Sekretaris Mahkamah Agung Kembali Terlibat Korupsi
Sekretaris MA Hasbi Hasan ditahan KPK karena turut ambil bagian dalam mengawal dan mengurus kasasi perkara debitor KSP Intidana, Heryanto Tanaka. Ia diduga menerima Rp 3 miliar dalam perkara ini.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Sekretaris Mahkamah AgungHasbi Hasan dalam perkara dugaan suappengurusan perkara di MA. Bukan hanya kali ini sekretaris MA tersandung kasus korupsi. Kejadian berulang diharapkan menjadi pendorong untuk perbaikan tata kelola di MA, mulai dari proses seleksi hingga pengawasan.
Hasbi yang telah menjabat sebagai sekretaris MA sejak 20 Desember 2020 ditahan KPK karena turut ambil bagian dalam mengawal dan mengurus kasasi perkara debitor Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Heryanto Tanaka.
Atas keterlibatan Hasbi dan Komisaris Independen PT Wika Beton Dadan Tri Yudianto, putusan pidana yang diinginkan Heryanto terbukti. Pengurus KSP Intidana, Budiman Gandi Suparman, dinyatakan bersalah dan dipidana selama lima tahun penjara. Padahal, Pengadilan Negeri Semarang telah membebaskan Budiman.
”Sekitar periode Maret 2022 sampai dengan September 2022 terjadi transfer uang melalui rekening bank dari HT (Heryanto) kepada DTY (Dadan) sebanyak tujuh kali dengan jumlah sekitar Rp 11,2 miliar. Dari uang Rp 11,2 miliar tersebut, DTY kemudian membagi dan menyerahkannya kepada HH (Hasbi) sesuai komitmen yang disepakati keduanya dengan besaran yang diterima HH sejumlah sekitar Rp 3 miliar,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Sebagai barang bukti dalam perkara ini, KPK telah menyita beberapa unit mobil mewah. Firli mengatakan, KPK akan mengembangkan apa saja yang dilakukan Hasbi dalam pengurusan perkara di MA. Selain itu, KPK akan membuka peluang mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk mengembalikan kerugian negara serta menjadikan efek jera terhadap pelaku.
Dalam kasus pengurusan perkara di MA, KPK telah menetapkan 17 tersangka. Dua di antaranya merupakan hakim agung, yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh. Selain itu, ada tiga hakim yustisial, yaitu Prasetyo Nugroho, Edy Wibowo, dan Elly Tri Pangestu.
Sudrajad telah dijatuhi hukuman pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan penjara. Sementara itu, Gazalba masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat.
Sebelum Hasbi, bekas Sekretaris MA Nurhadi menerima gratifikasi terkait penanganan perkara pada suap, gratifikasi, dan pencucian uang. Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, divonis masing-masing 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Nurhadi dinyatakan terbukti menerima uang dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto Rp 35,72 miliar dan gratifikasi dari beberapa pihak yang diberikan melalui Rezky. Nurhadi melakukan upaya hukum kasasi, tetapi ditolak MA. Bahkan, Nurhadi juga telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan TPPU.
Melihat berulangnya sekretaris MA terlibat dalam kasus korupsi, Firli mengatakan, KPK bekerja sama dengan Badan Pengawas MA telah meneliti terkait dengan perbaikan sistem di MA agar tidak ada celah korupsi. Salah satunya melalui asesmen risiko korupsi.
MA telah menjelaskan beberapa perbaikan kepada Firli, di antaranya pengaturan perkara dengan menggunakan teknologi agar orang tidak bisa mengikuti siapa yang akan menjadi hakim. Selain itu, pengumuman putusan disampaikan dalam waktu sehari.
Juru Bicara MA Suharto mengatakan, MA menghormati proses hukum yang sedang dijalankan oleh KPK, termasuk penggunaan kewenangannya untuk menahan di tingkat penyidikan.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter, mendorong ada perbaikan tata kelola di MA mulai dari proses seleksi hingga pengawasan. Menurut dia, dalam proses seleksi di MA masih terjadi percaloan. Beberapa laporan peserta yang merasa diperlakukan tidak adil telah masuk ke ICW.
Lalola mengatakan, sekretaris MA tidak langsung memegang perkara, tetapi banyak mengatur hal-hal terkait kesekretariatan di internal, seperti jenjang karier, penjadwalan, dan rotasi. ”Karena kewenangan itu, sekretaris MA punya entitas yang cukup kuat. Misalnya, mendapat restu atau kedekatan dengan sekretaris MA, itu tetap memengaruhi jenjang karier,” jelasnya.
Bahkan, dalam kasus Nurhadi, kata Lalola, sekretaris MA bisa mengatur komposisi majelis dan panitera. Karena itu, kerja sekretaris MA cukup berpengaruh terhadap lembaga peradilan.
Melihat kewenangan dan fungsi sekretaris MA yang besar, Lalola mengingatkan pentingnya penguatan pengawasan jabatan tersebut.
Di MA sudah ada pengawasan internal dari Badan Pengawas MA dan eksternal dari Komisi Yudisial, tetapi jabatan sekretaris MA seperti tak tersentuh.
Menurut Lalola, sistem pengawasan di MA harus diperbaiki melalui evaluasi kinerja. Mekanisme sistem pengawasan harus diperjelas dan ada sarana penyampaian pengaduan pelanggaran. Selain itu, perlu ada kejelasan mekanisme rotasi dan pembinaan untuk mencegah hakim mempunyai pengaruh yang kuat di pengadilan tertentu.