Kegiatan pencocokan dan penelitian data pemilih untuk Pemilu 2024 dimulai pada 12 Februari hingga 14 Maret. Panitia Pemutakhiran Data Pemilih akan mengunjungi calon pemilih dari rumah ke rumah.
Oleh
IQBAL BASYARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tahapan pencocokan dan penelitian hendaknya digunakan tidak hanya untuk memperbaiki data pemilih, tetapi juga menyempurnakan data pemilih. Hal ini diperlukan untuk memastikan tidak ada warga yang kehilangan hak pilihnya.
Anggota Komisi Pemilihan Umum, Betty Epsilon Idroos, mengatakan, kegiatan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih untuk Pemilihan Umum 2024 dimulai pada 12 Februari hingga 14 Maret. Panitia Pemutakhiran Data Pemilih atau Pantarlih akan mengunjungi calon pemilih langsung dari rumah ke rumah untuk memutakhirkan data yang dimiliki oleh KPU sesuai dengan kondisi di lapangan.
”Pantarlih harus benar-benar mendatangi pemilih dari rumah ke rumah. Kami memantau langsung melalui sejumlah alat bantu, di antaranya e-coklit dan buku agenda pantarlih,” ujarnya di Jakarta, Minggu (12/2/2023).
Betty menuturkan, data yang dijadikan acuan untuk coklit merupakan output dari sinkronisasi antara Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dari Kementerian Dalam Negeri dengan daftar pemilih berkelanjutan KPU yang berasal dari daftar pemilih tetap di pemilu sebelumnya. Adapun daftar pemilih berkelanjutan yang digunakan yang telah diperbarui pada 1 Oktober 2022.
Data itu kemudian dicocokkan, lalu diteliti untuk memastikan validitas data. Jika ada kesalahan, pantarlih akan memperbaiki sesuai data di kartu tanda penduduk elektronik. ”Pantarlih juga diminta mendata warga yang sudah memiliki hak pilih, tetapi belum tercatat,” tuturnya.
Tahapan coklit, lanjut Betty, juga dimanfaatkan untuk sosialisasi pemungutan suara 14 Februari 2024. Pantarlih juga mengedukasi warga yang tinggal tidak sesuai dengan KTP elektronik agar melakukan pengurusan pindah memilih agar hak pilihnya bisa digunakan.
Namun, saat ditanya jumlah warga dan keluarga yang menjadi sasaran coklit, Betty tidak bisa menjawabnya. Begitu pula jumlah pantarlih yang dikerahkan untuk melakukan coklit. ”Data masih ditarik dari Sidalih,” katanya.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jerry Sumampouw menuturkan, tahapan coklit semestinya dimanfaatkan untuk memastikan tidak ada warga yang kehilangan hak pilihnya. Oleh sebab itu, KPU perlu mendata warga yang belum terdaftar sebagai pemilih dan membantu pengurusan dokumen yang menjadi syarat agar bisa memilih di Pemilu 2024. Sebab, ada kekhawatiran warga yang tidak tercatat memiliki hak pilih enggan mengurus dan menggunakan hak pilihnya karena tidak dianggap oleh negara.
Menurut dia, daftar pemilih tetap menjadi persoalan dalam Pemilu 2024. Sebab, pangkal masalah utama tidak pernah diperbaiki, yakni penggunaan data DP4 yang dinilai tidak mutakhir. Terlebih, masih ada keengganan masyarakat memperbarui data secara aktif ke pemerintah daerah.
”Ditambah lagi masih banyak masyarakat yang belum melakukan perekaman KTP-el, terutama di wilayah Papua,” katanya.