Enam Kementerian Siapkan Regulasi Keterbukaan Data Pemilik Manfaat Korporasi
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia beserta lima kementerian lain bersepakat menandatangani nota kesepahaman atas penguatan dan pemanfaatan basis data pemilik manfaat.
Oleh
Sharon Patricia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia beserta lima kementerian lain bersepakat menandatangani nota kesepahaman atas penguatan dan pemanfaatan basis data pemilik manfaat. Kerja sama ini penting untuk mengungkap pemilik manfaat korporasi guna mencegah terjadinya tindak pidana korporasi.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan, tantangan dalam penegakan hukum khususnya tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan tindak pidana pendanaan terorisme adalah pengungkapan dari pemilik manfaat korporasi. Sebab, selama ini masih banyak upaya pengelabuan informasi pemilik manfaat.
”Pengelabuan informasi biasanya dilakukan melalui tindakan-tindakan berlapis dengan menggunakan corporate vehicle (perusahaan tunggangan), antara lain shell companies (perusahaan cangkang) atau nominees (pinjam nama). Misalnya, saya menanam uang dalam satu korporasi, tapi saya enggak mau nama saya ada di situ, jadi pakai nominee orang lain yang berpotensi menimbulkan tindak pidana,” kata Yasonna, di Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Paparan ini disampaikan dalam acara penandatanganan nota kesepahaman terkait ”Penguatan dan Pemanfaatan Basis Data Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana bagi Korporasi”.
Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan bersama dengan lima kementerian lain, yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Yasonna melanjutkan, setelah penandatanganan nota kesepahaman akan segera diterbitkan peraturan menteri. Dengan begitu, pemilik utama dari suatu korporasi akan lebih jelas sebab kepemilikan badan hukum harus benar diketahui.
Pengelabuan informasi biasanya dilakukan melalui tindakan-tindakan berlapis dengan menggunakan corporate vehicle (perusahaan tunggangan), antara lain shell companies (perusahaan cangkang) atau nominees (pinjam nama).
”Ada tahapan-tahapan yang harus dilaporkan pemilik saham yang juga disertai data pendukung agar pengenalan akan pemilik perusahaan lebih mudah. Tentu kami juga akan menerapkan sanksi bagi yang melanggar, bisa sampai pada pencabutan izin notaris,” kata Yasonna.
Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil juga menyampaikan dukungannya. Menurut dia, melalui kerja sama ini pemerintahan juga akan menjadi lebih baik.
”Semua menjadi transparan, termasuk di bidang pertanahan, juga dalam soal aset-aset yang terkait dengan agraria dan tata ruang. Kepastian hukum atas persoalan sengketa akan lebih terjamin melalui kewajiban pelaporan tersebut,” kata Sofyan.
Kepastian hukum
Menurut Yasonna, Indonesia dalam proses menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF). Langkah itu terkait dengan upaya perolehan kepercayaan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dalam berusaha dan memastikan badan usaha di Indonesia tidak dimanfaatkan untuk melakukan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Tindakan konkret Indonesia dalam memenuhi salah satu dari 40+9 rekomendasi FATF adalah regulasi yang mengatur tentang pemilik manfaat dalam korporasi. Regulasi itu berupa Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif berharap kiranya nota kesepahaman dapat ditindaklanjuti dengan hal yang lebih konkret. Misalnya, tiap perusahaan di Indonesia yang terdaftar di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham ada informasi tentang kepemilikan perusahaan agar lebih transparan.
Dalam strategi melakukan pencegahan korupsi, Laode menyampaikan bahwa Kemenkumham perlu menyiapkan tata cara mengenai pemilik manfaat. Kedua, terkait pendaftaran koperasi agar data koperasi dan UKM dapat diintegrasikan. Ketiga adalah terkait pengawasan benefecial ownership.
”Kalau semua tata caranya sudah lengkap dan dapat diimplementasikan dalam peraturan Menkumham, insya Allah banyak sekali kita manfaatkan,” kata Laode.
Iklim usaha
Yasonna menyampaikan, penegakan hukum yang efektif merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan ekonomi Indonesia. Iklim usaha dan investasi yang kondusif dan atraktif hanya akan terwujud dengan adanya jaminan kepercayaan atau trust dari pelaku usaha, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
”Trust itu dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum bagi pelaku usaha dan investor, baik dari sejak pendirian badan usaha, pengurusan perizinan, hingga tersedianya penyelesaian sengketa yang adil dan transparan,” paparnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyampaikan hal senada. Menurut dia, pertukaran data, terutama beneficial ownership, akan melengkapi data yang selama ini diperoleh melalui akses informasi.
”Dengan begitu, kita akan mendapat konsistensi informasi mengenai siapa the ultimate beneficial (yang paling diuntungkan) yang selama ini menjadi kesulitan pada saat kita mau melakukan penghitungan perpajakan,” kata Sri.
Maka lebih baik bagi para pelaku usaha untuk menjadi legal dan transparan akan daripada menggunakan nominee. Peraturan ini juga akan menciptakan suatu tata kelola yang lebih transparan, akuntabel, dan konsisten terutama di sektor swasta.
Laode menegaskan, peraturan ini bukan untuk menghukum dunia usaha, melainkan untuk melindungi dunia usaha. Sebab, akan menciptakan sistem transparansi keuangan dan transparansi kepemilikan korporasi.
”Hal ini perlu kita selalu tingkatkan agar betul-betul menjadi soko guru pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dengan transparansi, ini akan menimbulkan dunia usaha yang lebih baik, akan ada insentif dan penghargaan bagi dunia usaha yang taat dengan segala aturan,” ujar Laode.