Kejar Target Pengentasan Kemiskinan, Dana Perlinsos Naik Melampaui Pandemi
Kementerian Keuangan mengusulkan alokasi anggaran perlindungan sosial sebesar Rp 503,7 triliun-Rp 546,9 triliun untuk 2024. Jumlah itu lebih besar dibandingkan dana perlindungan sosial yang digelontorkan saat pandemi.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah menaikkan usulan anggaran perlindungan sosial tahun depan hingga melebihi alokasi selama pandemi Covid-19 untuk mengejar target pengentasan kemiskinan ekstrem. Meski demikian, instrumen bantuan sosial bukan satu-satunya solusi. Untuk menurunkan jumlah orang miskin secara signifikan, dibutuhkan pendekatan komprehensif dan produktif lewat penciptaan lapangan kerja.
Dalam paparan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun Anggaran 2024, Kementerian Keuangan mengusulkan alokasi anggaran perlindungan sosial sebesar Rp 503,7 triliun sampai Rp 546,9 triliun. Setelah pendidikan, usulan anggaran itu menjadi alokasi kedua terbesar dalam kerangka Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024.
Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan dana perlindungan sosial yang dialokasikan pemerintah selama pandemi Covid-19. Sebagai perbandingan, anggaran perlindungan sosial pada tahun 2020 sebesar Rp 497,9 triliun, menurun menjadi Rp 468,2 triliun pada 2021, Rp 431,5 triliun pada 2022, dan meningkat ke atas Rp 500 triliun pada usulan anggaran tahun 2024, meski pandemi sudah mereda.
Selain perlindungan sosial, usulan anggaran prioritas pemerintah lainnya di tahun 2024 adalah pendidikan (Rp 643,1 triliun-Rp 695,3 triliun), infrastruktur (Rp 396,9 triliun-Rp 477,5 triliun), kesehatan (Rp 187,9 triliun-Rp 200,8 triliun), dan ketahanan pangan (Rp 104,3 triliun-Rp 124,3 triliun).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, anggaran perlindungan sosial yang meningkat itu terutama dibutuhkan untuk menghapus kemiskinan ekstrem pada tahun 2024. Pemerintah berencana menurunkan angka kemiskinan ekstrem dari 2,04 persen pada 2022, menjadi 1,04 persen pada 2023, dan 0 persen atau nihil pada 2024.
Pemerintah juga ingin menurunkan angka kemiskinan dari 9,57 persen pada 2022 menjadi 6,5-7,5 persen pada 2024. Target itu lebih rendah dari sasaran tahun 2023 yakni 7,5-8,5 persen.
“Anggaran perlinsos ini untuk menghapus kemiskinan ekstrem dan menciptakan gini koefisien yang semakin merata, agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya dinikmati oleh yang paling kaya, tetapi terutama dirasakan oleh mereka yang paling bawah,” kata Sri Mulyani dalam rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Rabu (31/5/2023).
Anggaran perlindungan sosial yang meningkat itu terutama dibutuhkan untuk menghapus kemiskinan ekstrem pada tahun 2024.
Anggaran perlinsos itu akan digunakan untuk melanjutkan Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa. Selain itu, pemerintah juga akan menguatkan skema “perlinsos sepanjang hayat” untuk mengantisipasi populasi yang semakin menua lewat integrasi sejumlah program, menguatkan Sentra Kreasi Atensi sebagai wadah kegiatan kewirausahaan, serta mendorong sistem perlinsos yang adaptif melalui protokol perlinsos di masa krisis atau bencana.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah akan mengupayakan pagu anggaran perlinsos yang besar itu untuk mengefektifkan berbagai program perlinsos yang ada saat ini. “Intinya, bagaimana supaya Rp 500 triliun itu betul-betul memiliki dampak kepada masyarakat paling miskin dan bisa menjadi bantalan sosial pada saat diperlukan,” katanya.
Upaya mengentaskan kemiskinan juga tidak hanya melalui alokasi anggaran perlinsos, tetapi berkaitan dengan alokasi lain seperti kesehatan, yaitu penguatan program penerima bantuan iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional bagi masyarakat yang tidak mampu.
“Kita akan memastikan agar seluruh masyarakat kita ikut program asuransi kesehatan. Untuk kelompok masyarakat miskin, hingga 35 persen yang paling bawah, iurannya dibayari negara,” kata Suahasil.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, Minggu (4/6/2023) menilai, dana perlinsos yang ditingkatkan signifikan bukan satu-satunya solusi untuk menurunkan angka kemiskinan secara signifikan.
Instrumen bansos perlu diiringi dengan strategi yang lebih komprehensif, seperti mendorong efek pengganda dari investasi untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang produktif dan berkualitas. Sejauh ini, tren laju investasi dan penciptaan lapangan kerja tidak sejalan.
Strategi hilirisasi tambang yang gencar didorong pemerintah terbukti menarik nilai investasi yang besar, tetapi minim menciptakan lapangan kerja karena lebih banyak bersifat padat modal dan teknologi. Masalah ini juga telah berkali-kali diakui oleh pemerintah.
Tauhid mengatakan, belajar dari negara-negara berkembang lain yang bisa cepat menurunkan angka kemiskinan, perlinsos bukan strategi kunci, melainkan menciptakan lebih banyak lapangan kerja layak dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Instrumen bansos perlu diiringi dengan penciptaan lebih banyak lapangan kerja yang produktif dan berkualitas.
“Jangan membiarkan masyarakat terus terlena dengan memberikan ikan, tetapi bagaimana memberikan kail dan umpan agar masyarakat bisa memancing ikannya sendiri. Sayangnya, industrialisasi kita saat ini seperti kehilangan arah,” kata Tauhid.
Di sisi lain, ia mempertanyakan kenaikan anggaran perlinsos yang melonjak signifikan hingga melampaui situasi pandemi. Pasalnya, meski masih dalam proses pemulihan, saat ini tidak ada guncangan krisis sebesar pandemi. Tingkat kemiskinan juga terus menurun meskipun belum kembali ke level prapandemi.
“Apa justifikasinya? Apakah karena ini mendekati pemilu sehingga anggaran bansos dinaikkan untuk mendapat dukungan bagi siapapun calon yang nanti didukung pemerintah?” ujarnya.
Kenaikan anggaran perlinsos itu perlu diarahkan untuk mengefektifkan program bansos yang sudah ada sekarang dan meningkatkan ketepatan sasaran penerima dana. Sebab, sia-sia jika anggaran perlinsos dinaikkan signifikan, tetapi penyalurannya tetap salah sasaran seperti kerap terjadi selama ini.
“Perlu dievaluasi mana program yang efektif, mana yang tidak, lalu perbaiki ketepatan sasaran dan nilai bantuan yang diberikan,” kata dia.