Bawaslu Diharapkan Lebih Gesit Pantau Serangan Fajar
Sebagai langkah antisipasi terhadap serangan fajar, Bawaslu akan lakukan patroli pengawasan memasuki hari tenang pemilu.
JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman Republik Indonesia meminta Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu lebih gesit memantau potensi pelanggaran di tingkat desa, termasuk dugaan adanya aparat desa yang terlibat dalam serangan fajar di Pemilu 2024.
Terkait hal itu, Bawaslu akan melakukan patroli bersama kepolisian dan tokoh masyarakat guna mencegah politik uang yang rawan terjadi melalui serangan fajar.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, Jumat (19/1/2024), mengungkapkan, serangan fajar biasa terjadi menjelang pemungutan suara pada pemilu dan juga pemilihan kepala daerah (pilkada). Meskipun demikian, ada kemungkinan serangan fajar itu telah dimulai sejak sekarang.
Ada kemungkinan serangan fajar itu telah dimulai sejak sekarang.
Investigasi Kompas mengungkap cara kerja tim sukses calon anggota legislatif menyiapkan serangan fajar untuk memengaruhi pemilih. Salah satu aktornya adalah perangkat desa. Salah seorang perangkat desa di Kudus, Jawa Tengah, berinisial AD mengatakan, ia menyiapkan daftar pemilih potensial untuk dijadikan target serangan fajar berupa pemberian uang (Kompas, 19/1/2024).
Temuan Ombudsman selama ini di tingkat desa, ada kepala desa dan perangkat desa yang diduga memobilisasi suara, termasuk dengan menggunakan bantuan sosial dan layanan administratif, untuk memengaruhi warga. Bahkan, menurut Robert, bukan rahasia lagi jika ada perangkat desa yang menjadi operator serangan fajar. Hal itu sudah terjadi di beberapa pemilu sebelumnya.
Jika terindikasi ada serangan fajar, Ombudsman akan memberikan rekomendasi kepada Bawaslu di tingkat daerah. Sebab, pengawas pemilu pertama adalah Bawaslu. Ombudsman akan mengawasi kerja Bawaslu dalam rangka pelayanan publik.
”Kalau terjadi (serangan fajar) di tingkat desa, kami berharap Bawaslu bisa lebih gesit memantau,” kata Robert.
Baca juga: Perangkat Desa Jadi Aktor Operasi ”Serangan Fajar”
Pengawasan partisipatif
Menurut Robert, Bawaslu seharusnya menggerakkan pengawasan partisipatif yang melibatkan masyarakat dan media massa. Pengawasan partisipatif ini menjadi sumber informasi yang aktual dari lapangan. Hasil dari pengawasan partisipatif itu direspons dan ditindaklanjuti Bawaslu.
Saat ditemui di Jakarta, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, perangkat desa tidak boleh berpolitik, apalagi melakukan serangan fajar. Bawaslu sudah menyampaikannya kepada Kementerian Dalam Negeri. Jika masih ada yang melanggar, maka akan ada mekanisme hukum yang bisa diberlakukan. Apabila dugaan pelanggaran tersebut ditemukan atau dilaporkan, Bawaslu akan menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sebagai langkah antisipasi adanya serangan fajar, kata Bagja, Bawaslu akan melakukan patroli pengawasan pada saat memasuki hari tenang. Patroli pengawasan dilakukan Bawaslu bersama polisi dan tokoh masyarakat.
Anggota Bawaslu, Lolly Suhenti, menambahkan, istilah serangan fajar tidak dikenal dalam ketentuan peraturan perundang-undangan pemilu. Namun, istilah ini terkadang dikonotasikan dengan tindakan membagikan uang pada hari pemungutan suara. Jika serangan fajar tersebut diartikan demikian, Bawaslu mempunyai tugas untuk mencegah sampai dengan menindak apabila terbukti peristiwa tersebut melanggar ketentuan Undang-Undang Pemilu.
Lolly mengatakan, dalam pencegahan, Bawaslu memastikan seluruh jajarannya, termasuk pengawas kelurahan/desa, meningkatkan intensitas koordinasi dengan kepala desa untuk menyampaikan kepada perangkat desa dan masyarakat. Sebab, menjanjikan atau memberikan uang pada saat pemungutan suara dilarang. Setiap orang tidak boleh melakukan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
”Jika dikaitkan dengan Undang-Undang Pemilu, maka tindakan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya pada saat pemungutan suara, setiap orang yang melakukannya akan dipidana paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta,” kata Lolly.
Pelaksana, peserta, dan tim kampanye yang melakukan tindakan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya dipidana paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta.
Ia menambahkan, larangan itu tidak hanya pada saat pemungutan suara, tetapi juga pada masa tenang. Pelaksana, peserta, dan tim kampanye yang melakukan tindakan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya dipidana paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta.
Lolly mengatakan, Bawaslu berusaha terus mencegah serangan fajar. Masyarakat yang menemukan peristiwa terkait serangan fajar bisa melaporkannya ke jajaran Bawaslu sampai dengan tingkat pengawas tempat pemungutan suara.
Meningkatkan kesadaran publik
Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ipi Maryati Kuding mengatakan, KPK tidak mempunyai kewenangan dalam menindak pelaku serangan fajar. KPK hanya masuk dalam konteks pencegahan, yakni melalui kampanye dengan slogan”Hajar Serangan Fajar” untuk meningkatkan kesadaran publik terkait pencegahan praktik politik uang.
Melalui kampanye ini, diharapkan masyarakat dapat menolak pemberian uang/fasilitas/barang dari para peserta pemilu dan tidak memilih partai/calon pemimpin yang masih melakukan politik uang demi meraup suara.
Baca juga: Caleg DPR Membajak Program Bantuan Sosial
Ipi menjelaskan, kampanye tersebut merupakan salah satu upaya KPK dalam mencegah korupsi politik di masa yang akan datang. Besarnya biaya politik yang harus dikeluarkan peserta pemilu, baik pemilihan kepala daerah maupun pemilihan anggota legislatif, mendorong para peserta pemilu mengembalikan modal politik setelah terpilih dan menjabat.
Beberapa kasus korupsi yang ditangani KPK berkorelasi dengan praktik politik uang. Para tersangka pelaku korupsi tersebut memiliki motif untuk mengembalikan modal kampanye yang telah dikeluarkan dan dibagi-bagikan selama proses kontestasi politik. Beberapa modus korupsi yang umumnya dilakukan adalah jual beli jabatan serta korupsi di sektor perizinan atau sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Target kampanye ”Hajar Serangan Fajar” ditujukan bagi seluruh masyarakat, baik dari sisi pemberi maupun penerima. Untuk penerima yang merupakan pemilik hak suara, KPK menyasar kelompok masyarakat khususnya perempuan.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia pada Riset Dinamika Komunikasi Politik Perempuan terhadap Godaan Politik Uang di Pilkada 2020, sebanyak 44 persen pemilih menolak politik uang, tetapi menerima politik uang, dan 28 persen pemilih menikmati politik uang.
Selain itu, kampanye ini juga ditujukan kepada pemberi. Melalui berbagai pesan yang dikemas, KPK berupaya menekan keinginan pelaku serangan fajar menggunakan politik uang dalam meraup suara pemilih. Ipi menegaskan, serangan fajar tidak menjamin kemenangan bagi pemberi. Ada kesadaran pada sebagian masyarakat yang menerima serangan fajar, tetapi tidak mempertimbangkan untuk memilih si pemberi.
Sebagai upaya untuk memfasilitasi peran serta masyarakat serta mengawal pemilu yang jujur dan antipolitik uang, KPK juga menyediakan satu fitur baru dalam aplikasi Jaringan Pencegahan Korupsi (Jaga). Masyarakat dapat menyampaikan keluhan atau laporannya atas praktik politik uang atau penyimpangan lain dalam pemilu kepada KPK melalui aplikasi Jaga Pemilu.
”KPK akan meneruskan laporan dan keluhan masyarakat tersebut kepada penyelenggara atau pengawas pemilu, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, atau Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu), untuk ditindaklanjuti,” katanya.