Ketua MK Diberhentikan, Gibran: Kita Hormati Keputusan
Bakal calon wakil presiden dari Koalisi Indonesia Maju, Gibran Rakabuming Raka, buka suara atas pemberhentian pamannya, Anwar Usman, dari jabatan ketua MK. Menurutnya, keputusan itu harus dihormati.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·2 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Bakal calon wakil presiden dari Koalisi Indonesia Maju, Gibran Rakabuming Raka, mengomentari pemberhentian pamannya, Anwar Usman, dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi. Ia menghormati putusan yang dihasilkan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
”Kita hormati saja keputusan yang ada di sana,” kata Gibran singkat di Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (8/11/2023) siang.
Gibran langsung memasuki kantornya setelah menjawab pertanyaan itu. Ia tak merespons pertanyaan-pertanyaan lain yang diajukan awak media dalam kesempatan itu, di antaranya pertanyaan soal kelanjutan langkah Gibran dalam pencalonannya sebagai wakil presiden pada Pemilu 2024. Terlebih setelah dikeluarkannya putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/223 soal syarat usia capres dan cawapres.
Sejumlah pihak yang mempersoalkan putusan MK itu, antara lain, 16 guru besar dan akademisi hukum yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Denny Indrayana, Advokat Pengawal Konstitusi, LBH Yusuf, Komite Independen Pemantau Pemilu, Tumpak Nainggolan, BEM Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Perhimpunan Advokat Demokrasi Indonesia, dan kalangan perorangan.
Para pelapor menduga terjadi konflik kepentingan dalam putusan MK tersebut. Sebab, adanya putusan itu seakan membuka jalan bagi Gibran untuk diusung sebagai calon wakil presiden dalam Pemilu 2024.
Sebagaimana diketahui, Gibran merupakan keponakan Anwar. Anwar menjadi adik ipar Presiden Joko Widodo setelah menikahi Idayati, adik Presiden, pada 2022 lalu. Kondisi semacam itu yang memberikan nuansa konflik kepentingan cukup kuat dalam kasus ini.
Pemberhentian Anwar dari jabatan ketua MK diketahui dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11/2023). Sidang itu dipimpin Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie. Ia didampingi dua anggota MKMK lainnya, yaitu Wahiduddin Adams dan Bintan Saragih.
Kita hormati saja keputusan yang ada di sana.
”Hakim terlapor (Anwar Usman) terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan, dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan,” kata Jimly (Kompas, 7/11/2023).
Selain diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua MK, Anwar juga dikenai sanksi lain. Ia dilarang mengadili sejumlah perkara persidangan. Meski demikian, Anwar masih menjadi hakim konstitusi.
Anwar pun menjadi hakim konstitusi yang paling banyak dilaporkan ke MKMK terkait konflik kepentingan dalam putusan MK soal syarat usia capres dan cawapres. Terdapat 10 laporan yang secara khusus menyangkut Anwar dari 21 laporan yang masuk ke lembaga tersebut.