Korupsi rawan terjadi dalam proses penerimaan mahasiswa baru, pengelolaan anggaran, serta perekrutan pegawai di perguruan tinggi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perguruan tinggi rawan menjadi ladang korupsi lantaran masih adanya potensi konflik kepentingan seperti dalam penerimaan mahasiswa baru. Oleh karena itu, penanganan korupsi di perguruan tinggi tidak bisa hanya sebatas formalitas, tetapi harus dengan langkah konkret seperti pengawasan yang ketat.
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Sahel Muzzammil, mengungkapkan, pada akhir 2016, TII mengadakan riset mengenai konflik kepentingan di dua perguruan tinggi negeri dan swasta. Dari riset tersebut diketahui bahwa konflik kepentingan di perguruan tinggi berpeluang terjadi di antaranya pada proses penerimaan mahasiswa baru, pengelolaan anggaran perguruan tinggi, dan perekrutan pegawai.
”Pengadaan barang dan jasa; pengelolaan/penatausahaan aset/BMN (barang milik negara), perjalanan dinas, penggunaan jabatan/keahlian di luar kampus, misalnya menjadi saksi ahli atau konsultan; penelitian dan pelayanan masyarakat; pemilihan/pengangkatan pejabat perguruan tinggi; serta proses pengawasan kinerja internal,” kata Sahel saat dihubungi di Jakarta, Rabu (16/11/2022).
Menurut Sahel, untuk mengatasi problem di perguruan tinggi tersebut, tidak cukup dengan formalitas. Perguruan tinggi harus didorong untuk menjadi lembaga yang demokratis, pejabatnya juga tidak boleh dibiarkan antikritik. Dengan demikian, semua pihak akan berani menyuarakan kejanggalan, termasuk korupsi di perguruan tinggi.
Tak hanya itu, sistem pengawasan terhadap perguruan tinggi juga harus berjalan. Pengawasan ketat terutama dilakukan dalam penerimaan mahasiswa baru, pengelolaan anggaran, perekrutan tenaga kependidikan, serta pengadaan barang dan jasa. Selain itu, tertib Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) juga perlu dimaksimalkan.
”Perguruan tinggi harus dijauhkan dari potensi konflik kepentingan. Misalnya, dengan adanya larangan rangkap jabatan (kebalikan dari hari ini, di mana rektor bisa dibiarkan jadi komisaris), adanya kewajiban deklarasi konflik kepentingan, dan sebagainya,” kata Sahel.
Untuk diketahui, saat ini KPK masih terus mengembangkan kasus dugaan suap di Universitas Lampung yang melibatkan Rektor Unila Karomani. Dalam kasus ini, KPK melakukan pengembangan dengan memeriksa sejumlah saksi dari universitas lainnya, seperti Universitas Riau, Universitas Sriwijaya, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Sistem pengawasan terhadap perguruan tinggi juga harus berjalan. Pengawasan ketat terutama dilakukan dalam penerimaan mahasiswa baru, pengelolaan anggaran, rekrutmen tenaga kependidikan, serta pengadaan barang dan jasa
Dalam deklarasi pernyataan komitmen para pimpinan perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi keagamaan negeri (PTKN) se-Indonesia, Selasa (15/11/2022) di Yogyakarta, Ketua KPK Firli Bahuri, mengatakan, pendidikan menjadi fokus penting dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berintegritas. “Namun, faktanya, saat ini masih ditemui masalah integritas pada sektor pendidikan,” kata Firli.
Berdasarkan data pengaduan masyarakat di KPK, dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan perguruan tinggi ditemukan di sektor pengelolaan aset, pengelolaan keuangan, penerimaan siswa, pemilihan rektor, gratifikasi, pengadaan yang meliputi fee proyek, pengaturan/rekayasa pengadaan, dan markup serta konflik kepentingan.
Menurut Firli, maraknya korupsi yang terjadi di Indonesia ibarat fenomena gunung es. Tindak pidana korupsi yang berhasil dibongkar baru 20 persen, sedangkan 80 persen potensi perilaku korup lainnya belum diketahui. Kebanyakan yang tidak tampak adalah jenis korupsi kecil.
Ia mengatakan, dengan membentuk ekosistem berintegritas, akan terwujud PTN dan PTKN yang berkualitas. Kuncinya ada pada aspek tata kelola perguruan tinggi yang baik atau Good University Governance (GUG) dengan mendorong pelaksanaan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi dan partisipasi.
”Dengan prinsip GUG, potensi untuk terjadinya tindak pidana korupsi di perguruan tinggi semakin ditekan; aturan secara adil ditegakkan, baik akademik maupun nonakademik, serta menciptakan lingkungan kondusif bagi proses internalisasi nilai-nilai antikorupsi kepada mahasiswa,” kata Firli.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makariem yang juga menyaksikan deklarasi tersebut secara daring menambahkan, salah satu tantangan paling besar yang menghambat kemajuan Indonesia adalah tindakan korupsi yang masih sering terjadi. KPK dinilai telah melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam penegakan hukum, tetapi yang dibutuhkan saat ini tak semata penanganan kasus saja.
Menurut Nadiem, upaya pencegahan korupsi harus digencarkan agar tindak korupsi tidak terjadi. “Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Pancasila adalah salah satu yang harus kita dorong bersama, khususnya di perguruan tinggi. Sebab, jenjang pendidikan yang paling dekat, bukan pintar secara akademik melainkan integritas dan ber-Pancasila,” kata Nadiem.