Imigrasi Tahu Pelintasan Buron Kasus Korupsi di Luar Negeri
Imigrasi mendukung aparat penegak hukum yang akan menangkap para buron, seperti pemberian informasi pelintasan. KPK mendeteksi tiga buron, yakni Paulus Tannos, Harun Masiku, dan Ricky Ham Pagawak , di luar negeri.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
Potongan gambar dari kamera pemantau imigrasi Bandara Soekarno-Hatta yang menangkap keberadaan tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Masiku diperlihatkan tim gabungan data pelintasan Harun Masiku saat menggelar jumpa pers di Kantor Kementerian Hukum dan HAM Jakarta, Kamis (19/2/2020). Dalam rangka menelusuri dan mengungkapkan fakta-fakta yang sebenarnya mengenai masuknya Harun Masiku pemegang paspor RI nomor C1089506 dari Singapura ke Indonesia, Kementerian Hukum dan HAM pada 31 Januari 2020 membentuk Tim Gabungan yang bersifat independen. Tim bekerja untuk mengungkap adanya ketidaksinkronan data pelintasan Harun Masiku pada Sistem lnformasi Manajemen Keimigrasian.
JAKARTA, KOMPAS — Keimigrasian mengetahui pelintasan para buron, termasuk kasus korupsi yang berada di luar negeri. Komisi Pemberantasan Korupsi mendeteksi beberapa buron berada di luar negeri, tetapi masih belum bisa menangkap karena terhambat oleh berbagai persoalan, salah satunya administrasi.
Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim mengatakan, keimigrasian mengetahui pelintasan para buron yang berada di luar negeri, termasuk orang-orang yang masuk daftar pencarian orang (DPO) dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, ia enggan menyampaikan di mana saja buron tersebut bersembunyi. ”Datanya (pelintasan buronan di luar negeri) banyak. Bisa dicek, tetapi saya tidak bisa berikan,” kata Silmy seusai acara Syukuran Hari Bhakti Imigrasi Ke-73 Kementerian Hukum dan HAM, di Jakarta, Kamis (26/1/2023).
Ketika ditanya terkait status paspor para buron yang berada di luar negeri, Silmy mengatakan, Imigrasi menyerahkan kepada aparat penegak hukum yang tugas dan fungsinya sebagai penegakan hukum. Imigrasi hanya mendukung aparat penegak hukum, seperti KPK dan kepolisian, misalnya penerbitan cekal ketika aparat penegak hukum mengajukannya.
Imigrasi juga memberikan informasi pelintasan ketika dibutuhkan aparat penegak hukum. Akan tetapi, kata Silmy, permintaan informasi tersebut harus menggunakan surat resmi.
Deputi Penindakan KPK Karyoto mengungkapkan, KPK mendeteksi bekas Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos, salah satu buron kasus korupsi KTP elektronik, di Thailand. Namun, KPK gagal menangkap Paulus karena terkendala proses penerbitan red notice atau permintaan mencari dan menangkap seseorang.
Karyoto menjelaskan, administrasi permohonan untuk red notice terhadap Paulus melalui Interpol Indonesia sudah dikirim ke Interpol di Lyon, Perancis. Namun, di Lyon baru terbit dan disebar ke seluruh dunia.
KPK mendeteksi bekas Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos, salah satu buron kasus korupsi KTP elektronik, di Thailand.
”Kalau saat itu yang bersangkutan betul-betul red notice sudah ada, sudah bisa tertangkap di Thailand. Ini namanya lika-liku penegakan hukum. Yang dikiranya kita mudah ternyata hanya karena satu lembar surat. Karena apa? Pengajuan DPO itu red notice sudah lebih dari lima tahun ternyata setelah dicek di Interpol belum terbit,” kata Karyoto.
Karyoto mengaku tidak mengetahui penyebab red notice tersebut baru terbit. Namun, KPK sudah memperbaikinya.
Selain Paulus, KPK juga mendeteksi dua buronan lainnya berada di luar negeri. Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal (Pol) Asep Guntur mengungkapkan bahwa bekas calon anggota legislatif dari PDI-P, Harun Masiku, diketahui ada di luar negeri. Namun, ia enggan mengungkap negara lokasi Harun bersembunyi. Harun merupakan buron kasus suap penetapan anggota DPR periode 2019-2024.
Sementara itu, Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak melarikan diri ke Papua Niugini saat akan ditangkap terkait dengan dugaan penerimaan suap untuk proyek pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Mamberamo Tengah, Papua.
Bekas calon anggota legislatif dari PDI-P, Harun Masiku, diketahui ada di luar negeri.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan, red notice berkaitan dengan organisasi polisi sedunia atau Interpol. Karena itu, institusi yang bisa memasukkan seseorang ke dalam daftar red notice adalah National Central Bureau (NCB) Interpol.
”Kalau KPK sendiri tentu tidak bisa. Jadi, KPK harus berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Kepolisian harus diberikan data akurat karena kepolisian kita harus menyampaikan dan meyakinkan Interpol yang berkedudukan di Lyon,” kata Hikmahanto.
Ia menegaskan, apabila informasi yang disampaikan kepolisian atau datanya tidak memadai, maka bisa menjadi penghambat dalam penerbitan red notice seseorang. Untuk bisa menangkap buronan di luar negeri, kata Hikmahanto, dibutuhkan kerja sama dengan negara tempat buronan tersebut berada.