Target Pertumbuhan Ekonomi Tahun Depan Dinilai Menantang
Target yang dipasang pemerintah dinilai terlalu optimistis dan akan menantang untuk dicapai di tengah ketidakpastian ekonomi global dan dampak dinamika politik di dalam negeri.
Oleh
agnes theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Memasuki akhir masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada tahun 2024, pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi yang optimistis di kisaran 5,3 sampai 5,7 persen. Target tersebut dinilai cukup menantang untuk dicapai di tengah ketidakpastian ekonomi global dan dalam negeri yang masih akan berlanjut hingga tahun depan.
Pemerintah telah menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) kepada DPR dalam rapat paripurna yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (19/5/2023).
Beberapa asumsi makro yang akan menjadi dasar penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024 antara lain pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,3-5,7 persen, laju inflasi di rentang 1,5-3,5 persen, serta nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sebesar Rp 14.700-Rp 15.300.
Selain itu, tingkat bunga surat utang negara (SUN) 10 tahun dipatok sebesar 6,49-6,91 persen, harga minyak mentah Indonesia diasumsikan 75-85 dollar AS per barel, lifting minyak bumi 597.000-652.000 barel per hari, dan lifting gas bumi berkisar 999.000-1,054.000 barel setara minyak per hari.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, Sabtu (20/5/2023), menilai, sejumlah target asumsi makro yang dipasang pemerintah terlalu optimistis dan akan menantang untuk dicapai di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih tak berujung.
”Pertama, pemulihan ekonomi dunia itu tidak terlalu cepat. Kondisi di kawasan Eropa, Amerika Serikat, diperkirakan masih akan sulit sampai tahun depan sehingga itu otomatis akan memengaruhi ekonomi dunia dan berdampak pada kondisi perdagangan kita,” katanya.
Ketidakpastian itu juga berpotensi melanjutkan tekanan dari sisi inflasi global dan kebijakan pengetatan moneter, yang akan ikut menekan prospek kinerja ekspor-impor dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Ketidakpastian itu juga berpotensi melanjutkan tekanan dari sisi inflasi global dan kebijakan pengetatan moneter.
Kedua, belanja pemerintah yang akan lebih direm pada tahun 2024, dengan defisit APBN yang dipatok di kisaran 2,16-2,64 persen dari produk domestik bruto (PDB). Pemerintah memang sudah mulai menargetkan defisit APBN di bawah 3 persen dari PDB sejak 2023 dan berhasil melakukannya sejak 2022.
Namun, Tauhid menilai, target defisit dan belanja APBN yang semakin ditekan tahun depan akan berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi. Seiring dengan itu, laju investasi juga kemungkinan melambat, setidaknya sampai pertengahan tahun depan. Investor akan memilih menahan diri dan menunggu sampai pemerintah resmi berganti dan arah kebijakan ekonomi rezim yang baru jelas terbaca.
Menurut dia, satu-satunya faktor yang sudah pasti membaik dan akan menopang pertumbuhan ekonomi tahun depan adalah laju konsumsi rumah tangga yang didorong oleh pulihnya permintaan.
”Tetapi, ekonomi bukan hanya konsumsi masyarakat. Ada ekspor-impor, belanja pemerintah, dan investasi, sementara ketiganya tahun depan kemungkinan bisa tertahan karena terdampak ketidakpastian ekonomi global dan pemilu,” ujarnya.
Satu-satunya faktor yang sudah pasti membaik dan akan menopang pertumbuhan ekonomi tahun depan adalah laju konsumsi rumah tangga.
Relatif baik
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perekonomian Indonesia dalam situasi yang relatif lebih baik. Di tengah guncangan global, Indonesia tetap bisa menjaga laju pertumbuhan ekonomi 5,03 persen pada triwulan I tahun 2023. Kondisi ekonomi yang relatif baik itu memberi fondasi yang kuat dalam penyusunan RAPBN 2024.
”RAPBN 2024 akan menjadi salah satu titik penting, apalagi ini tahun terakhir bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin,” kata Sri Mulyani.
Pemerintah, ujarnya, akan tetap terus mewaspadai berbagai tantangan eksternal, khususnya yang datang dari ketidakpastian geopolitik, ancaman perubahan iklim, dan disrupsi digital. Seiring dengan itu, fondasi struktural perekonomian juga akan terus diperkuat.
”Kita menyadari bahwa tren pelemahan ekonomi global terus terjadi. Inflasi global dan suku bunga yang tinggi masih perlu kita waspadai dampaknya terhadap likuiditas yang ketat. Ini tantangan yang harus kita kelola,” ujarnya.
Adapun kebijakan belanja tahun depan akan diarahkan untuk menyelesaikan berbagai proyek prioritas strategis dan proyek strategis nasional, seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas, serta untuk mendukung pelaksanaan Pemilihan Umum 2024.
Sri Mulyani mengatakan, pembangunan infrastruktur dan IKN menjadi prioritas karena merupakan bagian dari upaya pemerintah mewujudkan pembangunan ekonomi yang lebih inklusif dan tidak hanya terpusat di pulau Jawa. ”Pemerintah juga akan terus mendorong penguatan belanja yang lebih berkualitas sebagai komitmen bersama,” katanya.