Dewas Dituntut Lebih Tegas Tangani Pelanggaran Etik Pimpinan KPK
Dewan Pengawas KPK menunda sidang etik terhadap Johanis Tanak yang semula dijadwalkan digelar pada Senin (24/7/2023) karena Wakil Ketua KPK itu tengah cuti.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
Johanis Tanak bersiap mengucapkan janji sebagai Wakil Ketua merangkap anggota Pimpinan KPK sisa jabatan 2019-2023 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (28/10/2022). Johanis Tanak menggantikan mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar yang sebelumnya mengundurkan diri.
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi dituntut untuk lebih tegas dalam menangani perkara dugaan pelanggaran kode etik pimpinan KPK. Akan lebih baik jika Dewan Pengawas KPK tidak memberikan toleransi terhadap siapa pun pimpinan KPK yang diduga atau dilaporkan telah melanggar etik.
Harapan itu disampaikan setelah Dewan Pengawas (Dewas) menjadwalkan ulang sidang etik terhadap Wakil Ketua KPK Johanis Tanak. Dewas telah menjadwalkan sidang etik terhadap Tanak pada Senin (24/7/2023) secara tertutup. Akan tetapi, sidang itu ditunda karena Tanak tengah cuti.
Meskipun demikian, anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, mengatakan, sidang pada Senin tetap dilaksanakan. Namun, tidak ada pemeriksaan. ”Besok Senin tanggal 24 Juli 2023 sidang etik dibuka, kemudian majelis akan tetapkan jadwal baru karena Pak JT (Johanis Tanak) masih cuti. Tidak ada pemeriksaan saksi,” kata Syamsuddin saat dihubungi di Jakarta, Minggu (23/7/2023).
Syamsuddin mengungkapkan, Tanak sudah mengajukan cuti sebelum jadwal sidang ditetapkan. Kompas sudah meminta penjelasan kepada Tanak terkait dengan pengajuan cuti dan dugaan pelanggaran etik ini, tetapi tidak direspons.
Sebelumnya, anggota Dewas KPK Albertina Ho mengungkapkan, Dewas menemukan bukti Tanak berkomunikasi dengan Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Idris Froyoto Sihite pada 27 Maret 2023. Saat itu, Tanak sudah menjabat sebagai pimpinan KPK dan KPK sedang mengusut kasus dugaan korupsi di ESDM. Ia mengirim pesan tiga kali kepada Sihite, tetapi dihapus.
Dewas telah menanyakan kesediaan Tanak agar telepon genggamnya diekstraksi untuk memastikan komunikasi pada 27 Maret 2023 yang terhapus tersebut. Namun, Tanak menolaknya.
Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo, menegaskan, Dewas harus mempunyai muruah yang kuat agar tidak diremehkan pimpinan maupun pegawai KPK. ”Dewas harus zero tolerance (tanpa toleransi) supaya pimpinan KPK takut,” kata Yudi.
Dewas harus tegas dalam menangani kasus ini. Apalagi, Tanak tidak kooperatif setelah menolak menyerahkan alat komunikasinya dan saat ini cuti di saat harus menjalani sidang etik.
Menurut dia, Dewas harus tegas dalam menangani kasus ini. Apalagi, Tanak tidak kooperatif setelah sebelumnya menolak menyerahkan alat komunikasinya dan saat ini cuti di saat harus menjalani sidang etik. Tidak kooperatifnya Tanak tersebut menunjukkan bahwa Dewas tidak dianggap penting oleh pimpinan KPK.
Oleh karena itu, Yudi mendorong agar Dewas membongkar kasus ini dan memberikan hukuman berat agar dugaan pelanggaran etik ini tidak ditiru oleh pegawai lain. Yudi yang pernah menjadi Ketua Wadah Pegawai KPK tersebut membandingkan kinerja Dewas dengan Pengawas Internal yang telah dibubarkan.
Kerja Pengawas Internal KPK dinilai Yudi lebih cepat dan tegas dalam mengungkap dugaan pelanggaran etik dibandingkan dengan Inspektorat maupun Dewas. Dewas dianggapnya tidak berani menghukum dengan sanksi tegas terhadap pimpinan atau pegawai KPK yang melanggar etik.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri pernah dinyatakan melanggar kode etik karena menggunakan helikopter untuk perjalanan pribadi. Namun, Firli hanya dikenai sanksi ringan berupa teguran tertulis.
Belum lagi kasus mantan pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar yang tidak tuntas karena Lili mengundurkan diri saat sidang etik tengah berjalan. Lili yang diduga menerima gratifikasi dari sebuah perusahaan milik negara berupa akomodasi dan tiket menonton MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat, tersebut tidak menghadiri sidang etik karena mengikuti pertemuan G20 Anti-Corruption Working Group di Bali.
Yudi mengingatkan, jika ingin dihormati pimpinan KPK dan menjaga kepercayaan publik terhadap KPK, Dewas harus tegas dalam mengusut kasus dugaan pelanggaran etik yang terjadi di lembaga antirasuah tersebut.