Alasan MA Kurangi Hukuman Putri: Bukan Inisiator dan Pelaku Penembakan
Para hakim agung yang duduk sebagai majelis kasasi terhadap Putri, salah satu terdakwa pembunuhan Brigadir J, menilai Putri bukan pelaku penembakan. Terhadap Kuat, majelis pun menilai hukumannya terlalu berat.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·4 menit baca
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Putri Candrawathi meninggalkan ruang sidang saat proses persidangan diskors di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung mengurangi hukuman Putri Candrawathi, istri eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo, dari pidana penjara selama 20 tahun menjadi 10 tahun. Banyak pihak bertanya-tanya, apa yang menjadi dasar pertimbangan majelis kasasi MA sehingga sampai pada pemidanaan tersebut.
Putri merupakan salah satu dari lima terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Keempat terdakwa lain adalah Ferdy Sambo, Ricky Rizal Wibowo dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu (ajudan Sambo di Polri), serta Kuat Ma’ruf (asisten rumah tangga Sambo). Dari kelima terdakwa itu, hanya Eliezer yang tak mengajukan kasasi ke MA.
Juru Bicara Mahkamah Agung Suharto, Senin (28/8/2023), mengatakan, salinan putusan perkara pembunuhan Nofriansyah baik untuk terdakwa Sambo, Putri, Kuat, maupun Ricky sudah dikirimkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin ini. Salinan putusan lengkap juga sudah diunggah ke situs resmi Mahkamah Agung.
Suharto merupakan salah satu anggota majelis kasasi yang menangani empat perkara terkait pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah. Majelis kasasi tersebut diketuai oleh Ketua Kamar Pidana Suhadi dengan hakim anggota Jupriyadi, Desnayeti, Yohanes Priana, dan Suharto.
Salinan putusan perkara pembunuhan Nofriansyah baik untuk terdakwa Sambo, Putri, Kuat, maupun Ricky sudah dikirimkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin ini.
Dalam pertimbangan putusan majelis kasasi terhadap Putri, yang dimuat di halaman 33, majelis menguraikan alasan kenapa hukuman ibu tiga anak tersebut dikurangi separuhnya, dari 20 tahun menjadi 10 tahun penjara. Salah satunya adalah Putri bukan inisiator pembunuhan terhadap Nofriansyah. Dari awal Putri sudah menyatakan kepada Sambo agar permasalahan yang terjadi dapat diselesaikan dengan baik tanpa kekerasan.
”Bahkan, pada waktu di Magelang, terdakwa (Putri) telah berinisiatif memanggil korban dan memaafkan perbuatan korban,” tulis majelis kasasi.
KOMPAS/REBIYYAH SALASAH
Terdakwa pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, Putri Candrawathi, menjalani sidang pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023).
Alasan lain, Putri bukanlah orang yang terlibat langsung melakukan pembunuhan terhadap Nofriansyah. Yang menembak Nofriansyah adalah anak buah atau ajudan Sambo, yaitu Elizer, dan Sambo.
Di pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Eliezer adalah satu-satunya terdakwa dalam kasus pembunuhan ini yang memperoleh status pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap peristiwa sesungguhnya (justice collaborator). Dalam putusannya, majelis hakim PN Jaksel menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara dari tuntutan jaksa 12 tahun penjara.
Atas dasar pertimbangan pelaku penembakan adalah Eliezer dan Sambo, majelis kasasi memandang penjatuhan pidana terhadap Putri sudah sepatutnya bersifat proporsional atau sesuai dengan kesalahannnya. ”Terdakwa merupakan ibu dari empat orang anak. Bahkan, memiliki putra bungsu masih di bawah usia tiga tahun (batita) yang tentunya membutuhkan asuhan, kasih sayang, dan perhatian dari orangtua, terutama terdakwa selaku ibunya,” demikian salah satu pertimbangan majelis kasasi seperti dikutip dari salinan putusan yang diunduh di situs resmi MA.
Disparitas putusan untuk Kuat dan Ricky
Majelis kasasi yang sama juga mengurangi hukuman Kuat, asisten rumah tangga dan juga sopir pribadi Sambo, dari 15 tahun menjadi 10 tahun penjara. Dalam pertimbangannya, majelis menilai peran Kuat dalam kasus penembakan Nofriansyah merupakan pelaku turut serta (mede pleger) dan bukan pelaku utama (pleger). Dengan demikian, penjatuhan pidana kepada Kuat perlu dilihat kembali secara jernih, arif, dan bijaksana dengan mengedepankan asas obyektivitas dan proporsionalitas kesalahan.
Dalam rangkaian peristiwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah, disebutkan bahwa Kuat sudah terlibat sejak awal. Kuat sempat mengejar Nofriansyah dengan pisau. Ia juga menyarankan Putri melaporkan kejadian di Magelang, Jawa Tengah, atau dugaan pelecehan seksual yang disebut dilakukan Nofriansyah kepada Putri kepada suaminya. Saran itu disampaikan agar tidak ada duri dalam rumah tangga keduanya.
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Terdakwa Kuat Ma’ruf menunjukkan berkas pleidoi miliknya sebelum sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2023). Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan terdakwa Kuat Ma’ruf.
Setiba di Jakarta, setelah perjalanan dari Magelang, Kuat mengajak Putri bertemu Sambo di lantai tiga rumah di Saguling, Jakarta Selatan, guna melaporkan kejadian di Magelang kepada Sambo. Kuat juga mengetahui ada rencana pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah sehingga tanpa dikomando menutup pintu rumah bagian depan agar tidak terdengar kegaduhan. Padahal, tugas menutup pintu adalah tugas pegawai lainnya.
Pintu balkon juga ia tutup, bahkan ketika matahari masih bersinar terang. Saat penembakan terjadi, Kuat dan Ricky berada di barisan belakang Sambo dan menyaksikan pembunuhan tersebut dilakukan.
Majelis kasasi juga turut mempertimbangkan fakta bahwa Kuat Ma’ruf juga menerima ponsel merek iPhone 12 Pro Max dari Sambo setelah kejadian tersebut.
Majelis kasasi juga turut mempertimbangkan fakta bahwa Kuat Ma’ruf juga menerima ponsel merek iPhone 12 Pro Max dari Sambo setelah kejadian tersebut. Dengan peran tersebut, majelis kasasi menilai pidana 15 tahun penjara terhadap Kuat terlalu berat mengingat dia bukan pelaku utama.
”Pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa (Kuat) tersebut juga dinilai tidak adil apabila dibandingkan dengan pidana yang dijatuhkan kepada saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai pelaku utama yang hanya dijatuhi pidana penjara 1 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan putusannya berkekuatan hukum tetap,” kata majelis kasasi.
Majelis kasasi juga mempertimbangkan Kuat yang sudah bekerja kepada Sambo dan Putri cukup lama. Secara psikologis, yang bersangkutan dinilai tidak dapat menolak perintah Sambo dan Putri.
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Terdakwa Ricky Rizal bersiap mengikuti sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2023).
”Judex facti” dinilai tidak cermat
Sementara itu, Ricky oleh judex facti, hakim yang memeriksa fakta persidangan, dipidana dengan 13 tahun penjara. MA menguranginya dengan pidana 8 tahun penjara. Majelis kasasi menilai judex facti tidak cermat dalam mempertimbangkan fakta-fakta persidangan sehingga putusan judex facti tergolong sebagai putusan yang kurang sempurna pertimbangan hukumnya.
Ada beberapa hal yang tidak dipertimbangkan judex facti, yakni bahwa Ricky bukan pelaku utama, eksekutor hanya dijatuhi pidana 1 tahun 6 bulan, Ricky sebagai ajudan Sambo tidak bisa menolak perintah karena ada relasi kuasa, dan Ricky punya kehendak menolak perintah Sambo saat diminta jadi eksekutor penembakan.
Oleh karena itu, MA mengurangi hukuman Ricky setelah mempertimbangkan hal-hal yang meringankan tersebut dalam penjatuhan pidana.