Diduga Terima Suap, KPK Tangkap Wali Kota Bandung Yana Mulyana
Wali Kota Bandung Yana Mulyana ditangkap KPK bersama delapan orang lainnya. Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK menyita sejumlah uang sebagai barang bukti.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (14/4/2023) malam, menangkap Wali Kota Bandung Yana Mulyana terkait dugaan suap pengadaan kamera pemantau atau CCTV serta jasa penyedia jaringan internet di wilayah Kota Bandung, Jawa Barat. Penangkapan Yana bersama delapan orang lainnya ini merupakan operasi tangkap tangan atau OTT ketiga yang dilakukan KPK dalam sembilan hari terakhir.
“Jumlah orang yang ditangkap sejauh ini sembilan orang termasuk walikota dan beberapa pejabat lainnya di Dinas Perhubungan Kota Bandung,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Sabtu (15/4/2023) pagi.
Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK menyita barang bukti berupa uang dalam pecahan rupiah. Namun, Ali belum bersedia menjelaskan jumlah uang yang disita dalam operasi tangkap tangan tersebut. Barang bukti itu juga masih akan dikonfirmasi terlebih dahulu kepada para pihak terperiksa.
Wali Kota Bandung bersama delapan orang lainnya itu ditangkap karena diduga terlibat suap proyek pengadaan di lingkungan Pemerintah Kota Bandung. "Diduga terkait suap pengadaan CCTV dan jasa penyedia jaringan internet," ungkap Ali.
Saat ini, kesembilan orang itu telah dibawa ke Jakarta untuk diperiksa lebih lanjut di Gedung Merah Putih KPK. “Kami segera lakukan permintaan keterangan lebih dahulu kepada para pihak yang ditangkap. Berikutnya segera menentukan sikap 1 kali 24 jam setelah penangkapan tersebut,” kata Ali menambahkan.
Penangkapan Yana merupakan operasi tangkap tangan ketiga yang dilakukan KPK dalam sembilan hari terakhir. Sebelumnya pada Kamis (6/4/2023) malam, KPK menangkap Bupati Kepulauan Meranti M Adil di Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.
Jumlah orang yang ditangkap sejauh ini sembilan orang termasuk walikota dan beberapa pejabat lainnya di Dinas Perhubungan Kota Bandung
Adil ditangkap terkait tiga klaster korupsi berbeda. Pertama, Adil diduga memerintahkan para kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk memberikan setoran dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GUP) sekitar 5-10 persen. Potongan uang itu dikondisikan seolah-olah ada utang terhadap bupati.
Kedua, sekitar Desember 2022, Adil menerima imbalan atau fee jasa travel umrah Rp 1,4 miliar dari perusahaan swasta bernama PT Tanur Muthmainnah. Ketiga, Adil menyuap Ketua Tim Pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau M Fahmi Aressa Rp 1,1 miliar agar audit keuangan Meranti mendapatkan predikat baik Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Selang lima hari kemudian, tepatnya Selasa (11/4/2023), KPK melakukan operasi tangkap tangan di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jakarta. Penangkapan itu terkait dugaan suap proyek pembangunan jalur rel di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan peningkatan kondisi pelintasan kereta api di Jawa-Sumatera tahun anggaran 2018-2022. Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan 10 tersangka, salah satunya Direktur Prasarana Perkeretaapian Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan, Harno Trimadi.
Peringatan KPK
Jelang Pemilu dan Pilkada 2024, KPK sudah mengingatkan kepala daerah untuk tidak melakukan korupsi, meskipun biaya politik mahal. ”Jangan jadikan mahalnya biaya politik sebagai alasan korupsi. Surat perintah penyidikan sudah banyak kami keluarkan,” kata Ketua KPK Firli Bahuri di hadapan para kepala daerah yang hadir dalam Rapat Koordinasi Pimpinan Kementerian/Lembaga Program Pemberantasan Korupsi Pemerintah Daerah dan Peluncuran Indikator Monitoring Center for Prevention (MCP) 2023 di Jakarta, Selasa (21/3/2023) lalu.
Sebelum menangkap Adil, KPK menahan Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah, Ben Brahim S Bahat, dan istrinya Ary Egahni. Ary merupakan anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem. Mereka diduga melakukan korupsi dengan modus memotong anggaran daerah. Ary juga diduga meminta uang dan barang mewah dari beberapa kepala satuan kerja di Pemerintah Kabupaten Kapuas. Diperkirakan uang yang diterima keduanya dari praktik korupsi itu Rp 8,7 miliar.
Diduga, korupsi untuk mendanai kontestasi keduanya di Pilkada dan Pemilu tahun 2024, termasuk untuk membayar lembaga survei nasional. Selain itu juga untuk membiayai kebutuhan hidup. Sama dengan Ben dan Ary, Adil juga diduga melakukan korupsi untuk dana operasional safari politik pencalonannya di Pemilihan Gubernur Riau tahun 2024.