Divonis 14 Tahun Penjara, Rafael Alun Terbukti Samarkan Hasil Korupsi
Bekas pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu, Rafael Alun Trisambodo, divonis 14 tahun penjara terkait gratifikasi dan TPPU.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas pejabat Direktorat Jenderal PajakKementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, dihukum pidana penjara selama 14 tahun. Rafael yang pernah bekerja 30 tahun lebih itu dinyatakan majelis hakim terbukti menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang atau TPPU dengan menyamarkan hasil korupsi.
Hakim menyatakan Rafael melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP dan Pasal 3 Ayat 1a dan c UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP serta Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Selain hukuman penjara, Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa juga menjatuhkan hukuman kepada Rafael berupa denda Rp 500 juta subsider penjara 3 bulan. Rafael juga dijatuhi pidana tambahan untuk membayar uang pengganti Rp 10,079 miliar.
”Dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun,” kata Suparman, Senin (8/1/2024), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Sidang juga dihadiri hakim anggota Eko Aryanto dan Jaini Basir serta jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Rafael juga hadir di ruang sidang dengan didampingi penasihat hukumnya. Sidang putusan pekan lalu sempat ditunda karena majelis belum selesai menyusun putusannya.
Dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun.
Alasan pemidanaan
Suparman mengatakan, tidak ada alasan yang dapat menghapus pemidanaan sehingga Rafael harus dihukum. Sebelum menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan. Keadaan yang memberatkan adalah Rafael tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat memberantas tindak pidana korupsi.
Adapun keadaan yang meringankan, Rafael telah bekerja pada negara sebagai pegawai negeri selama lebih dari 30 tahun. Rafael memiliki tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum.
Menurut Suparman, dakwaan jaksa penuntut umum dapat dibuktikan melalui pemberian gratifikasi kepada PT Artha Mega Ekadhana (PT ARME) sejumlah Rp 10,079 miliar. Gratifikasi tersebut diterima Rafael bersama istrinya, Ernie Meike Torondek, secara bertahap sejak 15 Mei 2002 sampai dengan Maret 2006.
Tidak ada alasan yang dapat menghapus pemidanaan sehingga Rafael harus dihukum.
Rafael juga disebut memperoleh penerimaan lain berkaitan dengan jabatannya sebesar Rp 47,7 miliar serta mata uang asing 2,098 juta dollar Singapura, 937.900 dollar AS, dan 9.800 euro. Jika dikonversikan dalam rupiah, penerimaan Rafael sebesar Rp 39,21 miliar.
Total penerimaan rupiah dan mata uang asing Rafael sejak menjabat sebagai pemeriksa pajak 2001 hingga Kepala Bagian Umum Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan pada 2023 disebut majelis hakim sebesar Rp 97 miliar.
Hakim mengungkapkan, pada 2003 sampai dengan 2010, Rafael menyamarkan uangnya ke penyedia jasa keuangan serta membelanjakan uangnya yang diduga hasil korupsi, gratifikasi, dan pencucian uang.
Rafael juga diduga menggunakan uang hasil korupsi untuk menempatkan modal usaha di PT Statika Kensa Prima Citra (PT SKPC) serta membeli ruko di Jakarta dan mobil. Ia juga menggunakannya untuk membeli tanah dan bangunan di Jakarta, Bogor (Jawa Barat), Manado (Sulawesi Utara), serta Sleman (DI Yogyakarta).
Pegang kendali
Terkait dengan keterlibatan Ernie, hakim mengatakan, ia merupakan pemegang saham dan Komisaris Utama PT ARME. Meskipun demikian, Ernie tidak pernah ikut rapat pemegang saham ataupun rapat pengurus perseroan. ”Yang selalu aktif memimpin rapat pemegang saham dan mengambil keputusan adalah terdakwa,” kata hakim.
Yang selalu aktif memimpin rapat pemegang saham dan mengambil keputusan adalah terdakwa.
Berdasarkan fakta tersebut, nama Ernie hanya tertulis sebagai pemegang saham atau nomine. Selain itu, lanjut hakim, keterangan Ernie dalam persidangan mengatakan bahwa Rafael yang menentukan semua urusan bisnis dan usaha lain. Ernie hanya mengikuti apa yang dikendalikan dan dikehendaki oleh Rafael.
Hakim mengatakan, Ernie berada pada posisi lemah baik dalam rumah tangga maupun urusan bisnis keluarganya. Rafael bersikap lebih tinggi atau superior dibandingkan istrinya sehingga segala yang dikehendaki Rafael tidak dibantah sang istri. Dengan keadaan tersebut, kata hakim, tidak patut jika Ernie dinyatakan ikut bersama-sama dengan Rafael untuk bertanggung jawab secara hukum.
Adapun putusan hakim tersebut sama dengan tuntutan Jaksa Wawan Yunarwanto, yakni hukuman penjara selama 14 tahun. Namun, jumlah pidana denda dan uang pengganti lebih kecil daripada tuntutan jaksa. Jaksa sebelumnya menuntut Rafael dijatuhi pidana denda Rp 1 miliar subsider pidana kurungan pengganti 6 bulan dan uang pengganti Rp 18,9 miliar.
Seusai mendengarkan putusan majelis hakim, Rafael dan jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir. Majelis hakim memberikan waktu selama seminggu kepada kedua belah pihak untuk pikir-pikir.