megawati Soekarnoputri, wakil presiden keenam Try Sutrisno, dan wakil presiden kesepuluh Hamzah Haz, juga menghadiri acara tersebut.
Sejumlah perwakilan negara sahabat pun turut menyaksikan, seperti Perdana Menteri Australia Tony Abbott, PM Singapura Lee Hsien Loong, PM Malaysia Najib Razak, Sultan Brunei Hassanal Bolkiah, PM Papua Niugini Peter O’Neill, PM Haiti Laurent Salvador Lamothe, dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry.
Mengajak rakyat
Presiden Joko Widodo dalam pidato setelah pelantikan mengajak seluruh bangsa untuk bergotong royong supaya Indonesia menjadi bangsa besar. Indonesia takkan pernah menjadi besar jika terjebak dalam keterbelahan.
”Kepada para nelayan, buruh, petani, pedagang bakso, pedagang asongan, sopir, akademisi, guru, TNI, Polri, pengusaha, dan kalangan profesional, saya menyerukan untuk bekerja keras, bahu-membahu, dan bergotong royong. Inilah momen sejarah bagi kita semua untuk bergerak bersama untuk bekerja,” ujarnya.
Dia juga mengajak rakyat mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Seluruh rakyat juga harus bekerja sekeras-kerasnya mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. ”Samudra, laut, selat, dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk,” katanya.
Jokowi pun mengutip kata-kata Bung Karno. ”Presiden pertama Republik Indonesia Bung Karno mengatakan bahwa untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai, kita harus memiliki jiwa cakrawarti samudra; jiwa pelaut yang berani mengarungi gelombang dan empasan ombak yang menggulung,” ujar Jokowi.
Saat menutup pidatonya, Jokowi mengajak semua pihak untuk mengarungi samudra itu bersama dirinya. ”Sebagai nakhoda yang dipercaya rakyat, saya mengajak semua warga bangsa untuk naik ke atas kapal Republik Indonesia dan berlayar bersama menuju Indonesia Raya. Kita akan kembangkan layar yang kuat. Kita akan hadapi semua badai dan gelombang samudra dengan kekuatan kita sendiri,” katanya.
Harapan baru
Megawati Soekarnoputri memuji dan mendukung komitmen Presiden Joko Widodo untuk membangun kembali kejayaan Indonesia sebagai negara maritim. Indonesia sebagai negara maritim telah lama dilupakan karena pembangunan lebih banyak berorientasi daratan. Pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo dinilainya luar biasa.
”Itu sebuah komitmen yang bagus sekali. Memang disayangkan sekali bahwa selama ini kekuatan maritim kita dan hal-hal yang ada hubungannya dengan kelautan itu tidak begitu dimaksimalkan,” kata Megawati yang juga Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Boediono juga menilai kebijakan Jokowi itu sebagai langkah tepat. Konektivitas laut itu secara ekonomis akan mendukung kesatuan ekonomi nasional.
”Memang harus kita bangun konektivitas kelautan karena di situlah perekat kita sebagai negara kesatuan, sebagai kesatuan ekonomi, dengan 75 persen wilayah negara itu laut,” ujarnya.
Kematangan demokrasi
Dengan lancarnya pelantikan Jokowi-JK ini, Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik lega karena berarti peralihan kepemimpinan berlangsung mulus. Hal ini baik bagi kehidupan demokrasi. ”Ini akan membawa kesejukan tersendiri melihat para pemimpin bisa bersatu untuk Indonesia yang lebih baik,” katanya.
Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif juga menggarisbawahi, pelantikan presiden dan wapres yang damai dan saling menghargai ini memperlihatkan kematangan bangsa Indonesia dalam berdemokrasi. Ini modal yang sangat berharga bagi bangsa untuk mengembangkan demokrasi dan keadaban yang lebih maju pada masa depan.
”Peristiwa ini menunjukkan tingkat kematangan pemimpin politik dan keadaban kita sebagai bangsa. Ini momen penting yang meloloskan bangsa ini dari ujian sejarah,” kata Yudi Latif.
Antusiasme rakyat di ruang publik juga mengindikasikan Jokowi adalah pemimpin yang cocok dengan tuntutan zaman. Indonesia telah melewati tipe pemimpin tradisional yang datang dengan watak dominan, melahirkan apatisme publik, dan ketidakpercayaan terhadap politik.
Jokowi-JK membawa politik harapan, sebagai primus interpares, yang menggalang kerja sama semua pihak dengan tidak mengambil jarak dari rakyat.
”Antusiasme rakyat menunjukkan besarnya harapan rakyat kepada pemimpin baru. Balasan yang setimpal atas antusiasme dukungan rakyat itu adalah bekerja sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,” kata Yudi. (BIL/FER/RYO/NTA/AMR/WHY/ROW/IAM)