Purnawirawan Menjamur di Timses, TNI Klaim Tidak Terpengaruh
Sejumlah purnawirawan TNI dan Polri terlibat dalam dukung-mendukung, bahkan masuk dalam struktur tim pemenangan bakal capres-cawapres.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tentara Nasional Indonesia mengklaim tidak akan terpengaruh meski banyak pensiunan atau purnawirawannya menjadi bagian dari tim pemenangan calon presiden dan calon wakil presiden. Mereka akan memosisikan diri untuk netral saat perhelatan Pemilu 2024 berlangsung. Walakin, sejumlah pemerhati tetap khawatir peningkatan potensi pelanggaran netralitas pada prajurit, polisi, hingga aparatur sipil negara.
”Mengacu pada perintah Panglima TNI, (kami) tidak terpengaruh,” ujar Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Julius Widjojono saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (27/10/2023).
Pimpinan tertinggi TNI, lanjutnya, akan menindak tegas prajurit dan pegawai negeri sipil yang terlibat politik praktis serta memihak dan mendukung partai politik (parpol) atau pasangan calon. Dengan demikian, jika ada prajurit yang dibujuk atau dipengaruhi oleh para purnawirawan, akan ditindak tegas.
Para prajurit dilarang memberikan tanggapan dan komentar serta mengunggah apa pun yang berkaitan dengan hasil dari lembaga survei terhadap peserta pemilu. Keluarga prajurit TNI yang memiliki hak pilih juga dilarang mengarahkan pihak lain dalam menggunakan hak pilihnya. Selain itu, fasilitas sarana dan prasarana milik TNI tidak boleh digunakan oleh peserta pemilu untuk berkampanye.
”TNI sudah mengumpulkan segenap pimpinan komando utama, jajaran hukum di Markas Besar TNI untuk menyosialisasikan telegram Panglima TNI, mencetak poster dan publikasikan melalui berbagai platform yang berkaitan dengan netralitas TNI,” tambahnya.
Selain di tingkat pusat, jajaran TNI di daerah juga melakukan konsolidasi perihal netralitas, misalnya di Komando Distrik Militer (Kodim) 0303/Bengkalis. Komandan Distrik Militer 0303/Bengkalis Letnan Kolonel Irvan Nurdin mengumpulkan staf, perwira, dan prajurit Kodim Bengkalis serta komando rayon militer (koramil) di bawahnya untuk sosialisasi.
Di sisi lain, anggota Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Arie Budiman, kembali menyinggung kesepakatan bersama lima kementerian/lembaga, yakni Kementerian Dalam Negeri, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, KASN, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Aturan itu melarang ASN untuk memasang alat peraga, ikut sosialisasi dan kampanye, baik daring maupun luring, serta hadir dalam kegiatan yang berkaitan dengan peserta pemilu. Tak hanya itu, di dalamnya bahkan diatur larangan bagi ASN untuk mengunggah, berkomentar, menyukai, membagikan, dan ikut bergabung dalam grup peserta pemilu atau akun pemenangan. Mereka juga tak boleh berfoto bersama calon, tim sukses, dan alat peraga para peserta pemilu.
Saat ditanya mengenai ASN yang mengikuti atau follow akun media sosial peserta pemilu, Arie menyebut hal itu melanggar aturan. ”Follow akun media sosial itu termasuk salah satu jenis pelanggaran netralitas yang ada dalam keputusan bersama,” katanya.
Khawatir
Meski sudah ada aturan, Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengkhawatirkan sikap netral tidak bisa sepenuhnya dipatuhi oleh personel TNI-Polri dan ASN. Pasalnya, banyak purnawirawan prajurit dan polisi yang terlibat dalam tim pemenangan. Selain itu, pejabat-pejabat negara juga ikut mencalonkan diri sebagai peserta pemilu.
Menjaga netralitas aparat negara saat ini lebih sulit ketimbang pemilu sebelumnya. Godaannya lebih besar. Konflik kepentingan sangat rentan terjadi. Apalagi, hubungan emosional antara purnawirawan dan personel aktif itu ada, misalnya komandan dengan jajarannya.
Adapun Pemilu Presiden 2024 diikuti oleh tiga bakal pasangan capres-cawapres, yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, serta Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Prabowo merupakan Menteri Pertahanan, Gibran sedang menjabat Wali Kota Surakarta, sedangkan Mahfud mengemban jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Sementara purnawirawan TNI-Polri turut menjadi bagian dalam tim pemenangan para calon.
”Menjaga netralitas aparat negara saat ini lebih sulit ketimbang pemilu sebelumnya. Godaannya lebih besar. Konflik kepentingan sangat rentan terjadi. Apalagi, hubungan emosional antara purnawirawan dan personel aktif itu ada, misalnya komandan dengan jajarannya,” kata Kaka.
Ia juga menyinggung hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas minimal usia capres dan cawapres. ”Sekelas pejabat kehakiman saja, MK ada konflik kepentingan. Bagaimana dengan penyelenggara negara lainnya?” tambahnya.
Oleh karena itu, Kaka meminta pejabat negara yang masih aktif untuk menjaga jarak dari kegiatan dan kepentingan politiknya. Mereka harus bisa menjamin bahwa tidak ada alat negara yang terlibat ataupun disalahgunakan. Pada saat bersamaan, Bawaslu perlu bekerja lebih keras dalam menegakkan aturan, khususnya netralitas Presiden hingga bawahannya.
Menurut pengajar hukum pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini, penyalahgunaan sumber daya dan pengaruh oleh TNI, Polri, serta ASN sangat berbahaya dan mengancam pesta demokrasi. Hal itu bisa melemahkan kinerja pelayanan publik dan memicu konflik berupa gesekan antarkelompok masyarakat. ”Dengan sumber daya dan pengaruh yang dimilikinya, akan sangat berbahaya kalau TNI, Polri, dan ASN berpihak ke salah satu peserta pemilu,” katanya.
Keterlibatan purnawirawan harus dipastikan tidak berdampak pada politisasi dan penyalahgunaan wewenang TNI dan Polri untuk pemenangan salah satu peserta pemilu. Ini mengingat sistem komando dan relasi senioritas sangat kental dalam dua institusi tersebut.
Dampaknya akan menyasar pada perpecahan institusi dan pelemahan kinerja yang merugikan pertahanan serta keamanan negara. Selain itu, kepercayaan publik dapat tergerus, khususnya pada kualitas kompetisi dan legitimasi hasil Pemilu 2024. ”Hal itu juga bisa memperparah keterbelahan politik di masyarakat kita,” tambah Titi.