Tim Amin Ungkap 11 Tindakan yang Melanggar Asas Pemilu
Tim hukum Amin mengungkap 11 tindakan pelanggaran asas pemilu bebas, jujur, dan adil yang dilakukan pemerintah.
JAKARTA, KOMPAS — Tim hukum pasangan calon Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar atau Amin mengungkap adanya 11 tindakan yang dapat dikategorikan sebagai pengkhianatan konstitusi dan pelanggaran terhadap asas pemilu yang jujur dan adil. Pelanggaran tersebut telah mengakibatkan pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memperoleh kemenangan dengan cara-cara tidak sah.
Berkaitan dengan hal tersebut, tim hukum Amin meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan kemenangan tersebut dan memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyelenggarakan pemungutan suara ulang tanpa keikutsertaan Prabowo-Gibran.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Atau, jika MK tidak bersedia mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 2, mereka meminta setidaknya Gibran didiskualifikasi karena tidak memenuhi syarat sebagai calon wakil presiden, khususnya terkait dengan usia calon. MK juga diminta untuk memerintahkan digelarnya pemungutan suara ulang dengan mengikutsertakan Prabowo dengan terlebih dahulu mengganti calon wakil presidennya.
Baca juga: Gugat Hasil Pilpres ke MK, Tim Hukum Amin Desak Pemilu Ulang
Hal tersebut diungkapkan Bambang Widjojanto, kuasa hukum tim nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dalam persidangan di MK, Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Sidang yang dihadiri capres dan cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, itu dipimpin Ketua MK Suhartoyo. Selain Bambang Widjojanto, paslon nomor urut 1 juga didampingi oleh Ari Yusuf Amir, Heru Widodo, dan lainnya.
Sidang perdana sengketa pemilihan presiden tersebut juga dihadiri jajaran pimpinan KPU, yaitu Ketua KPU Hasyim Asy’ari serta anggota KPU, August Melasz dan Yulianto Sudrajad, didampingi para kuasa hukum.
Baca juga: Bersiap Hadapi Sengketa Hasil Pemilu, KPU Identifikasi Persoalan Hukum
Sebagai pemberi keterangan, yakni Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), diwakili Ketua Bawaslu Rahmat Bagja serta dan anggota Bawaslu, Totok Hariyono dan Lolly Suhenty.
Adapun pihak terkait dalam perkara tersebut, yaitu paslon nomor urut 2, Prabowo-Gibran, diwakili tim kuasa hukumnya yang terdiri dari Yusril Ihza Mahendra, Otto Hasibuan, Hotman Paris, Fahri Bachmid, OC Kaligis, Rivai Kusumanegara, dan lainnya.
Pemilu penuh kecurangan
Mengawali pembacaan permohonannya, Ari mengungkapkan arti penting etika dan norma konstitusi dalam kontestasi pemilu. Sebab, pemilu bukan ajang tarung bebas dengan menghalalkan segala cara, tetapi harus dilaksanakan sesuai amanat Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945, yaitu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. “Pelanggaran terhadap asas tersebut merupakan pelanggaran yang serius terhadap norma konstitusi,” katanya.
Ari menuturkan, banyak pihak menilai Pemilu Presiden 2024 penuh dengan kecurangan. Tak terkecuali, penilaian dari dunia internasional, salah satunya Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap jaminan hak sipil dalam Pemilu 2024 yang diintervensi oleh Presiden Joko Widodo.
Ada tiga hal yang menjadi sorotan. Pertama, putusan MK terkait perubahan syarat usia capres dan cawapres yang diubah di menit-menit terakhir pendaftaran.
Baca juga: Menunggu Sikap Gibran Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi
Kedua, langkah-langkah yang diterapkan untuk memastikan semua pejabat negara, termasuk presiden, tidak memberikan pengaruh berlebihan dalam pemilu. Dan, ketiga, apakah Pemerintah Indonesia sudah menggelar penyelidikan guna mengusut kecurigaan adanya intervensi terhadap pemilu tersebut.
Ari kemudian mengungkapkan malapraktik yang coba dilakukan Presiden Jokowi dalam rangka melanggengkan kekuasaannya. Tiga langkah yang dilakukan ialah mewacanakan presiden tiga periode tetapi gagal, perpanjangan masa jabatan yang juga gagal, dan, terakhir, menunjuk calon pengganti yang kini tengah dijalankan.
Malapraktik ketiga tersebut, Ari menuturkan, dimulai dari proses penunjukan panitia seleksi (pansel) anggota KPU dan Bawaslu yang diisi loyalis presiden sehingga mengakibatkan proses menjadi tidak netral sejak awal. Selain itu, Ari juga mempersoalkan penunjukan penjabat kepala daerah, kepolisian, dan TNI hingga aparat desa yang dikooptasi untuk memenangkan paslon nomor urut 2.
Pengkhianatan konstitusi
Sementara itu, Bambang Widjojanto mengulas lebih jauh tentang pengkhianatan terhadap konstitusi dan pelanggaran asas bebas, jujur, dan adil. Setidaknya ada 11 tindakan yang menunjukkan pelanggaran terhadap asas pemilu tersebut.
Ke-11 tindakan tersebut antara lain KPU yang secara sengaja menerima pencalonan Prabowo-Gibran yang sebenarnya tidak sah dan melanggar hukum; lumpuhnya penyelenggara pemilu yang berintegritas; dan nepotisme paslon nomor urut 2 yang menggunakan lembaga kepresidenan.
Baca juga: Tokoh Bangsa Prihatinkan Nepotisme Menjelang Pemilu 2024
Berikutnya, pengangkatan penjabat kepala daerah yang masif untuk mengarahkan pilihan, penjabat kepala daerah menggerakkan struktur di bawahnya, dan keterlibatan aparat negara untuk memenangkan paslon nomor urut 2.
Selain itu, Bambang juga menyoroti pengerahan kepala desa, intervensi terhadap MK, penggunaan bantuan sosial yang melanggar Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan lainnya.
Dalam paparannya, Bambang mengungkapkan masuknya orang-orang pemerintahan dalam pansel KPU sehingga mengakibatkan lumpuhnya independensi penyelenggara pemilu akibat intervensi kekuasaan. Anggota pansel yang dipermasalahkan antara lain Juri Ardianto (anggota Kantor Staf Presiden), Bachtiar (dari Kementerian Dalam Negeri), Eddy OS Hiariej (kemudian menjadi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia), dan Poengky Indarti (Komisi Kepolisian Nasional).
Berangkat dari penyelenggaraan seleksi yang bermasalah, menurut Bambang, hal tersebut berdampak pada adanya manipulasi hasil verifikasi parpol dan penerimaan Gibran sebagai cawapres. Selain itu, juga tidak ditanganinya laporan pelanggaran yang diduga dilakukan Gibran.
Menurut dia, Gibran seharusnya belum memenuhi syarat sebagai cawapres mengingat belum memasuki usia 40 tahun seperti yang disyaratkan oleh undang-undang.
Baca juga: Ketua MK Diberhentikan, Gibran: Kita Hormati Keputusan
Putusan MK yang membuka ruang bagi Gibran mencalonkan diri dihasilkan dari proses yang penuh intervensi. Bambang mengungkapkan adanya intervensi dari seorang menteri kepada Ketua MK saat itu, Anwar Usman.
Dalam paparannya, Bambang Widjojanto juga mengungkapkan adanya politisasi bansos yang diduga melanggar UU APBN dan terjadinya kecurangan masif. Presiden terbukti mempermainkan anggaran negara untuk menggelontorkan bansos secara jorjoran dengan membeli suara pemilih demi kepentingan elektoral paslon nomor urut 2 yang notabene anaknya sendiri.
Kebijakan ini dalam praktiknya melibatkan struktur kekuasaan dari atas hingga ke bawah. Pada level puncak kekuasaan, praktik curang ini diperankan langsung oleh Presiden Jokowi dengan membagikan bansos di setiap kunjungannya ke daerah-daerah, sambil melakukan kampanye terselubung.
Baca juga: Bansos, Pendongkrak Suara Prabowo-Gibran?
Adapun di level Kementerian, penyaluran bansos dilakukan kementerian yang menterinya merupakan pendukung paslon 2 dan tidak melibatkan Kementerian Sosial yang seharusnya membidangi penganggaran dan penyerahan bansos.
”Perilaku tak ’beradab’ membeli suara pemilih tersebut diawali dengan niat jahat dan perencanaan matang. Segera setelah terbit putusan MK, Presiden menekan Kementerian Keuangan untuk mengalokasikan anggaran bansos dalam jumlah yang fantastis,” ujar Bambang.
Bambang kemudian membandingkan kenaikan angka anggaran bansos dari tahun 2018 ke 2019 (pemilu sebelumnya) yang naik Rp 14,6 triliun. Di Pemilu 2024, ada kenaikan anggaran bansos Rp 53,5 triliun, yakni dari Rp 443,3 triliun tahun 2023 menjadi Rp 496,8 triliun pada 2024.
Perilaku tak ’beradab’ membeli suara pemilih tersebut diawali dengan niat jahat dan perencanaan matang.
Bambang juga mempertanyakan alasan kenaikan ini. Sebab, pada tahun 2023 dan 2024 sudah memasuki masa normal atau bukan lagi masa pandemi Covid-19.
Baca juga: Gelontoran Bansos di Tahun Pemilu
Tindakan Presiden Jokowi juga diketahui dari penggelontoran dana program pemerintah yang menguntungkan paslon nomor urut 2, yang bisa dikualifikasi sebagai pork barrel politic. Hal itu dikualifikasi sebagai penyimpangan dana insentif negara untuk publik yang digunakan sebagai transaksi politik pemilu dan ditujukan untuk memengaruhi pemilih.
Paslon nomor urut 1 juga menyoal kenaikan elektabilitas yang tidak wajar, yakni 34 persen, selama 5 bulan terhitung sejak Oktober 2023 hingga Februari 2024. Hal ini diduga sebagai akibat dari intervensi kekuasaan yang dilakukan untuk keuntungan elektoral meski melanggar prinsip bebas, jujur, dan adil.
Pascapembacaan permohonan sengketa, Ketua MK Suhartoyo menjadwalkan sidang berikutnya pada Kamis (28/3/2024) pukul 13.00 WIB dengan agenda membacakan tanggapan dari KPU dan pihak terkait, yakni paslon nomor urut 2.