Unggah Informasi yang Diduga Putusan MK, Denny Indrayana Dilaporkan ke Polri
Bareskrim Polri menerima laporan atas unggahan Denny Indrayana terkait informasi yang diduga putusan MK atas uji materi sistem pemilu. Kuasa hukum Denny menyatakan, informasi yang dibagikan Denny merupakan kritik.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana dilaporkan ke kepolisian akibat mengunggah informasi yang diduga putusan Mahkamah Konstitusi di media sosial. Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri tengah menangani laporan tersebut sebagai dugaan tindak pidana ujaran kebencian, berita bohong, serta penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menerima laporan bernomor LP/B/128/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI dengan pelapor berinisial AWW pada Rabu (31/5/2023). Dalam laporan tersebut, Denny Indrayana disebut sebagai pihak terlapor, pemilik akun Twitter @dennyindrayana serta akun Instagram @dennyindrayana99.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengatakan, pelapor melihat unggahan di Twitter dengan nama akun @dennyindrayana dan Instagram dengan nama akun @dennyindrayana99 yang mengunggah tulisan terkait dengan dugaan kebocoran putusan MK soal sistem pemilu pada 31 Mei lalu.
”Diduga (unggahan) mengandung unsur ujaran kebencian, berita bohong, penghinaan terhadap penguasa, dan pembocoran rahasia negara,” ujar Sandi secara tertulis, Jumat (2/6/2023).
Sebelumnya, lewat akun media sosialnya, Denny mengunggah informasi yang diduga putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi sistem pemilu. Dia mengaku menerima kabar bahwa MK akan mengembalikan sistem pemilu legislatif proporsional terbuka menjadi tertutup. Itu artinya, rakyat hanya akan memilih berdasarkan gambar atau simbol partai.
Ia mengaku sumber informasi soal putusan MK itu dari anonim, tetapi dapat dipercaya kredibilitasnya. Namun, pemberi informasi bukanlah hakim konstitusi. ”Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba (Orde Baru): otoritarian dan koruptif,” ujar Denny secara tertulis melalui akun Instagramnya pada pekan lalu, (Kompas.id, 28/5/2023).
Atas laporan tersebut, Denny diduga dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) seperti diatur dalam pasal 45 A ayat (2) juncto (Jo) Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan/atau Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 15 UU No 1 /1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Pidama atau KUHP lama) dan/atau Pasal 112 KUHP Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP.
Ada dua saksi dalam laporan itu, yakni WS dan AF. Barang bukti yang ditemukan yaitu satu jilid tangkapan layar akun Instagram @dennyindrayana99 dan sebuah flashdisk putih merek Sony-16 GB.
Kebebasan berpendapat
Melalui kuasa hukumnya, Muhamad Raziv Barokah dari Indrayana for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm, Denny menyampaikan harapannya agar tak ada pergeseran fokus isu advokasi yang diperjuangkan. Sistem pemilu Indonesia diharapkan tetap demokratis. Prioritas utama tetap upaya mengawal dan menjaga MK dalam memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan sistem pemilu Indonesia.
Apabila kritik dan pendapat Denny direspons represif sehingga menghasilkan risiko hukum yang lebih jauh, kuasa hukum akan menghadapi prosesnya.
Apabila kritik dan pendapat Denny direspons represif sehingga menghasilkan risiko hukum yang lebih jauh, kuasa hukum akan menghadapi prosesnya. Dasarnya tetap berproses pada prinsip kepastian hukum yang adil, seperti dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pihaknya berharap agar aparat penegak hukum dapat bertindak mengutamakan keadilan dan profesionalisme.
Raziv menyampaikan, apa yang dikemukakan Denny merupakan bagian kebebasan berpendapat sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara sekaligus praktisi hukum. Hal itu dilakukan guna mengawal demokrasi Indonesia agar tetap berjalan dengan jujur dan adil. Publik turut mendukung, apalagi rekam jejak MK akhir-akhir ini disorot karena putusan-putusannya yang dinilai tak sejalan dengan kepentingan demokrasi.
“Oleh karenanya, negara didorong untuk menyikapi kontrol publik tersebut dengan bijak, bukan dengan upaya kriminalisasi,” ujarnya lewat keterangan tertulis.
Raziv menambahkan, Denny telah mendapat sejumlah dukungan dari beragam pihak, antara lain masyarakat umum, praktisi hukum, politisi, dan pemerhati konstitusi atas kritik yang disampaikannya selama ini. Dalam waktu dekat akan ada tim kuasa hukum yang lebih komprehensif dari berbagai pihak guna mengadvokasi kriminalisasi hukum yang dihadapi.
Sebelumnya, Denny menyanggah atas kebocoran rahasia negara pada unggahannya di media sosial terkait uji materi sistem pemilu di MK. Sebab, ia mendapat informasi putusan MK itu bukan dari lingkungan MK, hakim konstitusi, atau elemen lain di MK.
”Karena itu, saya bisa tegaskan, tidak ada pembocoran rahasia negara di dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik. Rahasia putusan Mahkamah Konstitusi tentu ada di MK,” kata Denny (Kompas.id, 30/5/2023).