Diperpanjang Masa Jabatannya, Pimpinan KPK Perlu Terus Diawasi
Pimpinan KPK periode ini diduga kerap melanggar kode etik, seperti membocorkan dokumen penyidikan dan penggunaan helikopter. Dengan masa jabatan mereka diperpanjang sesuai putusan MK, masyarakat perlu awasi kinerjanya.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat perlu ikut mengawasi kerja pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode saat ini. Perpanjangan masa jabatanpimpinan KPK menjadi lima tahun, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi, memberikan kesempatan bagi mereka untuk terus memimpin lembaga antirasuah itu. Padahal, di antara mereka sudah ada yang terbukti ataupun diduga melakukan pelanggaran etik.
Dewan Pengawas KPK yang bertugas mengawasi dan menindak pelanggaran etik yang diduga dilakukan insan KPK belakangan ini juga dinilai kinerjanya tak efektif. Salah satunya karena sanksi yang dijatuhkan terhadap insan KPK yang melanggar kode etik relatif ringan.
Ketua Indonesia Memanggil 57+ Institute, Mochamad Praswad Nugraha, mengingatkan, pimpinan KPK periode ini sering diduga melanggar kode etik, seperti bertemu dengan pihak yang sedang berperkara secara tertutup hingga penggunaan helikopter untuk perjalanan pribadi. Di sisi lain, kinerja Dewan Pengawas KPK banyak dipertanyakan.
Ia tidak ingin perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK pada periode ini digunakan untuk kepentingan politik. ”Apabila terjadi, ini bukan hanya mengkhianati semangat reformasi terkait antikorupsi, tetapi juga intervensi terhadap keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Terlebih, berkaca pada periode kepemimpinan KPK saat ini, perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK hanya akan membawa masalah lain,” kata mantan penyidik KPK, melalui keterangan tertulis, Sabtu (10/6/2023).
Pada September 2020, Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi ringan berupa teguran tertulis II kepada Ketua KPK Firli Bahuri setelah terbukti menggunakan helikopter untuk perjalanan pribadi pada Juni 2020. Dewan Pengawas menyatakan, Firli bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku KPK. Meski Firli terbukti bersalah, Dewas KPK hanya menjatuhkan sanksi ringan berupa teguran tertulis.
Memasuki 2023, Firli kembali dilaporkan ke Dewas KPK karena diduga telah membocorkan dokumen hasil penyelidikan kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Sejauh ini, pelaporan ini masih ditangani Dewas KPK.
Terkait dengan kinerja Dewas KPK, sepanjang 2022 dewan tersebut menyidangkan lima kasus dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku yang dilakukan oleh insan KPK. Namun, para pelaku pada empat kasus hanya diberikan sanksi berupa permintaan maaf. Satu kasus lagi, dugaan penerimaan gratifikasi dengan anggota KPK Lili Pintauli Siregar sebagai terlapor itu pemeriksaannya tidak dilakjutkan. Dengan alasan, Lili mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK.
Menurut Praswad, ketika KPK masuk pada area politik, demokrasi tidak akan berjalan. Persoalan itu perlu mendapat perhatian secara serius oleh para tokoh partai politik dan DPR untuk menunjukkan komitmen pada demokrasi.
Terkait dengan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK, sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, di Kompleks Istana Kepresidenan, menyampaikan, pemerintah mengikuti ketentuan konstitusi bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) final dan mengikat. MK telah menyatakan jabatan komisioner KPK berlaku lima tahun dan berlaku untuk periode sekarang (Kompas, 10/6/2023).
Adapun pengaturan masa jabatan dari empat menjadi lima tahun disampaikan MK dalam sidang putusan uji materi Undang-Undang KPK yang diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Jakarta pada 25 Mei 2023. Ghufron menyoal Pasal 29 Huruf e yang mengatur syarat minimal menjadi pimpinan KPK, yaitu 50 tahun, dan Pasal 34 yang mengatur masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, KPK menghormati setiap putusan hukum. Dalam hal ini, putusan MK atas uji materi UU KPK dan keputusan pemerintah.
Ia menegaskan, pemberantasan korupsi adalah kerja berkelanjutan. Siapa pun pimpinannya bertujuan menurunkan tingkat korupsi di Indonesia, baik melalui pendekatan strategi pendidikan, pencegahan, maupun penindakan dengan sinergi bersama seluruh pemangku kepentingan.
Keberlanjutan kerja pemberantasan korupsi tersebut dirumuskan dalam peta jalan jangka panjang KPK hingga 2045. Ali mengatakan, untuk mewujudkan Indonesia menjadi sebuah negara maju, salah satu prasyaratnya adalah telah terbangun budaya antikorupsi dalam diri dan lingkungan masyarakat, baik dalam lingkungan pemerintahan, politik, pendidikan, tata niaga, maupun sosial kemasyarakatan.
Oleh karena itu, kata Ali, KPK akan terus fokus terhadap kerja-kerja pemberantasan korupsi. KPK telah menyusun skala prioritas pada sektor sumber daya alam, politik, hukum, pelayanan publik, dan tata niaga. Sektor-sektor tersebut masih rentan terjadi tindak pidana korupsi yang berpotensi merugikan keuangan negara dalam jumlah yang besar dan berdampak buruk bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.