Pasca-Hasbi dan Terlibatnya Banyak Pihak di MA, Indikasikan Kerusakan Sistematis di Mahkamah Agung
Hampir seluruh level jabatan dengan berbagai posisi terlibat di dalam jual-beli perkara di Mahkamah Agung. Hal itu mengindikasikan telah terjadinya kerusakan secara sistematis di MA pascakasus pengurusan perkara.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Sekretaris Mahkamah Agung Hasbi Hasan dan pihak swasta, Dadan Tri Yudianto, sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap untuk pengurusan perkara di MA. Berulangnya Sekretaris MA terlibat dalam kasus korupsi dan banyaknya pihak di MA yang terangkut kasus tersebut mengindikasikan telah terjadinya kerusakan secara sistematis di MA.
Hasbi datang ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Rabu (24/5/2023) pukul 09.57 WIB bersama dengan pengacaranya. Selang setengah jam kemudian, pihak swasta, Dadan Tri Yudianto, yang merupakan penghubung antara Hasbi dan pihak yang beperkara di MA, tiba di Gedung Merah Putih KPK. Hasbi meninggalkan Gedung Merah Putih KPK pukul 17.04, sedangkan Dadan keluar pukul 17.20.
Ketika dimintai keterangan oleh wartawan, Hasbi tidak banyak berbicara. ”Saya sebagai warga negara, saya akan taati proses hukum. Terkait dengan pertanyaan penyidik, ya silakan saja. Saya tidak mungkin memberikan statement apa pun,” tuturnya.
Hasbi juga membantah telah menerima mobil mewah yang saat ini telah disita KPK. Terkait dengan nilai suap yang diduga diterima Hasbi, ia meminta agar menunggu fakta persidangan. Sementara itu, Dadan meminta agar wartawan menanyakan terkait pemeriksaan terhadap dirinya ke penyidik.
Saya sebagai warga negara, saya akan taati proses hukum. Terkait dengan pertanyaan penyidik, ya silakan saja. Saya tidak mungkin memberikan statement apa pun. (Hasbi Hasan)
Baca juga: Disangka Terlibat Suap, Sekretaris MA Hasbi Hasan Dicegah ke Luar Negeri
Terkait dengan belum ditahannya Hasbi dan Dadan, meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, penahanan merupakan wewenang penyidik untuk memastikan pemeriksaan menjadi efektif dan efisien. Penahanan dilakukan secara hati-hati dan saksama dengan alasan yang memenuhi asas kebutuhan dan proporsional.
”Karena itu, suatu kasus tidak harus ditahan semua, kecuali jika penyidik dihadapkan pada alasan kondisi faktual adanya kekhawatiran takut tersangka melarikan diri, takut menghilangkan alat bukti, dan juga dikhawatirkan akan mengulangi perbuatannya kembali. Jika terhadap tersangka tidak ada kekhawatiran tiga hal tersebut, penyidik tidak akan melakukan penahanan,” kata Ghufron.
Terkait dengan pemeriksaan terhadap Hasbi, juru bicara MA, Suharto, mengatakan, MA menghormati proses hukum yang dilakukan KPK. Terkait dengan status Hasbi apakah akan dinonaktifkan, Suharto masih perlu menunggu jawaban dari pimpinan MA.
Karena itu, suatu kasus tidak harus ditahan semua, kecuali jika penyidik dihadapkan pada alasan kondisi faktual adanya kekhawatiran takut tersangka melarikan diri, takut menghilangkan alat bukti, dan juga dikhawatirkan akan mengulangi perbuatannya kembali. Jika terhadap tersangka tidak ada kekhawatiran tiga hal tersebut, penyidik tidak akan melakukan penahanan. (Nurul Ghufron)
Sebelumnya, Hasbi telah diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan suap untuk pengurusan perkara pidana yang terkait dengan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di MA dengan tersangka hakim agung nonaktif Gazalba Saleh. Dalam kasus ini, diduga terjadi pengondisian putusan dengan pemberian uang oleh pihak beperkara, yaitu debitor KSP Intidana, Heryanto Tanaka, melalui pengacara Yosep Parera sebagai perantara.
Nama Hasbi dan Dadan sebelumnya juga disebut dalam dakwaan jaksa terhadap Yosep dan seorang pengacara lainnya, Eko Suparno, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jawa Barat.
Dalam dakwaan itu disebutkan, pada 25 Maret 2022 Yosep dan Heryanto bertemu Dadan yang merupakan penghubung dengan Hasbi. Mereka membicarakan pengurusan perkara pidana dengan nomor 326 K/Pid/2022 dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman selaku pengurus KSP Intidana.
Nama Hasbi dan Dadan sebelumnya juga disebut dalam dakwaan jaksa terhadap Yosep dan seorang pengacara lainnya, Eko Suparno, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat.
Dalam perkara pidana nomor 326 K/Pid/2022 itu, Heryanto melaporkan Budiman karena adanya pemalsuan akta dan putusan di tingkat pertama pada PN Semarang dengan terdakwa Budiman yang dinyatakan bebas. Untuk itu, jaksa mengajukan kasasi ke MA.
Agar pengajuan kasasi jaksa dikabulkan, Heryanto menugasi Yosep dan Eko untuk mengawal proses kasasinya di MA. Mereka mengenal dan biasa bekerja sama dengan salah satu anggota staf di kepaniteraan MA, Desy Yustria, untuk mengondisikan putusan. Keduanya menggunakan jalur Desy dengan kesepakatan pemberian imbalan sebesar 202.000 dollar Singapura atau setara dengan Rp 2,2 miliar.
Selain Gazalba Saleh, hakim agung kamar perdata nonaktif Sudrajad Dimyati juga telah menjadi terdakwa terkait dugaan penerimaan suap dalam penanganan kasus pailit KSP Intidana. Jaksa penuntut umum KPK menuntut Sudrajad hukuman penjara selama 13 tahun (Kompas.id, 10/5/2023).
Adapun Yosep Parera telah divonis Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Bandung dengan hukuman penjara selama 8 tahun dan denda Rp 750 juta. Sementara itu, Eko Suparno divonis pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp 750 juta. Atas putusan tersebut, tim jaksa KPK menyatakan pikir-pikir.
Banyak pihak di MA terlibat
Sebelum Hasbi, Sekretaris MA Nurhadi menerima gratifikasi terkait penanganan perkara pada suap, gratifikasi, dan pencucian uang. Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, divonis masing-masing 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sebelum Hasbi, Sekretaris MA Nurhadi menerima gratifikasi terkait penanganan perkara pada suap, gratifikasi, dan pencucian uang. Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, divonis masing-masing 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Nurhadi dinyatakan terbukti menerima uang dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto sebesar Rp 35,72 miliar dan gratifikasi dari beberapa pihak yang diberikan melalui Rezky. Nurhadi melakukan upaya hukum kasasi, tetapi ditolak MA. Bahkan, Nurhadi juga telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Menurut peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, adanya dua sekretaris MA yang tersangkut kasus korupsi tidak bisa dianggap sebagai persoalan pribadi atau kerusakan moral individu.
Dilihat dari para pihak internal MA yang ditetapkan sebagai tersangka, diduga sebagai para pelaku tindak pidana korupsi, itu sangat banyak dan lengkap. Terdiri dari dua hakim agung, sekretaris MA, para hakim yustisial, dan juga para pegawai PNS di lingkungan MA.
”Dilihat dari para pihak internal MA yang ditetapkan sebagai tersangka, diduga sebagai para pelaku tindak pidana korupsi, itu sangat banyak dan lengkap. Terdiri dari dua hakim agung, sekretaris MA, para hakim yustisial, dan juga para pegawai PNS di lingkungan MA,” kata Zaenur.
Ia mengatakan, hampir seluruh level jabatan dengan berbagai posisi terlibat di dalam jual-beli perkara. Itu menunjukkan telah terjadi kerusakan secara sistematis di MA. Zaenur menyayangkan MA menjadi sarang bagi para pelaku tindak pidana korupsi yang memperjual-belikan perkara. Sebab, pencari keadilan akan sulit mendapatkan putusan yang adil sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Menurut Zaenur, penyebab dari berulangnya sekretaris MA terlibat dalam kasus korupsi karena faktur kultur. Kebiasaan suap-menyuap dan jual-beli perkara di MA sudah berlangsung sejak lama hingga saat ini yang melibatkan hakim dan pegawai. Biasanya pegawai berperan sebagai pihak yang turut mengatur jual-beli perkara karena kedudukannya sebagai panitera atau panitera pengganti.
Perlu perbaikan menyeluruh
Ia menegaskan, perlu ada perbaikan di MA mulai dari sistem pengawasan yang dilakukan secara internal oleh Badan Pengawasan MA dan eksternal oleh Komisi Yudisial (KY). Selama ini, pengawasan tersebut tidak bisa masuk pada substansi perkara, khususnya yang dilakukan KY seperti pada produk putusan. Padahal, kejanggalan bisa dideteksi dari putusan.
”Apabila putusan hakim itu tidak sesuai dengan apa yang berlangsung dalam proses persidangan, maka itu menjadi indikator bahwa diduga ini ada permainan, termasuk jual-beli perkara,” kata Zaenur.
Apabila putusan hakim itu tidak sesuai dengan apa yang berlangsung dalam proses persidangan, maka itu menjadi indikator bahwa diduga ini ada permainan, termasuk jual-beli perkara.
Di sisi lain, Badan Pengawasan MA berasal dari hakim sehingga terjadi persoalan seperti keengganan, sungkan karena yang menjadi obyek pengawasan adalah mantan atasan, rekan kerja, atau bawahan. Selain itu, bentuk pertanggungjawaban dari pengawasan internal berupa administratif, seperti pencopotan dari jabatan. Akibatnya, pengawasan internal tidak bisa secara efektif mencegah terjadinya korupsi.
Dalam pembinaan di badan peradilan juga masih ada persoalan dalam proses rekrutmen, promosi, mutasi, dan demosi yang belum lepas dari masalah korupsi. Padahal, kata Zaenur, rekrutmen yang baik menjadi modal untuk mendapatkan sumber daya manusia yang terbaik. Dalam proses pembinaan karier juga masih menjadi sarana bagi pihak-pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan.
Baca juga: KPK Periksa Sekretaris MA Hasbi Hasan sebagai Tersangka Pengurusan Perkara
Oleh karena itu, kata Zaenur, diharapkan ada reformasi di MA secara total. Misalnya, di beberapa negara memisahkan antara fungsi rekrutmen, pendidikan, pembinaan, dan pengembangan karier dengan fungsi di bidang peradilan. ”Kalau Indonesia mau memisahkan fungsi itu, tidak di bawah pemerintah. Namun, di bawah KY, tetapi ini dibutuhkan perubahan Undang-Undang Dasar,” katanya.
Menurut Zaenur, model tersebut bisa menjadi instrumen untuk mengurangi penumpukan kekuasaan, bermain mata, dan saling membangun jejaring para hakim. Dalam hal ini, KY menjadi lembaga yang memiliki fungsi manajemen di MA, khususnya dalam pembinaan, pendidikan, pengawasan, dan rekrutmen.