Dalam dakwaan pembunuhan berencana Brigadir J oleh terdakwa Ferdy Sambo, diuraikan perintah pembunuhan Brigadir J kepada Richard Eliezer oleh Sambo. Tak hanya itu, Sambo disebut ikut menembak Brigadir J.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri di Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jakarta, 8 Juli lalu, Ferdy Sambo memerintahkan Bhayangkara Dua Richard Eliezer untuk menembak Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Tanpa ragu, Eliezer langsung mengarahkan senjata api Glock 17 ke tubuh Nofriansyah.
Rangkaian peristiwa itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum Rudy Irmawan saat membacakan surat dakwaan terhadap Ferdy Sambo, bekas Kadiv Propam Polri, yang menjadi salah satu terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022). Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Wahyu Iman Santosa dengan didampingi Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono sebagai hakim anggota.
Jaksa mengungkapkan, sebelum instruksi penembakan itu keluar, Sambo menumpangi mobil dinas yang dikemudikan oleh sopirnya, Prayogi, dari rumah pribadinya di Jalan Saguling, Jakarta Selatan, ke rumah di Duren Tiga. Di mobil itu Sambo duduk bersebelahan dengan ajudannya, Adzan Romer.
Setibanya di Duren Tiga, senjata api jenis HS milik Nofriansyah yang dibawa Sambo sempat terjatuh saat dia keluar dari mobil dan hal itu disaksikan oleh Adzan. Adzan yang hendak mengambil senjata tersebut pun dicegah oleh Sambo. ”Biar saya saja yang mengambil,” kata jaksa menirukan ucapan Sambo.
Saat itu, kata jaksa, Adzan menyaksikan Sambo sudah mengenakan sarung tangan warna hitam. Sambo kemudian memungut senjata api HS milik Nofriansyah yang dibawanya, kemudian memasukkannya ke dalam kantong celana sebelah kanan.
Sekitar pukul 17.11, lanjut jaksa, Sambo masuk ke dalam rumah dinas Polri yang ditempatinya itu melalui pintu garasi. Adapun di Duren Tiga sudah berkumpul istri Sambo, Putri Candrawathi, serta tiga ajudan Sambo, yakni Nofriansyah, Ricky Rizal, serta Richard Eliezer. Selain itu, ada pula Kuat Ma’ruf, asisten rumah tangga keluarga Sambo.
Di lantai satu rumah itu, Sambo kemudian bertemu dengan Kuat. Kuat menyaksikan saat itu Sambo dalam keadaan raut muka marah dan emosi. Dengan nada tinggi, Sambo memerintahkan Kuat untuk memanggil Nofriansyah.
”Wat! Mana Ricky dan Nofriansyah, panggil!” kata jaksa menirukan perintah Sambo kepada Kuat.
Mendengar suara Sambo, Eliezer segera turun dari lantai dua ke lantai satu mendekati Sambo dan berdiri di samping kanan Sambo. Dengan nada tinggi Sambo kemudian memerintahkan Eliezer untuk menyiapkan senjatanya. ”Kokang senjatamu!” kata jaksa menirukan perintah Sambo kepada Eliezer.
Mengikuti perintah Sambo, Eliezer pun mengokang senjatanya dan menyelipkan senjata itu di pinggang kanannya.
Sementara itu, Kuat dengan sigap dan tanggap menghampiri Ricky yang berada di luar rumah. Kuat kemudian memberi tahu Ricky bahwa ia dan Nofriansyah dipanggil Sambo. Ricky pun segera memberi tahu Nofriansyah yang sedang berada di halaman samping rumah bahwa ia dipanggil Sambo. Mendengar hal itu, Nofriansyah bergegas menemui Sambo yang berada di dalam rumah, dengan diikuti oleh Ricky.
Sesampainya Nofriansyah di ruang tengah, Sambo langsung memegang leher bagian belakang Nofriansyah, lalu mendorongnya ke depan sehingga posisi Nofriansyah tepat berada di depan tangga berhadapan dengan Sambo. Saat itu, Eliezer berada di sebelah kanan Sambo, sedangkan di belakang Sambo berdiri Kuat. Adapun Ricky berdiri di belakang Eliezer dengan posisi bersiaga jika Yosua melakukan perlawanan.
Saat peristiwa itu terjadi, Putri berada di dalam kamar utama yang jaraknya hanya 3 meter dari tempat Nofriansyah berada.
Sambo kemudian memerintahkan Nofriansyah untuk jongkok. Seraya mengikuti perintah tersebut, Nofriansyah pun mengangkat kedua tangannya dengan posisi menghadap ke depan sejajar dengan dada. Saat itu, Nofriansyah sempat mundur sedikit sebagai tanda penyerahan diri.
”Ada apa ini,” kata jaksa menirukan perkataan Nofriansyah yang disebutkan oleh saksi.
Bukannya memberikan penjelasan, Sambo dengan lantang memerintah Eliezer untuk menembak Yosua. ”Woi...! Kau tembak...! Kau tembak cepaaat! Cepat woi, kau tembak!” kata jaksa menirukan perintah Sambo.
Menurut jaksa, sebagai perwira tinggi Polri berpangkat inspektur jenderal, sepatutnya Sambo memberikan penjelasan kepada Nofriansyah sebagaimana yang diceritakan Putri. Sebelumnya, Putri mengaku kepada Sambo telah mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh Nofriansyah saat berada di Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli.
”Seharusnya terdakwa sebagai perwira tinggi Polri memberikan penjelasan kepada Nofriansyah sebagaimana cerita Putri tentang pelecehan yang terjadi di Magelang. Bukannya malah membuat terdakwa Sambo semudah itu marah dan emosi hingga merampas nyawa korban Nofriansyah,” kata jaksa.
Mendengar teriakan perintah untuk tembak dari Sambo, Eliezer dengan pikiran tenang dan matang serta tanpa ada keraguan sedikit pun langsung mengarahkan senjata api Glock 17 ke tubuh Nofriansyah. Eliezer kemudian melepaskan tembakan sebanyak tiga atau empat kali hingga Nofriansyah terjatuh dan terkapar.
Jaksa kemudian merinci bekas luka tembak yang ditemukan di tubuh Nofriansyah. Menurut jaksa, penembakan tersebut menimbulkan luka tembak masuk pada sisi kanan ke dalam rongga dada hingga menembus paru dan bersarang pada otot sela iga kedelapan kanan bagian belakang. Tembakan itu menimbulkan sayatan pada bagian punggung.
Luka tembak masuk pada bahu kanan menyebabkan luka tembak keluar pada lengan atas kanan. Luka tembak masuk pada bibir sisi kiri menyebabkan patahnya tulang rahan bawah dan menembus hingga ke leher sisi kanan. Luka tembak masuk pada lengan bawah kiri bagian belakang menembus pergelangan tangan kiri dan menyebabkan kerusakan pada jari manis dan jari kelingking tangan kiri.
Sambo kemudian mendekati Nofriansyah yang sudah terkapar dengan posisi tertelungkup di dekat tangga, di depan kamar mandi. Saat itu, Nofriansyah masih bergerak-gerak kesakitan.
Untuk memastikan bahwa Nofriansyah sudah tidak bernyawa lagi, Sambo yang sudah mengenakan sarung tangan dengan menggenggam senjata api lantas melepas tembakan satu kali ke bagian belakang kepala hingga akhirnya Nofriansyah meninggal. Tembakan itu menembus kepala bagian belakang sisi kiri Nofriansyah, melalui hidung, dan mengakibatkan luka bakar pada cuping hidung korban di sisi kanan luar.
Jaksa kemudian menyebutkan bahwa lintasan anak peluru itu telah mengakibatkan rusaknya tulang dasar tengkorak pada dua tempat yang mengakibatkan kerusakan tulang dasar rongga bola mata bagian kanan. Selain itu, menimbulkan resapan darah pada kelopak mata kanan. Lintasan anak peluru juga menimbulkan kerusakan pada batang otak.
Dalam sidang tersebut, Ferdy datang dengan mengenakan kemeja batik dan rompi warna merah. Namun, ketika memasuki ruang sidang, rompi tersebut dilepas.