Perlindungan Sosial, Investasi, dan Tumpuan Meningkatkan Kesejahteraan
Perlindungan sosial terbukti dapat membentengi masyarakat ketika menghadapi ancaman kerentanan. Perlindungan sosial menjadi tumpuan sekaligus juga investasi untuk meningkatkan kesejahteraan.

Mewujudkan kesejahteraan umum merupakan salah satu tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk memajukan kesejahteraan rakyat, baik dari sisi ekonomi, kesehatan, pendidikan, maupun sektor kehidupan lainnya.
Selama lebih dari 70 tahun Indonesia merdeka, telah banyak kemajuan yang dicapai dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, masih banyak tantangan yang membutuhkan percepatan pembangunan menuju 100 tahun kemerdekaan Indonesia guna mewujudkan Visi Indonesia 2045, yaitu berdaulat, maju, adil, dan makmur.
Secara keseluruhan, Visi Indonesia 2045 adalah mewujudkan tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang lebih baik dan merata dengan kualitas manusia yang lebih tinggi, ekonomi Indonesia yang meningkat menjadi negara maju dan salah satu dari lima kekuatan ekonomi terbesar dunia, pemerataan yang berkeadilan di semua bidang pembangunan, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat dan demokratis.
Pencapaian visi tersebut dibangun dengan empat pilar pembangunan, yaitu pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan.
Dengan kata lain, kesejahteraan rakyat menjadi kunci untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, dibutuhkan sinkronisasi antara sasaran yang ingin dicapai, kondisi saat ini, dan langkah-langkah yang akan diambil.
Baca juga : Kejar Target Pengentasan Kemiskinan, Dana Perlinsos Naik Melampaui Pandemi
Perlindungan sosial
Memberikan perlindungan sosial (perlinsos) merupakan salah satu langkah yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Program perlindungan sosial merupakan aspek yang memegang peran penting baik dalam proses pembangunan, penanggulangan kemiskinan, maupun pengurangan kesenjangan untuk mencapai kesejahteraan tersebut.
Melalui program perlinsos, pemerintah berupaya mendukung masyarakat untuk dapat menghadapi berbagai kerentanan/guncangan di sepanjang siklus kehidupan, terutama melindungi warga miskin dan rentan dari guncangan pendapatan, lapangan pekerjaan, dan risiko kesehatan.
Pandemi Covid-19 telah membuktikan peran perlinsos dalam membentengi masyarakat dalam menghadapi guncangan. Pandemi juga menunjukkan berbagai tantangan dan kerentanan yang bisa muncul jika sistem tersebut tidak tersedia.
Pandemi Covid-19 telah menunjukkan betapa pentingnya sistem perlinsos yang komprehensif dan mudah beradaptasi. Program perlinsos yang diperluas dengan, antara lain, bantuan beras, subsidi upah, bantuan UMKM, dan subsidi kuota internet telah berhasil memitigasi dampak Covid-19. Oleh karena itu, upaya memberikan perlindungan sosial ini perlu dikelola dengan lebih terarah, terpadu, dan berkelanjutan.

Sebelumnya, krisis ekonomi tahun 1997-1998 juga telah menyadarkan akan pentingnya perlinsos bagi masyarakat yang rentan. Krisis multidimensi yang menyebabkan kerentanan sosial-ekonomi mengancam jurang kemiskinan yang semakin dalam.
Sejak saat itu, Indonesia memiliki sistem perlinsos yang diawali dengan kebijakan jaring pengaman sosial nasional. Sistem perlindungan sosial yang terdiri dari program jaminan sosial dan bantuan sosial ini terus mengalami perkembangan dan perbaikan hingga saat ini.
Manfaat besar program perlinsos yang dijalankan pemerintah selama ini sangat dirasakan oleh masyarakat dalam mempertahankan daya beli saat pandemi dan masih dibutuhkan dalam masa pemulihan pascapandemi saat ini.
Hal tersebut tergambar pada hasil survei berkala Kompas periode Agustus 2023 yang menunjukkan hampir 70 persen responden puas atas kinerja pemerintah dalam memberikan perlindungan sosial.
Bahkan, persentase terbesar (30 persen) alasan utama dari tiga perempat bagian publik yang menyatakan puas atas kinerja pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada semua bidang adalah sering mendapat bantuan sosial.
Kepuasan yang tinggi terhadap kinerja pemerintah dalam memberikan perlindungan sosial untuk kesejahteraan rakyat tersebut diakui publik dari semua kelas sosial ekonomi, mulai dari kelas ekonomi bawah hingga atas dengan persentase di atas 60 persen.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F13%2Fa17d7490-dadf-49a7-9089-114699d1ab67_jpg.jpg)
Kementerian Sosial memberikan bantuan sosial bagi masyarakat di Pulau Brasi, Kampung Mapia, Distrik Supiori Barat, Kabupaten Supiori, Papua, Selasa (12/9/2023). Pulau Brasi masuk dalam bagian Kepulauan Mapia yang merupakan salah salah pulau terluar Indonesia di ujung utara Indonesia.
Tak dapat dimungkiri, masyarakat kelas ekonomi bawah yang menyatakan tingkat kepuasan paling tinggi, yaitu 72,8 persen. Bahkan, 19,8 persen di antaranya menyatakan sangat puas karena kelompok inilah yang paling merasakan dampak langsung dari program tersebut.
Menariknya, sekitar 65 persen baik dari kelompok menengah-atas maupun atas juga memberikan apresiasi yang tinggi. Meski bukan kelompok yang mendapat bantuan, gencarnya berbagai informasi tentang perlindungan sosial yang dilakukan pemerintah bisa diikuti dari media ataupun dilihat langsung dari lingkungan sekitar ikut membentuk penilaian tersebut.
Namun, di sisi lain, hasil survei mencatat 3,7 persen responden menyoroti penyaluran bantuan sosial yang tidak tepat sasaran dan menjadi persoalan mendesak yang harus ditangani pemerintah.
Kepuasan publik pada kerja-kerja dalam program perlindungan sosial ini juga merata dirasakan di semua wilayah. Publik di gugus Bali dan Nusa Tenggara terpotret paling tinggi menyatakan kepuasannya, mencapai 94 persen.
Hal itu menunjukkan upaya pemerintah dalam membentengi masyarakat selama pandemi berdampak pada kesejahteraan masyarakat sehingga mendapat apresiasi positif.
Baca juga : Survei Litbang ”Kompas”: Perlindungan Sosial Menguat, Gotong Royong Melemah
Investasi dan tumpuan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, angka kemiskinan pada Maret 2023 menurun dibandingkan September 2022, dari 9,57 persen menjadi 9,36 persen. Jika dilihat trennya selama pandemi Covid-19, terlihat tren yang semakin menurun setelah pada puncak pandemi persentase angka kemiskinan pada September 2020 dan Maret 2021 naik menjadi dua digit.
Persentase kemiskinan pada Maret ini bahkan lebih rendah dibandingkan Maret 2019, sebelum terjadi pandemi (9.41 persen). Jika diakumulasikan sejak Maret 2021, tercatat 1,6 juta orang telah berhasil keluar dari garis kemiskinan.
Selain itu, angka kemiskinan ekstrem juga menurun. Pada Maret 2023, angkanya turun menjadi 1,12 persen atau menurun 0,62 persen dari kondisi September 2022 (1,74 persen).
Melihat dampak yang signifikan pada penurunan angka kemiskinan tersebut, program perlindungan sosial masih dibutuhkan untuk membentengi ketahanan masyarakat. Apalagi, pemerintah mempunyai target tahun 2024 bisa mengurangi angka kemiskinan ekstrem mendekati 0 persen.
Perlindungan sosial terbukti bisa menjadi benteng dan tumpuan bagi masyarakat agar tetap bertahan menghadapi guncangan. Selain itu, perlindungan sosial juga menjadi investasi, khususnya dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, untuk mencapai target Indonesia Emas 2045.

Untuk itu, pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2024, pemerintah bahkan mengalokasikan anggaran perlindungan sosial mendekati Rp 500 triliun, yaitu sebesar Rp 493,5 triliun.
Anggaran tersebut akan dialokasikan untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan. Selain itu, anggaran tersebut digelontorkan untuk pembangunan SDM jangka panjang.
Sebesar Rp 81,2 triliun anggaran perlinsos diperuntukkan bagi Program Keluarga Harapan dan Kartu Sembako. Sebesar Rp 114,3 triliun dialokasikan untuk subsidi non-energi. Sementara alokasi untuk subsidi energi (listrik, BBM, dan LPG) sebesar Rp 185,9 triliun.
Sementara itu, alokasi anggaran perlinsos untuk Program Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Pintar Kuliah, penerima bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional, bantuan iuran pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja kelas III, dan bantuan sosial lainnya sebesar Rp 82,3 triliun.
Baca juga : Anggaran Perlindungan Sosial Rp 476 Triliun Harus Dirasakan Manfaatnya
Isu politis
Pemberian perlinsos yang mencakup semua sektor kehidupan masyarakat, baik ekonomi, kesehatan, maupun pendidikan, yang terpusat bagi pembangunan SDM tersebut bahkan menjadi isu menarik bagi calon-calon presiden dalam Pemilu 2024. Sebelum jadwal kampanye dimulai, janji-janji politik yang populis terkait kesejahteraan rakyat sudah ramai digaungkan.
Bakal capres Prabowo Subianto, misalnya, menyebutkan akan membuat program bantuan pemberian makan siang dan minum susu gratis untuk murid di sekolah, pesantren, dan anak-anak balita serta bantuan gizi untuk ibu hamil.

Diksi gratis juga digaungkan oleh Muhaimin Iskandar, bakal cawapres pendamping bakal capres Anies Baswedan. Selain program BBM gratis, ia akan memberikan tunjangan Rp 6 juta bagi setiap ibu hamil untuk mencegah tengkes (stunting). Ia juga akan meningkatkan anggaran untuk dana desa menjadi Rp 5 miliar per desa.
Sementara bakal capres Ganjar Pranowo mengambil isu pendidikan sebagai isu populis yang diangkat dengan mengusung program menaikkan gaji guru hingga Rp 30 juta.
Janji-janji tersebut menunjukkan bahwa perlindungan sosial masih dibutuhkan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, yaitu yang berdaulat, maju, adil, dan makmur. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Aspek Fiskal Program Perlindungan Sosial