Langgar Instruksi Partai, Gibran Tak Lagi Kader PDI-P
Polemik soal status keanggotaan Gibran Rakabuming Raka di PDI-P berakhir. Gibran dianggap bukan lagi anggota PDI-P karena tak mengikuti aturan dan instruksi partai untuk memenangkan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka (kiri) bersama Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri (kanan) setelah acara pelantikan Wali Kota Semarang, di Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (30/1/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan putra sulung Presiden Joko Widodo yang juga kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto, telah menyimpang dari aturan PDI-P. Oleh karena itu, Gibran otomatis sudah tidak lagi di PDI-P.
”Aturan partai sudah tegas karena tidak tegak lurus pada partai, maka otomatis Gibran sudah tidak jadi anggota PDI-P. Benar (Gibran) sudah tidak menjadi kader PDI-P,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bidang Kehormatan PDI-P Komarudin Watubun saat dihubungi, Kamis (26/10/2023).
Keanggotaan Gibran sebagai kader partai berlogo banteng moncong putih itu, lanjut Komarudin, secara de facto sudah berakhir saat ia didaftarkan sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (25/10/2023).
Saat dipastikan kembali ke Komarudin apakah benar Gibran sudah tidak lagi menjadi kader PDI-P, ia menjawab tegas, ”Benar.”
Baca juga: Ganjar-Mahfud Didaftarkan, Megawati: Harapan Baru Percepatan Kemakmuran Indonesia
Komarudin menjelaskan, sejak 21 April 2023, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri telah memutuskan bahwa PDI-P mengusung Ganjar sebagai bakal capres pada Pemilihan Presiden 2024. Ketika hal itu diputuskan, seluruh kader harus tegak lurus mematuhi keputusan tersebut.
”Untuk diketahui, kita coba flash back, ya. Pada 21 April 2023, PDI-P mencalonkan bakal capres Ganjar Pranowo. Saat itu, Ibu Mega menyatakan tidak ada yang boleh melakukan dansa politik. Semua wajib bergerak serentak turun ke bawah untuk memenangkan Pemilu 2024, baik Pemilu Presiden dengan Pak Ganjar sebagai calon presiden maupun Pemilu Legislatif,” ujar Komarudin.
Namun, lanjut Komar, pada 19 Mei 2023, diadakan pertemuan antara Gibran dan Prabowo di Solo. Disinyalir, pertemuan tersebut bukan sebatas antara Wali Kota Surakarta dan Menteri Pertahanan. Atas hal itu, DPP PDI-P mengklarifikasi dengan mengundang Gibran ke Jakarta pada 22 Mei 2023.
”Saat itu, sebagai kader yang junior, kami tidak menjatuhkan sanksi. Kami berikan nasihat untuk patuh pada aturan partai. Saat itu Gibran menyampaikan terima kasih atas nasihatnya dan sebagai kader muda berjanji akan tetap tegak lurus sesuai arahan Ibu Ketua Umum,” tutur Komarudin.
Baca juga: Penuhi Panggilan DPP PDI-P, Gibran: ”Saya Tetap Tegak Lurus Sesuai Arahan Ibu Ketua Umum”
Janji tersebut seakan tidak diindahkan ketika Gibran mendaftarkan diri sebagai cawapres Prabowo pada Rabu kemarin. Menindaklanjuti pendaftaran Gibran tersebut, Komar menyatakan, berdasarkan aturan partai, jika yang bersangkutan tidak tegak lurus pada partai, otomatis Gibran sudah tidak jadi anggota PDI-P.
Megawati dalam sejumlah kesempatan juga dengan tegas menyatakan bahwa tidak boleh dan melarang kadernya ada di dua kaki. Untuk itu, secara de facto, keanggotaan Gibran di PDI-P telah berakhir setelah pendaftarannya secara resmi menjadi cawapres dari Koalisi Indonesia Maju.
”Jadi, teman-teman wartawan santai saja. Tidak perlu heboh. Dalam organisasi partai, keluar, pindah, berhenti, dan beralih itu hal yang biasa. Bahwa saat ini Gibran tidak tegak lurus dengan instruksi partai, maka dia otomatis tidak lagi di PDI-P. Tapi, ingat, keluar satu kader, ada banyak kader baru partai yang potensial bergabung dengan partai dan Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud,” kata Komarudin.
Menurut Komarudin, tingkat penasaran sikap partai ini tidak hanya dirasakan oleh wartawan, bahkan juga kader-kader PDI-P di seluruh Tanah Air. Pernyataan tegak lurus, hitam putih ini sudah berulang kali ia sampaikan. Kader lain, seperti FX Hadi Rudyatmo yang menjadi Ketua DPC PDI-P Surakarta, juga telah menyatakan dengan tegas tentang keharusan dan etika sebagai bekas kader.
Baca juga: PDI-P Menjaga Kuat Ideologi Partai
”Pada akhirnya, melalui kejadian ini, publik akan tahu, mengenal, menilai, serta memutuskan tentang sosok, akhlak, karakter, dan perilaku calon pemimpin bangsa Indonesia ke depan. Kalau mau dibandingkan sesama calon wapres, siapa yang meragukan Prof Mahfud MD dengan latar belakang pendidikan, integritas, pengalaman, dan karakternya. Jadi, tenang dan optimistis saja. Terus kerja dan turun ke bawah,” kata anggota DPR dari daerah pemilihan Papua ini.
Sementara itu, saat ditemui di Surakarta, Ketua DPC PDI-P Surakarta FX Hadi Rudyatmo meminta Gibran untuk mengembalikan kartu tanda anggota partainya. Keanggotaan Gibran sebagai kader PDI-P mengantarkannya ke jabatan wali kota hingga bisa dicalonkan sebagai wakil presiden. Pengembalian kartu itu untuk menepis opini publik mengenai PDI-P yang bermain pada dua kaki.
”Doa saya mesti positif. Selamat dan sukses. Dengan harapan juga, jangan sampai ada penilaian-penilaian bahwa ketua umum saya (Megawati Soekarnoputri) itu bermain di dua kaki,” kata Rudy.
Sebenarnya, kata Rudy, segenap kader PDI-P sudah diminta Megawati untuk tidak memberikan respons apa pun mengenai situasi politik terkini. Lebih-lebih segala isu yang menyangkut pencalonan Gibran. Oleh karenanya, Rudy mengaku siap jika kelak akan diberikan sanksi. Itu menjadi bentuk kesetiaannya untuk membantah penggiringan opini yang membuat Megawati seakan bermain pada dua kaki.
”Selama hidup saya ikut Mbak Mega menjadi kader PDI-P, saya tahu persis. Beliau tidak pernah bermain di dua kaki. Itu bukan karakter ketua umum saya sehingga saya harus berani menyampaikannya,” kata Rudy.
Awal pengkhianatan
Sementara itu, melalui keterangan tertulis, Wakil Ketua Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres (TKRPP) Adian Napitupulu mengungkapkan persoalan pengkhianatan Presiden Joko Widodo dan keluarganya terhadap PDI-P disebabkan oleh hal sederhana.
Dia mengungkapkan, PDI-P tidak mengabulkan permintaan Jokowi untuk memperpanjang masa jabatannya sebagai presiden menjadi tiga periode dan menambah masa jabatan.
”Nah, ketika kemudian ada permintaan tiga periode, kita tolak. Ini masalah konstitusi, ini masalah bangsa, ini masalah rakyat, yang harus kita tidak bisa setujui,” kata Adian.
Menurut Adian, PDI-P menolak permintaan tersebut karena tidak ingin mengkhianati konstitusi. PDI-P ingin menjaga konstitusi karena terkait dengan keselamatan bangsa dan negara serta rakyat Indonesia.
”Kemudian ada pihak yang marah, ya, terserah mereka. Yang jelas kita bertahan untuk menjaga konstitusi. Menjaga konstitusi adalah menjaga Republik ini. Menjaga konstitusi adalah menjaga bangsa dan rakyat kita,” ujarnya.
”Kalau ada yang marah karena kita menolak penambahan masa jabatan tiga periode atau perpanjangan, bukan karena apa-apa, itu urusan masing-masing. Tetapi memang untuk menjaga konstitusi. Sederhana saja,” kata Adian.
Anggota DPR ini mengaku tidak antipati dengan Jokowi. Yang dia sesalkan adalah perubahan Jokowi yang begitu cepat terhadap PDI-P. Padahal, partai banteng moncong putih itu sudah memberi segalanya untuk Jokowi dan keluarganya mulai dari menjadi Wali Kota Surakarta dua periode, Gubernur DKI Jakarta, dan presiden dua kali.
”Ada sejarah begini, dulu ada yang datang minta jadi wali kota dapat rekomendasi, minta rekomendasi, dikasih. Minta lagi dapat rekomendasi, dikasih lagi. Lalu minta jadi gubernur, minta rekomendasi dikasih lagi. Lalu minta jadi calon presiden, minta rekomendasi dikasih lagi. Kedua kali dikasih lagi. Lalu ada lagi minta untuk anaknya dikasih lagi. Lalu ada diminta untuk menantu lalu dikasih lagi. Banyak benar,” kata Adian.
Ketika Jokowi dan keluarganya berpaling dari PDI-P, Adian mengaku sama sekali tidak peduli. Saat ini, lanjutnya, Adian hanya memikirkan bagaimana memenangkan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang diusung PDI-P, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Hanura, dan Partai Perindo pada Pilpres 2024.
”Status Gibran anak Jokowi. Soal status mereka diserahkan ke DPP dan Ketua Umum PDI Perjuangan. Tugas saya menggalang suara, menggalang kekuatan untuk memenangkan Ganjar. Bagaimana Gibran tidak saya pikirkan. Bagaimana Jokowi enggak saya pikirkan. Yang saya pikirkan adalah bagaimana menambah suara satu, satu, satu terus setiap hari untuk Ganjar,” tutur Adian yang juga Sekjen Pena 98 ini.