Survei Litbang ”Kompas”: Perlindungan Sosial Menguat, Gotong Royong Melemah
Pemerintah menghadapi tantangan dengan melemahnya budaya gotong royong. Nilai-nilai solidaritas yang menjadi modal sosial kekuatan bangsa ini harus terus dipupuk agar tidak menjadi potensi polarisasi di tahun politik.
Oleh
MB Dewi Pancawati
·4 menit baca
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, yaitu menyejahterakan masyarakat, semakin terlihat hasilnya.
Hal ini terpantau dari kepuasan yang dirasakan publik atas kerja-kerja pemerintah selama ini. Publik menilai pemerintah berhasil melindungi kehidupan masyarakat yang terdampak Covid-19 tiga tahun terakhir.
Survei periodik Kompas periode Mei 2023 memperlihatkan apresiasi yang tinggi terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin di bidang kesejahteraan sosial.
Apresiasi tersebut bahkan tertinggi dibandingkan kinerja bidang politik keamanan yang pada beberapa survei sebelumnya selalu teratas, juga bidang penegakan hukum dan ekonomi.
Namun, kepuasan yang tinggi tersebut masih meninggalkan catatan.
Sebagian besar responden (78 persen) menyatakan puas atas kinerja pemerintah dalam menyejahterakan rakyatnya. Kepuasan publik dirasakan merata di seluruh wilayah, baik di Jawa maupun Luar Jawa.
Tren positif kepuasan publik terhadap kinerja bidang kesejahteraan sosial ini terpotret sejak survei periode Juni 2022. Kepuasan publik terhadap kerja pemerintah ini terus meningkat dari 73,4 persen (Juni 2022) menjadi 74 persen (Oktober 2022), kemudian naik 3,3 persen menjadi 77,3 persen (Januari 2023), dan mencapai 78 persen pada survei terbaru Mei 2023.
Namun, kepuasan yang tinggi tersebut masih meninggalkan catatan mengingat ada tiga indikator yang derajat kepuasannya justru menurun, yaitu dalam meningkatkan pelayanan kesehatan, meningkatkan kualitas pendidikan, dan mengembangkan budaya gotong royong.
Meningkatnya apresiasi publik pada kinerja bidang kesejahteraan sosial terutama didorong oleh kenaikan yang sangat signifikan dari kepuasan terhadap kerja pemerintah dalam mengatasi kemiskinan.
Sebagai salah satu dari lima indikator pengukur kesejahteraan sosial, enam dari sepuluh responden menyatakan kepuasannya meski persentase kepuasannya masih paling rendah di antara indikator lainnya. Kepuasan yang sama tinggi (rata-rata 78,4 persen) diungkapkan oleh responden dari semua status sosial ekonomi, dari bawah hingga atas.
Derajat kepuasan publik tersebut bahkan meningkat 9,5 persen dibandingkan survei sebelumnya pada Januari 2023. Jika dilihat dari naik turunnya kepuasan mengatasi kemiskinan ini selama periode kedua Presiden Joko Widodo, kepuasan pada survei kali ini tercatat mencapai angka tertinggi (59,1 persen).
Meski data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan persentase penduduk miskin justru meningkat dari 9,54 persen pada Maret 2022 menjadi 9,57 persen September 2022, hal itu sudah lebih baik daripada kondisi pada puncak pandemi Covid-19.
Artinya, kepuasan publik yang terus meningkat terhadap upaya-upaya pemerintah mengatasi kemiskinan ini menjadi asa angka kemiskinan secara nasional akan kembali turun.
Tak dapat dimungkiri, keberhasilan pemerintah mengatasi kemiskinan tak lepas dari upaya pemberian berbagai program perlindungan sosial yang masih terus berjalan. Sejak pandemi Covid-19 melanda, pemerintah memberikan penebalan bantuan sosial (bansos) sebagai bantalan untuk menjaga daya beli masyarakat dari dampak pandemi yang sangat berat.
Memberikan bantuan langsung untuk kesejahteraan masyarakat ini juga salah satu indikator yang mendapat apresiasi positif publik. Sebanyak 68,9 persen publik puas dengan berbagai upaya pemerintah memberikan perlindungan sosial.
Derajat kepuasan pada aspek ini juga meningkat 6,2 persen dibandingkan survei Januari 2023 dan terpotret trennya positif dalam tiga survei periodik terakhir.
Sebelum survei periode Mei, pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) membagikan bantuan sosial selama bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri 2023 untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang kurang mampu melalui tiga program utama.
Program itu mencakup Program Keluarga Harapan (PKH) dengan target 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM), kemudian 18,8 juta KPM Bantuan Pangan non-Tunai (BPNT), dan 96,8 juta penerima Program Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JK).
Pemerintah dalam APBN 2023 juga masih menganggarkan Rp 479,1 triliun untuk program-program perlindungan sosial guna mengakselerasi reformasi perlindungan sosial dan mengatasi kemiskinan ekstrem.
Meski demikian, apresiasi positif publik pada aspek kemiskinan yang pada survei-survei sebelumnya masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah, harus terus dijaga agar trennya terus positif.
Selain menjaga kepuasan terhadap upaya mengatasi kemiskinan dan dalam memberikan bantuan sosial, pemerintah mempunyai pekerjaan rumah baru dengan turunnya kepuasan tiga indikator bidang kesejahteraan sosial lainnya, yang pada survei Januari 2023 semua mendapat apresiasi positif.
Pada indikator meningkatkan pelayanan kesehatan terjadi sedikit penurunan sebesar 0,7 persen. Sungguhpun demikian, kepuasan publik sebesar 79,4 persen terkait pelayanan kesehatan ini masih paling tinggi dari 20 indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pemerintah dalam empat bidang.
Demikian juga kepuasan terhadap indikator meningkatkan kualitas pendidikan yang menurun 1,8 persen, dari 76 persen pada survei sebelumnya menjadi 74,2 persen pada survei terbaru.
Kedua indikator yang selalu mendapat apresiasi baik dan trennya positif dalam tiga survei terakhir tersebut perlu dijaga kestabilan pelayanan dan upaya peningkatan kualitasnya supaya kesejahteraan yang sudah semakin dirasakan masyarakat tidak kembali menurun.
Di samping itu, indikator mengembangkan budaya gotong royong juga urgen untuk dikuatkan kembali. Pasalnya, indikator yang mulai diperhitungkan sebagai salah satu aspek yang menentukan kinerja pemerintah di bidang kesejahteraan sosial sejak survei April 2021 selalu mendapat apresiasi tinggi dari masyarakat.
Apalagi saat pandemi Covid-19 dalam kondisi kritis, kepuasan publik mencapai 79 persen. Pada saat itu solidaritas dan soliditas masyarakat menghadapi pandemi secara bersama-sama terasa sangat kuat. Saling menjaga antartetangga atau antarkampung saat terpapar Covid-19 menjadi bukti nyata dan perwujudan nilai gotong royong yang sangat mulia.
Kini, ketika kondisi pandemi sudah terkendali, bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi telah mengumumkan berakhirnya darurat kesehatan global Covid-19 pada 5 Mei 2023, nilai gotong royong dirasakan memudar. Survei Kompas periode Mei 2023 mencatat penurunan 2 persen pada kinerja pemerintah dalam mengembangkan budaya gotong royong.
Hal ini perlu mendapat perhatian lebih serius sebab perubahan sosial terjadi begitu cepat yang tak bisa dimungkiri dapat melemahkan nilai-nilai gotong royong. Apalagi, dalam situasi tahun politik seperti sekarang ini, potensi polarisasi sangat mungkin terjadi.
Oleh karena itu, nilai-nilai solidaritas sebagai modal sosial harus terus dipupuk. Selain untuk memperkuat persatuan, juga untuk mencapai kesejahteraan bangsa. (LITBANG KOMPAS)