Mahfud MD: Perlu Keteladanan dari Partai dan Elite Cegah Politik Identitas
Pemilu 2024 merupakan pesta demokrasi yang akan menentukan arah pembangunan Indonesia. Untuk mencapai itu, partai dan elite politik diminta untuk tidak menggunakan politik identitas saat berkontestasi dalam pemilu.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemilu 2024 merupakan pesta demokrasi yang akan menentukan arah pembangunan ke depan sehingga diharapkan Indonesia dapat menjadi negara yang maju, bersatu, dan sejahtera. Untuk itu, politik identitas yang bisa memunculkan polarisasi perlu dicegah dengan ditunjukkannya keteladanan oleh partai dan elite untuk melaksanakan pemilu yang damai dan sesuai aturan-aturan yang berlaku.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md mengatakan, keberagaman adalah keniscayaan sehingga seharusnya tidak menjadi sesuatu yang memecah-belah bangsa. ”Keberagaman itu adalah sunnatullah, artinya sesuatu yang terjadi di alam ini tanpa bisa dihindari oleh siapa pun,” ujarnya dalam diskusi ”Keberagaman Menjadi Kekuatan Wujudkan Pemilu Bersih”, di Bandung, Jawa Barat, yang digelar secara daring dan luring, Selasa (13/9/2023).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Diskusi itu juga dihadiri kalangan pengurus partai politik, seperti Sekjen Gerindra Ahmad Muzani, Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto, Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Habib Bakar Alhabsyi, dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Muchamad Ali Safaat.
Mahfud mengatakan, semua agama mengajarkan bahwa keberagaman menjadi sumber kemajuan. Akan tetapi, keberagaman dapat menjadi bencana karena adanya kebencian. Dia mencontohkan, beberapa negara di Asia yang terpaksa berpisah karena adanya perbedaan agama atau bahasa.
Ia bersyukur, masyarakat Indonesia sangat toleran dan dapat menghargai keberagaman. Hal itu dibuktikan dengan persatuan yang terwujud di tengah adanya perbedaan, seperti terdapat 1.360 suku dan 726 bahasa. Dengan persatuan di tengah perbedaan itu, menurut Mahfud, keberagaman bisa menjadi berkah.
Untuk menjaga persatuan di tengah keberagaman, Indonesia menganut nilai-nilai Pancasila. Meski demikian, ada sejumlah tantangan yang dihadapi masyarakat Indonesia dalam menjaga keutuhan negara ini. Misalnya, sejak 1945 muncul sejumlah gerakan untuk mengganti Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia.
Menjelang Pemilu 2024, menurut Mahfud, diprediksi akan muncul polarisasi dengan menggunakan kendaraan bernama politik identitas.
Namun, gerakan-gerakan itu tidak berhasil karena pada umumnya masyarakat Indonesia ingin menjaga persatuan di tengah masyarakat yang beragam. Menurut Mahfud, ini merupakan modal penting untuk membangun Indonesia.
Menjelang Pemilu 2024, menurut Mahfud, diprediksi akan muncul polarisasi dengan menggunakan kendaraan bernama politik identitas. Penggunaan politik identitas, lanjut Mahfud, sangat merugikan masyarakat Indonesia.
”Politik identitas berbeda dengan identitas politik. Kalau identitas politik, masing-masing orang mempunyai. Tetapi, politik identitas adalah hal yang digunakan untuk memojokkan dan mendeskriminasi kelompok masyarakat,” ujarnya.
Untuk mencegah itu, ia berharap adanya keteladanan dari partai dan elite politik untuk melaksanakan pemilu yang damai dan sesuai aturan-aturan yang berlaku. ”Dibutuhkan peran keteladanan untuk membangun pemilu yang damai. Publik sadar kalau ada elite politik yang sengaja membuat polarisasi dengan politik identitas itu berarti mereka cenderung memperjuangkan kepentingan pribadi dan kelompoknya,” ujar Mahfud.
Dalam paparannya, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto, dan Sekjen PKS Habib Bakar Alhabsyi memberikan komitmen mereka untuk melaksanakan Pemilu 2024 yang damai. Setiap partai politik juga telah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi untuk mencegah konflik di pemilu.
Sekjen PKS Habib menjelaskan, setidaknya ada empat strategi mitigasi untuk mencegah politik identitas, yaitu pendidikan pemilih, regulasi media, dialog antarkelompok, dan partisipasi aktif masyarakat.
Ia menjelaskan, pendidikan pemilih dilakukan dengan mengedukasi pemilih tentang pentingnya pemilu damai dan keterampilan berpikir kritis dalam menilai informasi politik. Adapun regulasi media dapat dilakukan dengan menegakkan regulasi media yang bebas dari penyebaran berita palsu dan retorika berlebihan.
”Prinsip komunikasi kami adalah 3A, yaitu adem, akur, dan asyik. Hal itu dapat terwujud dengan pemilihan diksi kampanye yang santun dan bijak, akur dengan sesama partai politik, tokoh, dan anggota tidak saling mencaci. Selain itu, harus asyik juga,” jelasnya.
Sekjen Gerindra Ahmad Muzani menjelaskan, pemilu damai tanpa polarisasi sangat penting untuk mempertahankan stabilitas, demokrasi, persatuan, dan mendorong diskusi yang sehat. Pemilu damai juga penting untuk menghindari konflik, menjaga kepercayaan masyarakat, dan mendorong kemajuan sosial dan ekonomi.
Di level pemimpin politik sudah selesai, tapi berbeda kalau kita masuk ke bilik-bilik kecil masyarakat, masih ada kekhawatiran di situ.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Muchamad Ali Safaat mengatakan, semangat pemilu damai sudah terlihat di level elite. ”Di level pemimpin politik sudah selesai, tetapi berbeda kalau kita masuk ke bilik-bilik kecil masyarakat, masih ada kekhawatiran di situ. Masih ada narasi yang menggunakan politik identitas,” katanya.
Pengelompokan identitas politik, menurut Muchamad, terjadi karena adanya kesamaan-kesamaan di tengah masyarakat yang beragam. Kesamaan itu misalnya agama dan pemahaman beragama. Ada juga kesamaan nilai, pendidikan, dan proses pendidikan yang memengaruhi kerangka berpikir masyarakat.
Hal yang mengkhawatirkan, apabila identitas-identitas politik itu dipakai untuk membatasi gerak partai. ”Dulu ada pemecahan klasik, yaitu partai nasionalis dan partai Islam. Kita bersyukur karena sekarang sudah tidak ada lagi yang memakai karena partai nasionalis juga punya pandangan agama, partai Islam juga punya semangat nasionalis,” jelasnya.
Ia menuturkan, partai politik yang mapan mampu memberikan pendidikan politik dan disiplin politik bagi anggotanya. Sayangnya, masih ada partai-partai politik yang belum mapan yang punya keterbatasan dalam memberikan pendidikan politik.
Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, pendidikan dan disiplin partai politik sangat penting untuk menjaga demokrasi. Selain itu, netralitas aparatur negara dan pers sangat penting untuk mencegah politik yang diwarnai fitnah dan memecah bangsa. ”Perlu ada komitmen bersama untuk menegakkan kualitas demokrasi kita,” ujarnya.