Eddy Hiariej Diduga Terima Suap hingga Rp 8 Miliar
Dugaan suap dan gratifikasi Eddy Hiariej terkait dengan status kepemilikan perusahaan dan penghentian proses hukum di Bareskrim Polri.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward OS Hiariej atau Eddy Hiariej diduga menerima suap dan gratifikasi hingga Rp 8 miliar dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. Hal itu diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis (7/12/2023) malam saat konferensi pers penahanan Helmut.
Suap dan gratifikasi tersebut diterima Eddy terkait dengan sengketa status kepemilikan perusahaan, penghentian proses hukum di Bareskrim Polri, pembukaan blokir di sistem administrasi badan hukum, dan pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, kasus dugaan korupsi yang melibatkan Eddy berawal dari terjadinya sengketa dan perselisihan internal di PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM) dari tahun 2019 sampai dengan 2022 terkait dengan status kepemilikan perusahaan.
”Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, HH (Helmut Hermawan) selaku Direktur Utama PT CLM berinisiatif untuk mencari konsultan hukum dan sesuai rekomendasi yang diperoleh yang tepat adalah EOSH (Eddy),” kata Alexander dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (7/12/2023) malam.
Sebagai tindak lanjut, kata Alexander, sekitar April 2022 ada pertemuan di rumah dinas wakil menteri yang ditempati Eddy yang dihadiri oleh Helmut bersama stafnya dan pengacara PT CLM. Pertemuan itu juga dihadiri Eddy, Yogi Arie Rukmana selaku asisten pribadi Eddy, dan seorang pengacara bernama Yosi Andika Mulyadi. Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa Eddy siap memberikan konsultasi hukum terkait dengan administrasi hukum umum PT CLM.
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan Eddy, Yogi, dan Yosi sebagai tersangka. Ketiganya belum ada yang ditahan KPK meski beberapa waktu lalu mereka sudah diperiksa.
”EOSH (Eddy) kemudian menugaskan YAR (Yogi) dan YAM (Yosi) sebagai representasi dirinya. Besaran fee yang disepakati untuk diberikan HH (Helmut) pada EOSH (Eddy) sejumlah sekitar Rp 4 miliar,” kata Alexander.
Helmut kembali memberikan uang sekitar Rp 1 miliar untuk keperluan pribadi Eddy maju dalam pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).
Selain itu, ada juga permasalahan hukum yang dialami Helmut di Bareskrim Polri. Eddy bersedia dan menjanjikan proses hukum dapat dihentikan melalui surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dengan adanya penyerahan uang sekitar Rp 3 miliar.
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT CLM sempat terblokir dalam sistem administrasi badan hukum Kemenkumhan akibat sengketa internal PT CLM. Alhasil, Helmut kembali meminta bantuan Eddy untuk membantu membuka blokir. Atas kewenangan Eddy selaku Wamenkumham, proses membuka blokir tersebut terlaksana. Informasi buka blokir disampaikan langsung oleh Eddy kepada Helmut.
Helmut kembali memberikan uang sekitar Rp 1 miliar untuk keperluan pribadi Eddy maju dalam pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti). Dasar kesepakatan antara Helmut dan Eddy untuk teknis pengiriman uang di antaranya melalui transfer rekening bank atas nama Yogi dan Yosi.
”KPK menjadikan pemberian uang sejumlah sekitar Rp 8 miliar dari HH (Helmut) pada EOSH (Eddy) melalui YAR (Yogi) dan YAM (Yosi) sebagai bukti permulaan awal untuk terus ditelusuri dan didalami hingga dikembangkan,” kata Alexander.
Seusai konferensi pers, Helmut membantah telah menyuap Eddy. ”Tidak ada kami suap-menyuap perihal untuk membuka blokir karena yang bisa membuka blokir itu bukan menteri, bukan wakil menteri,” ucapnya.
Helmut menyebutkan yang melakukan pemblokiran adalah Emmanuel Valentinus Domen yang disebutnya menjabat sebagai Direktur Utama PT APMR. ”Seharusnya Emmanuel yang membuka blokir,” ujarnya.
Helmut juga mengaku tidak memberikan dukungan kepada Eddy sebagai Ketua PP Pelti dengan memberikan uang Rp 1 miliar.
Untuk kebutuhan proses penyidikan, KPK menahan Helmut selama 20 hari pertama sejak 7 Desember 2023 sampai dengan 26 Desember 2023 di Rumah Tahanan KPK. Adapun Eddy, Yogi, dan Yosi belum ditahan KPK.
Tak penuhi panggilan
Pada Kamis, sedianya Eddy Hiariej memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun, panggilan itu tak dipenuhi dengan alasan sakit. Untuk itu, KPK menjadwalkan kembali pemanggilan Eddy untuk diperiksa.
Ricky Sitohang selaku pengacara Eddy mengaku, pada mulanya kliennya itu sudah akan berangkat ke KPK sebelum penyakitnya kambuh. Namun, Ricky tidak mengetahui penyakit yang diderita Eddy. Ia hanya mengetahui obat yang dikonsumsi Eddy sangat banyak.
”Kalau (Eddy) pulih, pasti akan kooperatif (memenuhi panggilan KPK),” kata Ricky.
Surat pengunduran diri Eddy dari jabatannya sebagai Wamenkumham ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Kamis siang.
Sementara itu, surat pengunduran diri Eddy dari jabatannya sebagai Wamenkumham ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Kamis siang. Hal itu disampaikan oleh Koordinator Staf Khusus Presiden AAGN Ari Dwipayana.
”Bapak Presiden langsung menandatangani keppres (keputusan presiden) pemberhentian Bapak Eddy OS Hiariej sebagai Wamenkumham tertanggal 7 Desember 2023,” kata Ari.
Pada mulanya surat pengunduran diri itu diajukan Eddy pada Senin (4/12/2023). Namun, kata Ari, karena Presiden sedang berada di luar kota sampai Rabu (6/12/2023) petang, surat itu baru diterima Presiden pada Kamis siang setelah Presiden menghadiri acara Rakornas Investasi dan UMKM Expo di Jakarta