Pilkada 2024 Tetap November, KPU Siap Tindak Lanjuti
KPU harus hati-hati menyiapkan tahapan pilkada yang beririsan dengan tahapan pemilu karena banyak residu belum tuntas.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum siap melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXII/2024 yang menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah serentak harus digelar sesuai jadwal yang ditetapkan dalam undang-undang, yaitu November 2024. KPU berpandangan bahwa hingga saat ini payung hukum, yaitu Pasal 201 Ayat (8) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, belum diubah dan tahapan pemilihan kepala daerah pun sudah dimulai.
UU No 10/2016 dimaksud tentang perubahan kedua atas UU No 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Koordinator Divisi Teknis KPU Idham Holik, Jumat (1/3/2024), menuturkan, sampai saat ini payung hukum pelaksanaan pemilihan kepala daerah atau pilkada Serentak 2024 belum diubah. Pasal 201 Ayat (8) UU 10/2016 belum direvisi. Dan, KPU telah melakukan tindak lanjut dengan menerbitkan peraturan turunan, yaitu Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Serentak Nasional.
”Di mana tanggal 27 November 2024 adalah hari pemungutan suara pemilihan atau pilkada serentak. Jadi, demikian sudah kami tetapkan sesuai dengan norma yang berlaku,” ujar Idham.
Saat ditanya peluang pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan pemerintah, yang masih bisa melanjutkan rencana revisi UU Pilkada, Idham menyebut KPU tidak memiliki kapasitas berbicara dalam tataran proses legaldrafting atau penyusunan UU. KPU hanyalah pelaksana UU.
KPU secara teknis adalah penyelenggara UU. Dan, UU memerintahkan KPU dalam kapasitas regulasi teknis, Oleh karena itu, menurut Idham, apa pun yang diterbitkan oleh KPU dalam bentuk kebijakan aturan teknis itu tidak akan melampaui ketentuan peraturan perundang-undangan.
”Sebagai pelaksana UU, tentunya apa yang termaktub dalam UU Pilkada itulah yang akan kami laksanakan,” ujar Idham.
Saat ditanya apakah jika pilkada dimajukan menjadi September 2024 akan mengganggu secara teknis pelaksanaan tahapan karena beririsan dengan proses rekapitulasi nasional hasil penghitungan suara, Idham lagi-lagi menegaskan bahwa KPU berpegangan pada apa yang termaktub dalam UU Pilkada.
Sebagai pelaksana UU, tentunya apa yang termaktub dalam UU Pilkada itulah yang akan kami laksanakan.
Selain itu, KPU juga berpegangan pada PKPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024.
”Berkaitan dengan rencana pemajuan pemilihan serentak nasional, itu merupakan domain dari pembentuk UU, KPU tidak punya kapasitas berbicara dalam tatanan tersebut, dan yang terpenting saat ini adalah kami mengefektifkan pelaksanaan penyelenggaraan tahapan pilkada serentak,” ujar Idham.
Sebelumnya diberitakan bahwa KPU telah memulai tahapan pilkada serentak 2024 secara resmi pada akhir Februari 2024. Anggota KPU, Yulianto Sudrajat, saat konferensi pers di Gedung KPU, Selasa (27/2/2024), mengatakan, tahapan pilkada dimulai dengan pendaftaran pemantau pilkada dan pencalonan perseorangan.
”Pendaftaran pemantau pilkada, baik pemberitahuan maupun pendaftaran, dimulai pada hari ini, 27 Februari, sampai 16 November 2024,” kata Yulianto.
Para pemantau yang akan mengamati jalannya pilkada itu harus mendapatkan akreditasi dari KPU. Pemantau pemilihan gubernur dan wakil gubernur mesti memperoleh akreditasi dari KPU provinsi. Pemantau pemilihan bupati dan wali kota diakreditasi oleh KPU kabupaten/kota. Adapun pemantau pemilu asing mendaftar di KPU pusat atas rekomendasi Kementerian Luar Negeri.
Selain pendaftaran pemantau pemilu, tahapan yang paling dekat lainnya adalah pendaftaran pencalonan perseorangan atau jalur independen. Seperti diketahui, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon wali kota dan wakil wali kota adalah peserta pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan ke KPU.
Hal ini sesuai aturan UU No 10/2016 tentang Pilkada. ”Pendaftaran jalur perseorangan itu dimulai pada 5 Mei-19 Agustus 2024,” kata Yulianto.
Meskipun demikian, Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengingatkan KPU untuk berhati-hati menyiapkan tahapan pilkada karena masih beririsan dengan tahapan pemilu. Apalagi, residu dari penyelenggaraan pemilu juga relatif banyak dan belum seluruhnya diselesaikan.
”KPU harus berhati-hati dalam menyiapkan tahapan pilkada yang beririsan dengan tahapan pemilu. Sebab, residu dari pelaksanaan pemilu saja masih banyak dan belum semuanya selesai. Karena itu, penting bagi KPU untuk melakukan evaluasi dalam berbagai aspek,” ujar Kaka.
Saat ini, tahapan Pemilu 2024 memang belum tuntas. KPU masih menyelesaikan rekapitulasi suara pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Sejumlah kendala muncul dalam penyelenggaraan pemilu, salah satunya Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) yang tidak akurat.
KPU harus berhati-hati dalam menyiapkan tahapan pilkada yang beririsan dengan tahapan pemilu. Sebab, residu dari pelaksanaan pemilu saja masih banyak dan belum semuanya selesai.
Oleh karena itu, menurut Kaka, evaluasi perlu dilakukan, salah satunya terkait Sirekap. Persoalan akuntabilitas Sirekap sebetulnya sudah banyak disuarakan oleh masyarakat sipil saat uji publik rekapitulasi pungut hitung di KPU. Akan tetapi, suara dari masyarakat sipil seakan hanya dianggap noise (suara bising) yang tidak ditanggapi secara utuh dan komprehensif.
”Pola-pola komunikasi (seperti peribahasa) ’anjing menggonggong kafilah tetap berlalu’ yang diterapkan KPU jangan sampai dibiasakan. Uji publik harus dengan partisipasi bermakna, jangan hanya ingin membuat legitimasi yang dianggap sebagai persetujuan masyarakat,” ujarnya.