Komisi Informasi Pusat Putuskan Kemendagri Buka Dokumen Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah
Informasi yang mengandung unsur data pribadi dilarang menjadi alasan untuk mengecualikan akses publik terhadap keseluruhan salinan informasi publik.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Informasi Pusat atau KIP memenangkan sengketa informasi yang diajukan Indonesia Corruption Watch terkait transparansi informasi dan dokumen pengangkatan penjabat kepala daerah. Melalui putusan nomor 007/I/KIP-PSI/2023, KIP meminta Kementerian Dalam Negeri membuka informasi dan dokumen pengangkatan penjabat kepala daerah karena hal itu merupakan kategori informasi terbuka.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, saat dihubungi, Selasa (1/8/2023), menuturkan, sidang putusan sengketa informasi antara ICW selaku pemohon dan Kementerian Dalam Negeri selaku termohon digelar di kantor KIP, Kamis (27/7/2023). ICW menggugat Kemendagri setelah permintaan informasi yang diajukan sejak 2022 terkait informasi dan dokumen pengangkatan penjabat (PJ) kepala daerah tidak diberikan. ICW juga telah memberikan keterangan, menghadirkan saksi ahli, menyampaikan bukti-bukti dan kesimpulan.
”Majelis Komisioner KIP melalui putusan dengan register nomor 007/I/KIP-PSI/2023 memutuskan bahwa seluruh aturan teknis terkait pengisian posisi penjabat kepala daerah sebagai turunan dari Pasal 201 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah sebagaimana diamanatkan dalam pertimbangan hakim di putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XIX/2021 dan Nomor 15/PUU-XX/2022 merupakan informasi terbuka dan wajib diberikan dokumen-dokumennya kepada ICW,” ujar Kurnia.
Menurut Kurnia, dokumen penjaringan calon penjabat, dokumen usulan dan saran yang diterima Kemendagri terkait kandidat penjabat, dokumen pertimbangan dalam sidang Tim Penilai Akhir (TPA) calon PJ Kepala daerah, dokumen rekam jejak dan latar belakang kandidat PJ kepala daerah merupakan informasi terbuka. Sehingga, Kemendagri wajib memberikan dokumen itu kepada ICW, sepanjang tidak memuat data pribadi.
”Informasinya tetap harus dibuka dan diberikan dengan menghitamkan atau menyensor bagian yang memuat data pribadi dengan disertai alasan dan penjelasan terkait materinya,” imbuhnya.
Dalam pertimbangan putusannya, Majelis Komisioner KIP menegaskan bahwa informasi yang dihitamkan itu harus disertai alasan dan penjelasan terkait materinya. Informasi yang mengandung unsur data pribadi dilarang menjadi alasan untuk mengecualikan akses publik terhadap keseluruhan salinan informasi publik.
Setelah putusan itu, Kemendagri sebagai pihak termohon bisa bersikap tidak menerima putusan dan mengajukan keberatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara dengan tenggat 14 hari kerja setelah menerima salinan putusan. Apabila tidak ada upaya lanjutan, putusan sengketa informasi itu akan dinyatakan berkekuatan hukum tetap. ICW berhak untuk meminta penetapan eksekusi ke ketua pengadilan yang berwenang atas dokumen atau informasi yang sepatutnya dibuka Kemendagri.
Sebelum menggugat sengketa informasi di KIP, ICW bersama-sama dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil, yaitu Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan telah melakukan sejumlah langkah advokasi. Salah satunya melaporkan indikasi maladministrasi ke Ombudsman RI (ORI) terkait dengan bobroknya kinerja Kemendagri dalam penentuan penjabat kepala daerah. Koalisi masyarakat sipil menilai, proses yang dilakukan Kemendagri itu tidak transparan, akuntabel, dan partisipatif.
”Pasca-pelaporan itu, pada pertengahan Juli tahun 2022, ORI juga menyatakan bahwa tindakan Mendagri Tito Karnavian terbukti malaadministrasi, terutama ketika keliru menafsirkan putusan MK. Putusan MK Nomor 15/PUU-XX/2022 mengamanatkan agar pelaksanaan pengangkatan PJ menggunakan aturan turunan sebagai pedoman pelaksanaan,” imbuhnya.
Namun, alih-alih membuat peraturan pemerintah (PP) yang posisinya berada di bawah undang-undang, Kemendagri justru membuat Peraturan Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Wali Kota untuk mengatasi kekosongan hukum. Menurut dia, langkah itu merupakan kekeliruan yang fatal untuk memahami putusan MK.
”Kami mendesak Kemendagri segera menyerahkan Keputusan Presiden Nomor 50/P Tahun 2022 tentang Pengangkatan Penjabat Gubernur dan seluruh aturan teknis terkait pengisian posisi penjabat kepala daerah sebagai turunan dari Pasal 201 UU Pilkada dan putusan MK Nomor 15/PUU-XX/2022. Selain itu, juga menyerahkan dokumen penjaringan calon penjabat, dokumen usulan dan saran yang diterima Kemendagri terkait kandidat penjabat, dokumen pertimbangan dalam sidang TPA calon PJ Kepala Daerah, serta dokumen rekam jejak dan latar belakang kandidat PJ kepala daerah,” ungkapnya.
Terkait dengan putusan sengketa informasi terkait pengangkatan penjabat kepala daerah, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan mengatakan, pihaknya masih akan mempelajari materi putusannya sebelum mengajukan langkah hukum lanjutan. Terkait dengan permintaan dari masyarakat sipil untuk membuka informasi publik seputar pengangkatan penjabat kepala daerah, dia juga mengatakan masih akan mengoordinasikan di level internal Kemendagri.
Menanggapi tentang isu pengangkatan penjabat kepala daerah, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, Kemendagri telah mengangkat penjabat kepala daerah dalam beberapa gelombang dan jumlah yang banyak. Tahun ini, mulai September sampai dengan Desember akan ada 17 orang yang kembali akan diangkat sebagai penjabat kepala daerah.
Pihaknya telah menjaring calon-calon penjabat tersebut. Penjabat gubernur akan diangkat dengan kriteria memenuhi syarat pejabat pimpinan tinggi (JPT) madya, eselon I struktural atau setara sekda. Kemendagri juga telah meminta pejabat dari kementerian atau lembaga, eselon I struktural bukan fungsional.
”Jadi, dosen tidak bisa. Kami sudah mendapatkan masukan, jadi tim penilai akhir mungkin tergantung waktunya Bapak Presiden, tetapi kemungkinan besar bulan Agustus pertengahan atau akhir untuk menentukan yang di bulan September itu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatra Selatan, dan lain-lain,” katanya.
Sesuai dengan Undang-Undang Pilkada, kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2018 yang dilantik pada April 2019 akan habis semua masa jabatannya pada akhir tahun 2023 ini. Dengan demikian, pada akhir tahun 2023 ini, mereka akan digantikan dengan penjabat semuanya.