KPK Belum Selidiki Eks Jaksanya yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar
KPK sudah mendapatkan data dari PPATK terkait jaksa yang diduga memeras saksi hingga Rp 3 miliar.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK belum menyelidiki kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh mantan jaksanya kepada saksi sebesar Rp 3 miliar. Namun, KPK sudah mengklarifikasi terhadap saksi dan mengumpulkan data terkait laporan dugaan pemerasan tersebut. Selanjutnya, KPK akan menelusuri transaksi keuangan dari jaksa tersebut.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, Deputi Penindakan dan Deputi Pencegahan sudah dimintai keterangan terkait perkara ini. Saat ini, laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) jaksa tersebut sedang diperiksa. Namun, kasus ini belum masuk pada tahap penyelidikan.
”Belum ada Sprinlidik (surat perintah penyelidikan). (Hal) Yang akan kami lakukan itu klarifikasi dahulu LHKPN yang bersangkutan,” kata Alexander di Jakarta, Selasa (2/4/2024).
Alexander menjelaskan, laporan dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK langsung disampaikan ke Deputi Penindakan dan Deputi Pencegahan. Direktur Penyelidikan yang berada di bawah Deputi Penindakan meneruskan ke Direktorat LHKPN untuk mendalami laporan harta kekayaan—seperti dengan mengklarifikasi transaksi-transaksi yang dilakukan—jaksa tersebut.
Pihak Direktorat LHKPN akan meminta data transaksi di perbankan. Penyelenggara negara telah memberi kuasa kepada KPK untuk membuka rekening yang bersangkutan, termasuk milik keluarga, istri, dan anaknya.
Pimpinan KPK belum mengetahui detail perkara ini. Dari hasil koordinasi antara penyelidik dan Direktorat LHKPN, kata Alexander, perkara ini masih sumir. Sebab, dari hasil klarifikasi kepada pihak yang disebutkan di dalam laporan Dewas KPK, tidak ada yang menyatakan adanya pemberian uang kepada jaksa tersebut.
Belum ada Sprinlidik. Yang akan kami lakukan itu klarifikasi dahulu LHKPN yang bersangkutan.
Alexander mengungkapkan, transaksi Rp 3 miliar tersebut dilakukan selama tiga tahun. Dalam laporan Dewas, transaksi tersebut salah satunya terkait dengan perkara di Lampung. Namun, ia belum mengetahui detail perkara di Lampung tersebut.
Saat ini, bagian penindakan KPK masih berkoordinasi dengan Dewas yang sudah melakukan klarifikasi. Alexander mengatakan, jaksa yang diduga memeras tersebut juga sudah diklarifikasi. Jaksa tersebut menyatakan bahwa uang yang diperolehnya hasil dari penjualan rumah.
Ia mengungkapkan, KPK akan berkomunikasi dengan Kejaksaan Agung karena jaksa tersebut sudah dikembalikan ke instansi asalnya beberapa minggu yang lalu. Alexander menegaskan, jaksa tersebut dikembalikan bukan karena terkait perkara dugaan pemerasan ini. Jaksa tersebut dikembalikan karena sudah lebih dari sepuluh tahun di KPK.
Meskipun demikian, Alexander menegaskan, pengembalian tersebut tidak akan menghalangi KPK untuk mengusut perkara ini. KPK hanya perlu berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menambahkan, laporan dugaan pemerasan itu sudah diperiksa Dewas KPK sejak Januari-Desember 2023. Namun, Dewas tidak menemukan bukti adanya indikasi pelanggaran etik.
Ali mengungkapkan, KPK juga sudah mendapatkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait jaksa tersebut. Dari data PPATK, belum ditemukan indikasi adanya penerimaan dari saksi, seperti yang dilaporkan masyarakat. Ia berharap masyarakat memberikan laporan dengan menggunakan data awal yang memiliki kebenaran.
Dari informasi yang diperolehnya, kata Ali, jaksa tersebut beberapa kali dilaporkan oleh pengacara dalam perkara lain, seperti menerima uang untuk tidak menghadirkan saksi. Padahal, saksi tersebut dihadirkan di persidangan. Menurut Ali, laporan ke Dewas KPK tanpa data akan mengganggu proses persidangan.
Ali mengatakan, KPK sudah mengumpulkan data ke Lampung. Namun, tidak ada kejelasan siapa orang yang memberikan uang tersebut dan terkait perkara yang mana.
Sebelumnya, anggota Dewas KPK, Albertina Ho, mengungkapkan, Dewas KPK telah menerima laporan dugaan jaksa KPK yang memeras saksi hingga Rp 3 miliar. Laporan itu telah diteruskan kepada Deputi Penindakan KPK dan Deputi Pencegahan KPK. Menurut Albertina, kasus tersebut sudah masuk dalam penyelidikan di KPK. Selain itu, LHKPN jaksa tersebut juga diperiksa.
Persoalan koordinasi
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, dalam diskusi publik bertajuk ”Pemberantasan Korupsi: Refleksi dan Harapan” yang diselenggarakan KPK mengatakan, penanganan dugaan pelanggaran kode etik di KPK tidak begitu bagus. Banyak kasus-kasus yang bisa ditangani oleh Dewas KPK justru dimentahkan begitu saja.
Sebelumnya, ada kasus dugaan pelanggaran etik yang dilakukan mantan komisioner KPK, Lili Pintauli Siregar. Pada Juni 2022, Lili dilaporkan ke Dewas KPK karena diduga menerima gratifikasi berupa akomodasi dan tiket menonton MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Namun, proses persidangan perkara ini dihentikan setelah Lili mengundurkan diri dari KPK.
Dalam kasus dugaan pemerasan yang dilakukan jaksa KPK ini, menurut Kurnia, ada saling lempar tanggung jawab yang informasinya belum jelas. Dewas mengatakan sudah menyerahkan kepada KPK, tetapi Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron justru mengatakan belum mengetahuinya. Hal itu menunjukkan ada persoalan dalam proses koordinasi antara Dewas dan pimpinan KPK.