Aroma kota sangat kompleks, dari harum kopi di kios kecil, kesegaran taman kota, busuknya tumpukan sampah, hingga asap kendaraan. Aroma kota turut membentuk memori setiap orang. Aroma sedap bisa pula membuat jatuh cinta.
Oleh
NELI TRIANA
·4 menit baca
SUPRIYANTO
Neli Triana, wartawan Kompas
Di antara sesaknya penumpang kereta komuter, pandangan pun tertutup. Dari balik masker, terendus wangi parfum yang lembut milik entah siapa. Lumayan. Pagi itu menjadi sedikit menyenangkan.
Sesampainya di Stasiun Palmerah, aroma sedap roti ditambah semerbak harum kopi menggelitik indra penciuman. Selanjutnya, siap-siap saja, ada bau urine persis di bawah jembatan penyeberangan orang. Terus berjalan, embusan angin segar menelusup di antara tegakan pohon di trotoar ditunggangi bau ketupat sayur, asap rokok, juga asap kendaraan bermotor. Jika memilih rute melewati Pasar Palmerah, makin rupa-rupa baunya.
Enam-tujuh menit ayunan langkah kaki pagi itu dari stasiun ke kantor tanpa terasa merekam begitu banyak aroma pada sepotong pendek jalanan di Jakarta. Berbagai bau itu baru sebagian sangat kecil dari kompleksitas aroma Ibu Kota.
Meskipun demikian, publik urban apalagi pengelola kota kurang hirau soal bau ini. Aroma kota bahkan dikerdilkan hanya soal bau tak sedap, termasuk busuknya limbah, asap kendaraan, atau ekses industri.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Pengendara sepeda motor terjebak kemacetan di Jalan Tentara Pelajar di sekitar Stasiun Palmerah, Jakarta, Selasa (21/2/2023). Kepadatan kendaraan bermotor menyumbang bau khas kota, yaitu emisi gas buang.
Fakta itu mengusik beberapa pihak yang kemudian serius melakukan riset khusus. Victoria Henshaw termasuk ilmuwan pionir yang meneliti bau kota yang dipublikasikan lewat buku Urban Smellscapes, Understanding and Designing City Smell Environments (2013).
Selanjutnya, merujuk Henshaw, ada peta aroma hasil kerja kuartet Daniele Quercia, Rossano Schifanella, Luca Maria Aiello, dan Kate McLean. Jurnal McLean dan timnya, "Smelly Maps: The Digital Life of Urban Smellscapes", yang diterbitkan oleh Association for the Advancement of Artificial Intelligence pada 26 Mei 2015, menjaring data bau kota dengan tiga cara.
Mereka menggunakan olfaktometer, alat khusus pendeteksi bau. Kemudian melibatkan publik umum untuk memasukkan data bau di sekitarnya melalui situs khusus, juga menjaring data via media sosial Instragram, Flikcr, dan Twitter. Terakhir, membentuk tim khusus untuk berjalan di jalan-jalan tertentu sembari membaui secara manual dengan hidung dan mencatat aroma apa saja di sana.
Ketiga data yang terkumpul dianalisis dengan hasil berupa peta aroma kota. Dari awalnya hanya di London (Inggris) dan Barcelona (Spanyol), hajatan memetakan aroma direproduksi di Singapura, New York (AS), Kyiv (Ukraina), Laussane (Swiss), Edinburg (Inggris), Paris (Perancis), Amsterdam (Belanda), dan lainnya.
SUMBER : SMELLY MAPS: THE DIGITAL LIFE OF URBAN SMELLSCAPES
Tangkapan layar 10 kategori bau kota yang menjadi acuan dalam memetakan aroma kota dari jurnal (2015).
Data bau dibagi dalam 10 kategori, yaitu emisi, industri, makanan, tembakau, cairan pembersih, aroma sintetik atau buatan, limbah, hewan, alami, dan angkutan umum. Tiap kategori membawahi beragam bau. Yang termasuk kategori emisi, misalnya bau bahan bakar, asap kendaraan bermotor, dan debu jalanan. Bau alami wangi bunga dan udara bersih terdeteksi dari hutan kota, ruang terbuka hijau, ruang terbuka biru, dan jalur hijau.
Bau melengkapi ingatan yang terekam oleh pancaindra. Selain bau, ada ingatan terekam berkat sentuhan, suara, rasa, dan tentunya visual dalam setiap detik kita menjalani hidup.
Hasil peta bau di tiap kota menunjukkan ada beberapa lapis bau, yaitu aroma dasar atau yang mendominasi, lapisan menengah, dan minor yang biasanya sangat lokal atau hanya ada di area tertentu. London secara umum dikenal dengan bau limbah dan emisinya, sementara Barcelona dengan aroma sedap makanan dan kesegaran alami.
Singapura, tetangga dekat Indonesia, diselimuti bau alami karena begitu banyaknya ruang terbuka hijau dan hutan kota di sana. Namun, sebagai kota dengan komposisi penduduk berlatar beragam etnis dan bangsa, aroma berbagai kuliner khas menguar di area tertentu, seperti kari india, masakan minang, makanan china, dan hidangan laut. Warga bangga dengan aroma alami dan minor sebagai identitas kota juga lingkungan komunitasnya.
Riset Henshaw dan McLean beserta timnya mengingatkan, aroma di sekeliling kita memang berpengaruh besar bagi setiap insan. Bau melengkapi ingatan yang terekam oleh pancaindra. Bersama bau, memori karena sentuhan, suara, rasa, dan visual terbentuk setiap detik kita menjalani hidup.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Jalur pedestrian dari kayu yang membelah kawasan taman menjadi salah satu spot berfoto bagi pengunjung Tebet Eco Park, Jakarta Selatan, Senin (23/1/2023). Semakin banyak ruang hijau, aroma kota semakin menyenangkan.
Semua itu turut menentukan pilihan kecil dan paling sepele, seperti menu makan siang hari itu, hingga hal terpenting dalam hidup, termasuk lokasi tempat tinggal sampai pasangan hidup. Bau juga memengaruhi relasi warga dan kotanya.
Dengan tak dihiraukannya faktor bau dalam penataan kota, menurut McLean, membuat citra kolektif kota tidak lengkap. Saat ini menata kota lebih mengagungkan sisi visual dan meniru kota lain. Akibatnya, wajah area urban cenderung homogen. Baunya pun mirip karena hadirnya jaringan restoran, bar, toko baju yang serupa di hampir semua sentra bisnis.
Bau khas dari aktivitas warga lokal-lah yang selama ini menyempurnakan wawasan tentang kehidupan kota sekaligus penanda tak terlihat dalam memperkuat sosial ekonomi. McLean mengingatkan jika tidak mengetahui bau apa saja di sekitar kita dan duduk soalnya, bisa jadi berujung keputusan keliru dalam pembangunan kota.
Pelestarian kawasan hendaknya memikirkan aroma-aroma sedap khas setempat dan apa yang membuat orang suka, jatuh cinta, merindu, ingin kembali dan bahkan tinggal di lokasi tertentu.
Penataan pasar tradisional di kota-kota di Indonesia, misalnya, dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem pembuangan dan air bersih sehingga meniadakan bau busuk tanpa membuat pedagang lama terusir. Rute pejalan kaki atau pengguna angkutan umum mungkin makin asyik jika diatur melewati taman, sentra pedagang kecil yang bersih dengan menu terjangkau, ada area tunggu ojek, dan minus bau urine.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Warga menyantap sate taichan di pinggir jalan Jalan Tentara Pelajar, Gelora, Jakarta Pusat, Jumat (10/2/2023) malam. Sentra makanan jalanan turut menyumbang aroma tersendiri bagi kota. Walaupun kerap dituding pemicu kemacetan dan kekumuhan, deretan pedagang kaki lima ini juga digandrungi sebagian warga Ibu Kota dan sekitarnya.
Kebijakan di Jepang dapat menjadi rujukan. The Japan Times melaporkan, pada 2001, aroma mata air panas, bunga lavender, belut panggang, bau khas kertas dan buku, juga wisteria adalah beberapa bau enak memikat yang melatari penetapan 100 tempat sangat harum oleh Kementerian Lingkungan Hidup Jepang.
Yang dilestarikan di Jepang tidak hanya tempat wisata, tetapi ada juga Stasiun Tsuruhashi di Osaka berkat kios-kios menu daging panggangnya. Kebersihan dan faktor higienis di semua situs terjaga, tetapi aroma sedap justru ditonjolkan.
Menata kota dengan mempertimbangkan faktor aroma memberikan tambahan rasa nyaman bagi warganya. Rasa itu mampu membuat cinta bersemi dan tumbuh menjadi pondasi kuat hubungan mutualisme harmonis antara kota dan warganya. Turis dan investor pun bakal tertarik menyambangi. Baru membayangkannya saja sudah bisa tercium kota penuh aroma memesona. Ah, sungguh memikat.