Jonathan Hamilton, Kesetaraan dari Lapangan Bola
Menanamkan kesadaran tentang kesetaraan jender untuk memutus kekerasan paling mudah dilakukan di luar ruang. Bagi Jonathan Hamilton, tempat itu adalah di lapangan bola.
Gempa dan tsunami Aceh tahun 2004 membawa Jonathan Hamilton muda dari Inggris ke Indonesia. Dua minggu saja kala itu. Waktu yang singkat, tetapi menjadi awal pengikat hati dan pikiran Jon di Indonesia.
”Saya hanya main bola dengan anak-anak pengungsi. Kita bisa kasih tenda, makan, atau obat, tetapi kalau bisa ajak main bola, kita jadi membuat ia senang kembali,” katanya pagi itu, Kamis (25/5/2023), di Berlin, Jerman.
Di Aceh, ia pertama kali melihat sepak bola bukan sekadar mengejar memenangi tropi. Saat main bola, anak-anak laki-laki dan perempuan menjadi ceria, kompetitif sekaligus belajar kompak menciptakan gol. Ada persahabatan dan banyak rasa positif melekat, termasuk memunculkan harapan baik pada korban musibah.
”Dari sana, saya jadi ingin memakai sepak bola untuk membantu orang, terutama anak-anak,” kata Jon.
Baca juga : Mengikis Kekerasan Seksual dengan Sepak Bola
Malam sebelumnya, Rabu (24/5/2023), Jonathan yang akrab dipanggil Jon diumumkan sebagai satu dari 10 penerima penghargaan di ajang Intercultural Innovation Hub (IIH) 2023 di Berlin. IIH adalah program rutin yang diinisiasi United Nations Alliance of Civilizations (UNAOC) dan BMW Group sejak 2011.
IIH menyeleksi kegiatan akar rumput di seluruh dunia yang bergerak memperjuangkan keberagaman, inklusi, kesetaraan jender, hingga penyelamatan lingkungan selaras dengan kebijakan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG). Untuk IIH 2023, ada sekitar 900 organisasi/yayasan yang ikut serta.
Sebagai pendiri dan CEO Inspire Indonesia, Jon menginisiasi dan mengembangkan program pelatihan sepak bola untuk anak-anak dari kurang mampu sejak 2010. Programnya kemudian berkembang untuk melawan kekerasan dan kekerasan seksual, khususnya pada anak dan perempuan muda. Bukan di Aceh, kiprahnya dimulai dan tumbuh di Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Berlabuh di Parongpong
Sepulang dari Aceh, Jon melanjutkan hidup dengan melatih sepak bola di klub profesional di London dan menikahi Sophia.
”Di London, uang (pendapatan) bagus. Tetapi ingin mencoba hal berbeda, khususnya sebelum punya anak. So then, di 2007, kami membuat keputusan pindah ke Indonesia,” kata Jon.
Baca juga : Keberagaman 190 Bangsa di Kota ”Multikulti” Berlin
Jon awalnya menekuni profesi pelatih sepak bola di salah satu klub di divisi 2 hingga divisi utama. Semua itu ternyata tidak memuaskan hasrat Jon. Pada 2010, ia kembali ke tujuan awal untuk hidup dengan sepak bola yang membantu masyarakat.
Mengapa memilih Bandung, khususnya Parongpong, untuk memulai misinya?
Kecamatan Parongpong dalam Angka 2020 dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, hingga 2014, tidak ada fasilitas pendidikan setingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi di sana. Fasilitas pendidikan baru tercatat tumbuh pesat dari 2018.
Pendidikan tak terjamin berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan dan kesadaran rendah terkait kesetaraan jender. Dari daerah tak jauh pusat kemajuan negeri, yaitu Jakarta dan Kota Bandung, Parongpong, yaitu di Kompleks Graha Puspa, Jalan Sersan Bajuri KM 4,5, menjadi pilihan tepat bagi Jon merintis Inspire Indonesia di bawah Yayasan Sepak Bola Plus Indonesia.
”Kita mulai dengan sepak bola perempuan anak-anak. Kita boleh dibilang masuk jajaran klub pertama untuk anak perempuan di Bandung. Dan kita senang tim perempuan kita termasuk jajaran terbaik di Jawa Barat” ujar laki-laki yang cukup fasih berbahasa Indonesia ini.
Baca juga: Coldplay Membawa Jakarta Lebih Dekat Menjadi Kota Musik
Dari penelusuran di situs resminya, Inspire memiliki tiga program utama, yaitu Inspire Football Academy, Inspire Girls Academy, dan Inspire Futsal Academy. Pelatihan sepak bola menerima anak dari usia 3 tahun.
Sepak bola untuk anak dan remaja perempuan ada untuk melawan persepsi lokal bahwa sepak bola hanya untuk laki-laki. Dalam 10 tahun terakhir, anak-anak perempuan dari akademi ini ada yang lolos masuk tim sepak bola nasional, melanjutkan belajar ke jenjang perguruan tinggi, dan banyak profesi lain. Mereka menjadi mandiri dan berdaya.
Untuk menjaga kualitas dengan biaya miring yang menurut Jon jauh berbeda dengan pusat pelatihan lainnya, bahkan gratis bagi yang membutuhkan, Inspire menggalang dukungan. Dalam perjalanannya sampai sekarang, Inspire berpartner dengan banyak lembaga, seperti UNESCO, Kedutaan Besar Amerika Serikat, Kedutaan Besar Belanda, asosiasi sepak bola, organisasi pelatih bola, pihak swasta lain, dan banyak lagi. Selain Bandung, Inspire juga hadir Manado di Sulawesi Utara dan Medan di Sumatera Utara.
Baca juga: Perilaku Buruk Pengemudi Musuh Segala Bangsa
Selain melatih bola, ada program Second Change. Bergabung di Second Change di Manado, misalnya, para narapidana muda dilatih berbagai keterampilan, seperti menjadi barista. Saat bebas dari penjara, mereka ditampung bekerja di Second Change Café atau disalurkan ke tempat lain.
Ada pula program kerja sama melatih sepak bola di sekolah-sekolah setempat. Organisasi dilengkapi program beasiswa pendidikan khusus bagi anggotanya yang kesulitan. Di luar itu, Inspire tercatat sudah melatih sekitar 1.200 pelatih bola di 15 provinsi di Indonesia.
Kekerasan itu (termasuk kekerasan seksual) dilakukan orang tua sendiri, pacar sendiri.
Kekerasan seksual
Di tengah kesibukannya, suatu hari, ada informasi tentang pelajar perempuan yang ingin membeli senjata api untuk melindungi diri. Ketika ia mengobrol dengan anak perempuan yang dilatihnya, anggota timnya yang perempuan, juga istrinya yang menjadi guru, Jon makin terperanjat. Ternyata kekerasan terhadap perempuan telah begitu biasa terjadi.
”Kekerasan itu (termasuk kekerasan seksual) dilakukan orangtua sendiri, pacar sendiri,” kata Jon.
Jon lantas ingat pada 2017, laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyebutkan 26 persen dari seluruh populasi perempuan di Indonesia pernah atau sedang menjadi korban kekerasan. Pelakunya rata-rata laki-laki dan separuh di antaranya adalah remaja. Ia seperti tersadar, kelompok remaja yang biasa berinteraksi dengannya sehari-hari bisa jadi ada di antara mereka yang pernah, sedang, atau kelak menjadi pelaku ataupun korban kekerasan.
Baca juga: Perisai Hijau Kota Penangkal Suhu Panas
Terutama bagi perempuan dan anak perempuan, di lapangan mudah sekali mendeteksi rasa tidak aman yang selalu merongrong mereka. ”Kita bisa tanya ke mereka, anak perempuan dan laki-laki. Keputusan apa yang membuatmu (anak atau remaja perempuan) aman? Jawabannya menghindari pulang malam, kalau naik taksi harus memastikan teman atau keluarga tahu, kalau naik sepeda motor rambut disembunyikan di helm biar tidak terlihat seperti perempuan, dan lainnya. Sementara, anak laki-laki tidak harus seperti itu,” kata Jon.
Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Perempuan Indonesia tahun 2016 dari UNFPA Indonesia menyebutkan, 1 dari 3 atau 33,4 persen perempuan berusia 15-64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual atau keduanya sekaligus.
Menurut Jon, di Indonesia sekarang sudah banyak lembaga yang memperjuangkan para perempuan korban kekerasan seksual. Akan tetapi, harus ada pihak yang mengambil peran mengedukasi dan menumbuhkan kesadaran pada pihak laki-laki tentang kesetaraan jender juga kekerasan maupun kekerasan seksual tidak boleh dilakukan.
Jon memilih Inspire Indonesia mengambil peran tersebut. Lahirlah Pledge United. Awalnya, program ini hanya pertemuan satu hari dengan delapan materi. Namun, berbagai pesan baik menguap setelah pertemuan usai.
Baca juga: Enam Belas Episode Pelajaran Hidup ”Drakor” Melepas Stres
”Selanjutnya, bukan satu hari tetapi delapan minggu. Delapan minggu latihan bola dan diisi pula dengan materi kesetaraan jender serta anti kekerasan fisik maupun seksual. Ini dampaknya lebih mendalam. Di lapangan bola, sambil latihan, saat istirahat kumpul-kumpul materi itu lebih mudah terserap oleh anak-anak. Di ruang kelas, belum tentu bisa,” kata Jon.
Sampai Mei 2023, menurut Jon, sudah ada sekitar 27.000 orang ikut Pledge United dan berikrar menghormati sesama serta tidak melakukan kekerasan (Pledge to Respect).
Anak saya semua lahir dan besar di Bandung. Mereka sudah jadi orang Sunda
Tahun ini, selain di Lombok di Nusa Tenggara Barat, Medan, Manado, dan Bandung, Pledge United ditargetkan dilakukan di 10 daerah lain dengan 10.000 peserta. Daerah sasaran baru, di antaranya Nias, Beliung, Karimun Jawa, Gresik, dan Sumba.
Baca juga: Aroma-aroma Kota yang Membuat Jatuh Cinta
Penghargaan IIH 2023 memberi bahan bakar semangat dan tambahan kredibilitas bagi Inspire Indonesia dan Pledge United. Semua itu amat diperlukan karena masih banyak yang ingin dikerjakan Jon dan timnya untuk memperluas gerakan melawan kekerasan dan membantu anak-anak yang kekurangan dengan tetap mengembangkan sepak bola.
Hal tersebut makin memberinya lebih banyak alasan untuk tetap tinggal di Indonesia. Negeri yang sudah menjadi rumah keduanya dan tak kalah amat berarti bagi Sophia beserta kedua anaknya, Joshua dan Joel.
”Anak saya semua lahir dan besar di Bandung. Mereka sudah jadi orang Sunda,” kata Jon tertawa.
Biodata
Nama: Jonathan Hamilton Lahir: Colchester, Inggris, 18 November 1978
Pendidikan : Loughborough University, Loughborough, Leicestershire, Inggris
Kualifikasi pelatih bola : UEFA A Badge
Pekerjaan : inisiator dan CEO Inspire Indonesia
Istri : Sophia Hamilton
Anak :
- Joshua Hamilton 14 tahun
- Joel Hamilton 12 tahun