Kasus Dugaan Korupsi Menara BTS, Menkominfo Belum Terbukti Terlibat
BPKP menyimpulkan kerugian negara akibat dugaan korupsi penyediaan menara BTS di Kemenkominfo mencapai Rp 8,032 triliun, jauh lebih besar dibandingkan dengan perkiraan awal, Rp 1 triliun.
JAKARTA,KOMPAS - Penyidik Kejaksaan Agung belum menemukan bukti keterlibatan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate dalam kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station atau BTS 4G beserta infrastruktur pendukungnya. Begitu pula adik Johnny, Gregorius Alex Plate, meski dia mengaku telah menerima uang dari proyek Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 2020-2022 tersebut.
Sejauh ini, penyidik menyimpulkan hanya lima orang yang diduga bertanggung jawab. Berkas perkara kelimanya akan segera dilimpahkan ke pengadilan setelah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tuntas menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus itu. Kerugian keuangan negara ditaksir mencapai Rp 8,032 triliun atau jauh lebih besar dari perkiraan awal penyidik, sekitar Rp 1 triliun.
”Berdasarkan semua yang kita lakukan, berdasarkan bukti yang kami peroleh, kami menyimpulkan terdapat kerugian negara Rp 8,032 triliun,” kata Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh dalam jumpa pers bersama dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Senin (15/5/2023).
Kerugian negara itu mencakup biaya kegiatan penyusunan kajian hukum, mark up (penggelembungan) harga, dan pembayaran menara BTS yang belum terbangun. Proses perhitungan kerugian keuangan negara dilakukan melalui audit, analisis, klarifikasi kepada pihak terkait, observasi fisik bersama tim ahli, serta mempelajari sejumlah pendapat ahli.
Dalam kasus tersebut, anggaran untuk proyek pembangunan menara BTS 4G telah dicairkan 100 persen. Namun, fakta di lapangan, masih banyak yang belum tuntas dibangun.
Burhanuddin mengatakan, hasil penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP bersifat final. Penyidik akan segera menindaklanjutinya ke tahap penuntutan.
”Saat ini penyidikan telah selesai dan kami akan serahkan tahap keduanya kepada direktur penuntutan dan selanjutnya segera dilimpahkan ke pengadilan,” ucapnya.
Saat ditanya tentang peran Johnny G Plate selaku pengguna anggaran di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Burhanuddin menjelaskan, penyidik akan menindaklanjuti jika ada fakta yang memperlihatkan keterlibatannya. Namun, sampai saat ini belum ditemukan fakta keterlibatannya.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Kuntadi menambahkan, penyidik menetapkan seseorang menjadi tersangka berdasarkan minimal dua alat bukti dan dua keterangan saksi. Selama hal tersebut belum terpenuhi, penyidik tak akan menetapkan tersangka.
Sebelumnya, Johnny, yang juga Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, sudah dua kali diperiksa sebagai saksi oleh penyidik. Pertengahan Februari lalu, ia diperiksa penyidik untuk didalami fungsi dan tugasnya sebagai pengguna anggaran dalam kasus itu.
Berselang sebulan, ia kembali diperiksa penyidik. Saat itu, Kuntadi menyampaikan, salah satu materi yang didalami dari Johnny terkait adiknya, yakni Gregorius Alex Plate, yang menerima uang dari proyek Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kemenkominfo. Hal ini karena uang yang diterima tak terkait dengan pekerjaan Alex sehingga kemungkinan ada kaitan dengan jabatan Johnny. Alex disebut telah mengembalikan uang Rp 534 juta kepada penyidik yang diakuinya berasal dari Bakti Kemenkominfo (Kompas, 16/3/2023).
Pegawai swasta
Namun, saat ditanyakan soal kelanjutan pemeriksaan terhadap Alex, Kuntadi pun menyampaikan, penyidik belum menemukan unsur tindak pidana keterlibatan Alex. Apalagi Alex adalah pegawai swasta, bukan penyelenggara negara, sehingga penyidik masih mendalami apakah dia bisa dimintai pertanggungjawaban.
Dengan belum adanya tersangka baru dalam kasus itu, total hanya lima tersangka dalam kasus ini. Kelimanya adalah Anang Achmad Latief selaku Direktur Utama Bakti Kemenkominfo, Galumbang Menak S selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Yohan Suryanto selaku Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia, Irwan Hermawan selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy, dan Mukti Ali selaku Direktur Keuangan PT Huawei Tech Investment.
Kuntadi tidak membantah ataupun membenarkan adanya informasi permintaan uang dari Johnny kepada Anang yang ditengarai berasal dari berita acara pemeriksaan terhadap Anang. Dari informasi yang beredar tertulis bahwa Johnny meminta dana sebesar Rp 500 juta per bulan kepada Anang.
Terhadap hal itu, Kuntadi hanya mengatakan, setiap informasi yang beredar di masyarakat akan ditelusuri. ”Pasti kami sikapi, apakah cukup buktinya atau tidak,” ujarnya.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, mengingatkan, publik menaruh perhatian besar terhadap kasus di Kemenkominfo tersebut.
Selain karena kasus itu diduga melibatkan pejabat di Kemenkominfo, juga karena akibat kasus korupsi tersebut, masyarakat terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) tak bisa memperoleh pelayanan telekomunikasi yang baik. Belum lagi nilai kerugian negara yang mencapai Rp 8,032 triliun. Oleh karena itu, penyidik dituntut mengusut tuntas semua pihak yang terlibat.
Terkait kebingungan penyidik soal keterlibatan Alex, Zaenur menilai, meski Alex merupakan pegawai swasta, penerimaan uang itu tidak bisa dilepaskan dari statusnya yang adalah adik dari Menkominfo.
Terlebih jika berkaca dari berbagai kasus lain, penerimaan uang oleh penyelenggara negara biasanya tidak langsung, tetapi melalui pihak lain, semisal anggota keluarga, ajudan, dan sopir. Maka, ia berharap penyidik bersikap lebih kritis dan mendalami lebih jauh peran Alex.
Johnny tidak membalas pertanyaan Kompas terkait jumlah kerugian keuangan negara hasil penghitungan BPKP yang mencapai Rp 8 triliun. Pesan singkat yang dikirimkan tertanda hanya dibaca.
Kasus izin ekspor CPO
Terkait vonis Mahkamah Agung (MA) yang memperberat hukuman lima terdakwa kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan turunannya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, Kejagung menghormati putusan kasasi tersebut.
”Kami akan mempelajari putusannya,” ujarnya.
Pada Jumat (12/5), MA menjatuhkan vonis terhadap kelima terdakwa itu. Mereka adalah bekas Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indra Sari Wisnu Wardana, bekas anggota tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, serta tiga terdakwa lain dari pihak swasta, yakni Master Parulian Tumanggor, Stanley MA, dan Pierre Togar Sitanggang.
Mengutip dari laman resmi MA, Senin (15/5), hukuman kelima terdakwa diperberat menjadi berkisar lima tahun hingga delapan tahun penjara. Indra Sari memperoleh vonis terberat atau delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan. Padahal, dalam vonis pengadilan sebelumnya, hukuman yang dijatuhkan kepada para terdakwa ini terbilang ringan atau hanya berkisar satu tahun hingga tiga tahun penjara.