Anggaran Perlindungan Sosial Rp 476 Triliun Harus Dirasakan Manfaatnya
Anggaran Perlindungan Sosial tahun 2023 mencapai Rp 476 triliun. Anggaran sebesar ini harus dirasakan manfaatnya oleh mereka yang membutuhkan.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap seluruh anggaran perlindungan sosial tahun 2023 sebesar Rp 476 triliun benar-benar bisa dirasakan dan dimanfaatkan oleh mereka yang membutuhkan. Ini untuk melindungi masyarakat paling rentan dan miskin.
Hal itu disampaikan Sri Mulyani saat melihat langsung hasil program penanganan kemiskinan terpadu Kementerian Sosial (Kemensos) di pendopo Kantor Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (20/1/2023). Sri Mulyani hadir bersama Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Sri Mulyani mengaku datang ke tempat itu atas undangan Tri Rismaharini untuk melihat beberapa program bantuan sosial (bansos). Ikut hadir, antara lain, anggota Komisi XI DPR, Andreas Eddy Susetyo, perwakilan Bank Indonesia (BI), perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta tiga kepala daerah di Malang Raya.
Selama di Pujon, Sri Mulyani dan Tri Rismaharini sempat berdialog dengan warga penerima manfaat, baik itu warga lanjut usia, kaum difabel, maupun mereka yang menerima bantuan untuk berusaha. Keduanya juga sempat melihat rumah sejahtera terpadu penerima manfaat di Desa Ngabab.
”Saya akan bersama Bu Risma melihat apa aktivitas dari Kemensos yang memang betul-betul memberikan hasil nyata untuk bisa dijaga dan diteruskan. Karena ini penting sekali, yang namanya anggaran perlindungan sosial memang tujuannya untuk melindungi masyarakat paling rentan dan miskin,” katanya.
Menurut Sri Mulyani, tahun ini anggaran perlindungan sosial di APBN mencapai Rp 476 triliun. Adapun untuk anggaran tahun 2022, ada beberapa yang tidak diteruskan lantaran situasinya masih pandemi dan ada beberapa guncangan, seperti kenaikan harga minyak goreng.
”Jumlah Rp 476 triliun itu relatif sama dengan 2022. Tapi, nanti komponennya berbeda, seperti tahun lalu (2022), ada bantuan minyak goreng, bantuan subsidi upah, pedagang kaki lima, itu nanti diredesain tergantung dari kementerian dan lembaga,” katanya.
Tahun lalu, kata Sri Mulyani, Menteri Sosial juga sempat meminta anggaran spesial tambahan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) senilai Rp 198 miliar. Anggaran ini untuk memberikan makanan bagi warga lanjut usia, yang mana telah digunakan sebanyak Rp 183 miliar.
Pihaknya pun mendukung langkah Kemensos dalam menangani kemiskinan, disabilitas, dan pemberdayaan yang menjadi satu paket kegiatan. ”Beliau (Risma) selalu menggunakan anggaran dari bansos pemerintah itu bisa dipakai untuk betul-betul membantu langsung target kepada yang memang membutuhkan, bahkan bisa memberdayakan,” katanya.
Pada kesempatan ini, Sri Mulyani juga mengingatkan bahwa ada transfer dari APBN ke pemerintah daerah (pemda), seperti Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana bagi Hasil Cukai. Dana itu juga bisa digunakan pemda untuk membantu menangani warga rentan sehingga tak hanya menjadi tanggung jawab Kemensos.
Banyak desa yang sudah membuat BUMDes (badan usaha milik desa).
Sri Mulyani juga menyebut kolaborasi Kemensos dengan Kementerian Desa sangat mungkin dilakukan. Selama pandemi, banyak dana desa yang digunakan untuk tujuan tersebut. ”Banyak desa yang sudah membuat BUMDes (badan usaha milik desa). Jadi, sebagian ada yang langsung untuk bansos bagi warga miskin, infrastruktur dasar, dan melakukan usaha di tingkat desa,” ucapnya.
Sementara itu, Risma mengatakan, pihaknya memiliki beberapa program. Pertama, program permakanan untuk lansia, penyandang disabilitas, dan anak yatim yang diberikan sejak Desember lalu.
Kedua, Kemensos juga berupaya membuat alat, seperti tongkat adaptif dan kursi bagi penyandang cerebral palsy, yang tidak ada di pasaran di Indonesia. Peralatan-peralatan itu selama ini harus dirakit sendiri oleh penyandang disabilitas.
Ketiga, program pemberdayaan ekonomi Pahlawan Ekonomi Nusantara (Pena). Kemensos melihat data banyak penerima bansos yang ternyata masih berusia muda. Karena jangkauan mereka masih panjang, dibuatkan program yang mengajak penerimanya berwirausaha.
Menurut Risma, Andreas Edy Susetyo menjembatani program Pena dengan Bank Indonesia (BI). ”Akhirnya dibantu oleh BI. Kita lihat percepatannya rata-rata 1-2 bulan masih berjalan. Namun, mereka (penerima program Pena) sudah berani keluar dari penerima bansos,” katanya.
Mereka juga diberi pelatihan saat akhir pekan terkait dengan pemasaran dan pengelolaan keuangan. Adapun untuk kemiskinan ekstrem ditangani melalui perbaikan rumah dan juga bantuan kewirausahaan.