Kirab Pemilu, Ikhtiar Ciptakan Pemilih Cerdas
Satu tahun jelang pemungutan suara 14 Februari 2024, bendera 18 parpol nasional dan enam partai lokal Aceh diarak secara estafet dari tujuh daerah menuju Jakarta.
Satu tahun jelang pemungutan suara pemilu serentak, Komisi Pemilihan Umum menggelar kirab pemilu di tujuh daerah di Indonesia. Iring-iringan mobil yang membawa 18 bendera partai politik nasional dan enam bendera partai lokal Aceh memulai perjalanan dari tujuh lokasi berbeda. Mobil-mobil yang dilengkapi tulisan ajakan untuk mencoblos di tempat pemungutan suara pada 14 Februari itu akan menempuh perjalanan secara estafet dari daerah ke daerah dengan tujuan akhir Jakarta.
Tujuh daerah yang menjadi titik awal kirab pemilu itu adalah Aceh, Kota Batam (Kepulauan Riau), Pontianak (Kalimantan Barat), Tanjung Selor (Kalimantan Utara), Morotai (Maluku Utara), Kupang (Nusa Tenggara Timur), dan Jayapura (Papua). Dari kota-kota itu, bendera partai-partai politik peserta Pemilu 2024 diarak secara estafet ke kota-kota lain dan dijadwalkan tiba di Jakarta pada November 2023.
”Itu (kirab dari daerah ke daerah) simbol bahwa pemilu tidak terjadi di tingkat pusat, tapi justru dimulai dan dilaksanakan di daerah,” kata Ketua KPU Hasyim Asy’ari seusai peluncuran Kirab Pemilu Tahun 2024 di Jakarta, Selasa (14/2/2023).
Baca juga : Pemilu "Lima Kotak" Tinggal Setahun Lagi
Dijelaskan, semua calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang akan berkompetisi berasal dari daerah. Pemilih, konstituen, dan suara juga berasal dari daerah.
Bukan hanya itu, kirab juga digelar sebagai simbol bahwa pemilu merupakan sarana integrasi bangsa. Hal ini tak terlepas dari residu keterbelahan masyarakat pasca-Pemilu 2019 yang hingga kini masih terasa. Karena itu, KPU berupaya untuk menyatukan kembali bangsa melalui Pemilu 2024.
”Kita memahami bahwa pemilu pilkada adalah arena konflik yang dianggap sah dan legal untuk meraih kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan. Namun, desain keserentakan ini kalau kita timbang, kita analisis, kita kaji, tampaknya dapat digunakan sebagai sarana integrasi bangsa,” tutur Hasyim.
KPU meyakini Pemilu 2024 sebagai sarana integrasi bangsa karena pada pemungutan suara 14 Februari 2024, rakyat akan bersama-sama memilih calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) serta calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta DPD.
Selain itu, partai-partai politik peserta pemilu juga dituntut berkoalisi, bersama-sama mengusung capres-cawapres. Karena itu, menurut Hasyim, parpol-parpol tersebut punya mekanisme untuk mengerem potensi konflik yang berujung perpecahan di masyarakat.
Edukasi
Kirab pemilu juga merupakan salah satu ikhtiar KPU meningkatkan edukasi agar mampu membentuk pemilih cerdas. Karena itulah, kendaraan yang digunakan untuk mengangkut 18 bendera parpol nasional dan enam parpol lokal Aceh dilengkapi pula dengan tulisan ajakan kepada masyarakat untuk datang ke TPS menggunakan hak pilih mereka dalam pemilu.
Hasyim mengatakan, pemilu lima kotak terbukti dapat mendorong masyarakat hadir ke TPS karena ada pemilihan presiden. Hal ini setidaknya terlihat pada Pemilu 2019. Saat itu, partisipasi pemilih mencapai 81,8 persen, lebih tinggi daripada target 77,5 persen. Namun, partisipasi yang tinggi tersebut mesti diiringi dengan antusiasme yang tinggi pula di semua jenis pemilihan.
Kami berharap pemilih semua di mana pun berada nanti pada saat memilih ikut pemilu. Tidak perlu baperan, istilahnya orang muda, bawa perasaan lalu kemudian sentimen berlama-lama karena sesungguhnya tujuan pemilu pilkada adalah untuk membentuk pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun di daerah, sehingga situasi berkompetisi itu akan selesai.
”Ini menjadi bagian penting, bukan hanya tanggung jawab KPU dalam situasi ini. Karena di situasi itu juga ada partai politik sehingga penting bagi partai politik untuk menyampaikan supaya kelihatan geregetnya,” ujarnya.
Hal yang juga penting menurut KPU adalah memberikan edukasi kepada pemilih di mana pun berada agar tidak perlu baperan (terbawa perasaan). Apalagi sampai menyimpan lama rasa sentimen hanya karena perbedaan pilihan politik.
”Kami berharap pemilih semua di mana pun berada nanti pada saat memilih ikut pemilu. Tidak perlu baperan, istilahnya orang muda, bawa perasaan lalu kemudian sentimen berlama-lama karena sesungguhnya tujuan pemilu pilkada adalah untuk membentuk pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun di daerah, sehingga situasi berkompetisi itu akan selesai,” ujar Hasyim.
Secara terpisah, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita mengatakan, banyak potensi kerawanan atau pelanggaran yang dapat merusak hak pilih. Di antaranya karena faktor regulasi atau substansi, kultur, dan struktur penyelenggaraan pemilu.
Oleh sebab itu, masyarakat perlu menjadi pemilih cerdas yang memiliki kesadaran kritis agar bisa menjaga hak pilihnya dalam menentukan pilihan calon pemimpin yang berkualitas sehingga bisa menjaga mandat kedaulatannya.
Menurut dia, penyelenggara dan peserta pemilu mesti ikut berkontribusi dalam mengedukasi masyarakat agar melahirkan pemilih cerdas. Dari sisi penyelenggara, masyarakat harus dilibatkan dalam setiap tahapan pemilu. Dengan demikian, pemilih sebagai penerima informasi kepemiluan bisa mendapatkan sosialisasi tentang penyelenggaraan dan kandidat secara menyeluruh.
Penyelenggara juga mesti membuat kanal-kanal berbasis teknologi informasi yang memudahkan pemilih, seperti mendorong pemilih mengecek terdata atau tidak dalam daftar pemilih, mengetahui pencatutan nama sebagai anggota parpol atau pendukung calon DPD, dan sebagai pemberi informasi adanya dugaan pelanggaran pemilu.
Masyarakat pemilih juga bisa dilibatkan sebagai mitra penyelenggara pemilu, seperti bisa menjadi sukarelawan yang dilatih untuk menyosialisasikan penyelenggaraan pemilu dan mencegah dugaan pelanggaran pemilu. Sebagai mitra strategis, para tokoh masyarakat juga bisa memberikan materi khotbah kepemiluan dalam perspektif keilmuan masing-masing.
”Harapannya, ketika semua dapat menjadikan pemilih cerdas, warga pemilih bisa memilih kandidat sesuai dengan pilihannya secara mandiri, tidak mudah terprovokasi berita bohong dan isu kampanye negatif yang berpotensi terjadi di Pemilu 2024,” ujar Mita.
Petakan potensi pelanggaran
Sementara itu, penyelenggara pemilu di daerah terus memetakan sejumlah potensi pelanggaran yang bisa terjadi dalam setahun mendatang. Pelaksana Harian Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nusa Tenggara Timur Magdalena Yuanita Wake dalam acara peluncuran Komunitas Digital Pengawasan Partisipatif bertajuk ”Jarimu Awasi Pemilu”, di Kupang, mengatakan, berbagai langkah antisipatif disiapkan untuk menutup celah pelanggaran, termasuk melibatkan partisipasi publik dalam pengawasan secara digital.
Baca juga : Data Pemilih Pemilu 2024 Disempurnakan
Menurut dia, secara umum potensi pelanggaran dimaksud seperti politik uang, kampanye hitam, isu politik bernuansa SARA, intimidasi terhadap pemilih, dan ujaran kebencian. Pelanggaran itu berpotensi terjadi sepanjang masa kampanye hingga menjelang pemungutan suara. Potensi pelanggaran lain adalah kesengajaan menambah atau mengurangi jumlah perolehan suara serta rekayasa hasil pemilu. Kecurangan semacam ini dapat terjadi pada saat penghitungan suara hingga rekapitulasi di setiap jenjang.
Yuanita mengatakan, Bawaslu akan memperkuat pengawasan mulai dari tempat pemungutan suara (TPS). Mereka akan menempatkan seorang pengawas di setiap TPS. Selain laporan proses pemungutan suara, perolehan suara di setiap TPS juga langsung diunggah melalui sistem yang telah disiapkan. Mengingat keterbatasan jumlah petugas, ia berharap masyarakat berperan aktif melaporkan temuan pelanggaran di sekitar mereka. Pelaporan itu dapat dilakukan melalui situ web Jarimu Awasi Pemilu. ”Partisipasi publik sangat kami harapkan untuk mendukung proses demokrasi ini,” ujarnya.
Sementara di Sumatera Selatan, Ketua Bawaslu Kota Palembang M Taufik mengatakan, pihaknya terus mengawasi penyelenggaraan pemilu, terutama tahapan pencocokan dan penelitian, untuk mencegah warga kehilangan hak pilihnya. Tujuannya, agar didapat data daftar pemilih tetap yang lebih akurat. ”Kami menerapkan sistem pengawasan melekat untuk memastikan proses coklit (pencocokan dan penelitian) berjalan baik,” ujarnya.
Taufik menyadari, jumlah Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di setiap kecamatan ataupun kelurahan terbatas. Secara keseluruhan ada 161 Panwaslu di kecamatan dan kelurahan di Palembang. Oleh karena itu, lanjut Taufik, pihaknya telah membuka posko pengaduan di kantor Bawaslu dan juga di setiap kecamatan untuk menampung keluhan dari para calon pemilih. ”Jika memang diketahui ada warga yang belum didata, tentu akan dilakukan pendataan ulang. Karena setiap warga yang sudah berhak (memilih) tentu harus mendapatkan hak pilihnya,” katanya.
Sosialisasi dan edukasi juga telah dilakukan di setiap lembaga pendidikan, terutama untuk kaum muda yang sudah memiliki hak pilih. Edukasi itu penting agar mereka juga turut aktif dalam pesta demokrasi ini. Selain itu, pihaknya juga telah memetakan sejumlah risiko pelanggaran yang mungkin akan terjadi. Pelanggaran tersebut seperti politik uang dan penyebaran berita bohong (hoaks) yang bisa saja memicu kekisruhan dalam pemilu. ”Kami terus memantau media sosial untuk melihat kemungkinan adanya pelanggaran yang dilakukan, termasuk adanya kampanye terselubung yang dilakukan sebelum waktunya,” kata Taufik.
Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda berharap Bawaslu Kota Palembang dapat menjalani tugasnya dengan baik, yakni memastikan pemilu dapat berjalan dengan bersih, jujur, dan minim konflik. ”Sampai sekarang di Palembang tidak pernah ada kasus yang menimbulkan perpecahan akibat pemilu. Saya berharap Palembang tetap kondusif,” ujarnya.
Di sisi lain, dia juga mengimbau kepada aparatur sipil negara (ASN) untuk tetap menjaga netralitas dan tidak terlibat dalam politik praktis. Tujuannya, agar pelayanan kepada masyarakat dapat terus berjalan tanpa ada perpecahan. Ia meyakini, ketika pemilu berjalan dengan jujur dan adil, maka akan terpilih pemimpin yang sesuai dengan hati nurani rakyatnya. ”Yang terpenting adalah jangan sampai pemilu di Palembang memecah persatuan dan kesatuan yang sudah terjalin selama ini,” pungkas Agustinda. (FRN/RAM/COK/EGI)