Kemendagri Belum Buka Nama-nama Calon Penjabat Kepala Daerah
Dalam waktu dekat, September nanti, bakal ada 85 penjabat kepala daerah yang akan diangkat. Kemendagri belum dapat membuka nama-nama calon penjabat kepala daerah itu dengan alasan masih dikompilasi.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Dalam Negeri belum mau membuka nama-nama calonpenjabat kepala daerah yang masuk ke instansinya untuk diusulkan kepada tim penilai akhir di Kementerian Sekretariat Negara. Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Benni Irwan mengatakan, nama-nama calon yang masuk itu masih dikompilasi sampai 9 Agustus nanti.
Seperti diberitakan sebelumnya, sebagai dampak penyerentakan pemilihan kepala daerah pada 2024, pemerintah mengangkat penjabat kepala daerah. Untuk tahun 2023 ada 170 kepala daerah yang berakhir masa jabatannya. Sebagai penggantinya perlu diangkat 17 penjabat gubernur, 115 penjabat bupati, dan 38 penjabat wali kota. Jumlah itu jauh lebih banyak dibandingkan tahun 2022, yaitu 101 penjabat kepala daerah.
Dalam waktu dekat ini, yaitu September, sebanyak 85 penjabat kepala daerah akan diangkat.
Dalam waktu dekat ini, yaitu September, sebanyak 85 penjabat kepala daerah akan diangkat. Sepuluh di antaranya adalah penjabat gubernur, sisanya penjabat bupati dan penjabat wali kota. Untuk penjabat gubernur, beberapa di antaranya adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Bali, dan Sulawesi Selatan.
”Sedang dikompilasi, (nama-nama calon penjabat yang diusulkan oleh kementerian dan lembaga), belum disampaikan ke saya,” kata Benni saat dihubungi, Sabtu (5/8/2023).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, DPRD provinsi mengajukan usulan tiga nama untuk posisi penjabat gubernur. Begitu pula Mendagri mengusulkan tiga nama. Terkait dengan hal itu, Mendagri dapat menerima masukan dari kementerian/lembaga lain.
Enam usulan nama itu kemudian dibahas Mendagri untuk dikerucutkan menjadi tiga nama. Pembahasan itu dapat melibatkan kementerian/lembaga lain, seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Badan Intelijen Negara.
Setelah diputuskan tiga nama, nama-nama itu diserahkan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara sebagai bahan pertimbangan Presiden. Pengangkatan penjabat nantinya ditetapkan dengan keputusan Presiden.
”Kita tunggu sampai tanggal 9 Agustus nanti biar tahu ada usulan dari mana saja. Sebab, tidak hanya Kemendagri yang bisa mengusulkan, tetapi juga dari kementerian dan lembaga. Ada beberapa kementerian yang akan mengusulkan, yaitu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas); hingga Perpustakaan Nasional,” ujarnya.
Salah satu usulan yang sudah masuk, menurut Benni, adalah dari DPRD Provinsi Bali. Mereka mengantarkan langsung usulan nama calon penjabat kepala daerah itu ke Kemendagri. Nama yang diusulkan salah satunya adalah Sekretaris Daerah Bali Dewa Made Indra. Benni berjanji, usulan nama-nama calon di luar itu akan dibuka setelah 9 Agustus mendatang.
Peneliti di Pusat Penelitian Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mardyanto Wahyu Tryatmoko berpandangan, agak sulit mengharapkan perbaikan transparansi dan akuntabilitas dari Kemendagri karena secara aturan legal-formal penunjukan penjabat kepala daerah memang dibuat tertutup. Saat gelombang pengangkatan 101 penjabat kepala daerah pada 2022 lalu, ia memberi contoh, masyarakat sipil bersama media dan bahkan hasil Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI telah menyebutkan ada malaadministrasi di balik pengangkatan penjabat kepala daerah.
Rekomendasi Ombudsman untuk membuat Peraturan Pemerintah (PP) agar pengangkatan penjabat kepala daerah berjalan lebih transparan dan akuntabel pun diabaikan. Sebaliknya, Kemendagri hanya membuat Peraturan Mendagri No 4/2023 yang secara legal formal akan mempertahankan status quo pengangkatan penjabat yang minim pelibatan partisipasi publik.
Agak sulit mengharapkan perbaikan transparansi dan akuntabilitas dari Kemendagri karena secara aturan legal-formal penunjukan penjabat kepala daerah memang dibuat tertutup.
”Kemendagri, jika ditanya tentang pertanggungjawaban pengangkatan penjabat kepala daerah, pasti akan lari ke aspek legal formal. Ini menjadi problematik karena substansinya tidak akan dapat. Substansinya adalah soal kontrol politik agar tidak ada kegiatan yang mengarah pada politisasi suara. Bukan birokrasi atau administratif,” paparnya.
Jika perdebatan dibawa ke aspek legal-formal maupun administratif, lanjut Mardyanto, tentu Kemendagri akan kembali berdalih bahwa penjabat ditunjuk melalui mekanisme penugasan, bukan hasil pemilu definitif. Oleh karena itu, terkait aspek demokratisasi dianggap sudah cukup dengan melibatkan DPRD sebagai representasi rakyat secara institusional.
”Concern saya bukan hanya pengisian penjabat kepala daerah yang belum (terisi), melainkan juga bagaimana mengevaluasi penjabat yang sudah ada. Seharusnya, evaluasi itu setiap tiga bulan. Seharusnya, evaluasi itu dibuka ke publik untuk melihat kontrol politik dari penjabat yang mungkin bisa didorong di luar aspek legal formal,” ujarnya.
Evaluasi dari penjabat kepala daerah yang sudah diangkat sebelumnya itu, lanjutnya, bisa dilakukan melalui mekanisme check and balances dari DPRD. Selain itu, pengawas eksternal, seperti masyarakat sipil, media massa, hingga ORI, juga dibutuhkan untuk mengevaluasi kinerja dari penjabat. Partai politik di tingkat daerah seharusnya bisa mengoptimalkan fungsi check and balances itu untuk ikut mengawasi penjabat dari sisi politik.
Menurutnya, figur yang akan mengisi jabatan penjabat kepala daerah, terutama yang berasal dari TNI atau anggota Polri aktif, juga akan menjadi masalah klasik. Biasanya perwira TNI atau Polri aktif itu telah mengakali aturan dengan mundur dari jabatannya. Kemudian, mereka akan ditempatkan di jabatan sipil dengan pangkat jabatan pimpinan tinggi (JPT) madya maupun pratama. Oleh karena itu, pengawasan eksternal dari media dan masyarakat sipil menjadi penting agar Permendagri 4/2023 tidak lagi diakali.