Anggota KPU-Bawaslu ke Luar Negeri, KIPP: Hanya Habiskan Anggaran
Sebanyak 20 personel dari KPU, termasuk empat komisioner KPU, kursus singkat di AS. Selain itu, tiga anggota Bawaslu pergi ke Brasil. KIPP menilai agenda ke luar negeri tidak mendesak dan hanya habiskan anggaran.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perjalanan dinas ke luar negeri sejumlah komisioner Komisi Pemilihan Umum dan anggota Badan Pengawas Pemilu di tengah tahapan Pemilu 2024 yang tengah bergulir disesalkan. Seharusnya penyelenggara pemilu tetap berada di Indonesia untuk memastikan seluruh tahapan pemilu berjalan lancar.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy’ari dihubungi dari Jakarta, Minggu (9/10/2022), mengakui, KPU saat ini melakukan kursus singkat ke Northern llinois University (NIU), Amerika Serikat. Mereka berangkat pada 2 Oktober dan dijadwalkan kembali ke Indonesia pada 10 Oktober.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kursus singkat tersebut bertajuk ”Leadership Management and Elections Training Program” yang dilakukan The Center for Southeast Asian Studies and the College of Business.
Pesertanya terdiri atas 20 orang, yakni empat anggota KPU (Hasyim, Yulianto Sudrajat, Mochammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap). Selain itu turut dalam rombongan antara lain Sekretaris Jenderal KPU Bernad Dermawan Sutrisno, sejumlah tenaga ahli anggota KPU, serta pejabat di lingkungan KPU RI dan KPU provinsi.
”Mengapa NIU, karena banyak ahli pemilu Indonesia belajar pemilu di NIU antara lain Prof Ramlan Surbakti, Afan Gaffar (alm), Riswandha Imawan (alm), Nico Harjanto, Philip Vermonte, Andi Malarangeng, Anies Baswedan, Ryaas Rasyid, dan I Ketut Putra Erawan,” ujarnya.
Hasyim mengatakan, kursus singkat manajemen pemilu diperlukan untuk menambah wawasan, terutama tata kelola pemilu dalam perspektif global dan perbandingan. Apalagi pemilu di Indonesia dikenal sebagai pemilu paling kompleks di dunia sehingga bisa menjadi tempat belajar, bahkan praktik, terbaik tata kelola pemilu di dunia.
Menurut dia, banyak pihak kecewa dan malu terhadap praktik demokrasi elektoral di negara-negara yang jumlah pemilihnya besar, seperti India dan AS, karena belakangan masih mempraktikkan etno-politik sebagai politisasi dalam pemilu. Dalam situasi tersebut, pemilu Indonesia dapat dijadikan alternatif. Sebab Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dan kompatibel mempraktikkan demokrasi.
”Praktik ini dapat menjadi percontohan pertumbuhan demokrasi di negara-negara Muslim di berbagai belahan dunia,” katanya.
Oleh sebab itu, Hasyim pun menyampaikan paparan dengan dua topik besar, yakni pemilu sebagai musyawarah besar rakyat Indonesia serta pemilu sebagai sarana intergrasi bangsa Indonesia.
”Jadi kegiatan ini dalam rangka untuk belajar dan berlatih tata kelola pemilu, sekaligus mempromosikan demokrasi elektoral Indonesia ke kancah globap sebagai lesson learned dan best practices bagi tata kelola pemilu negara-negara demokrasi elektoral lainnya,” katanya.
Sementara itu, anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, mengatakan, Bawaslu RI menjadi salah satu lembaga pemilu di kawasan Asia yang diundang Tribunal Superior Election (TSE) agar terlibat pemantauan langsung pemilu Brasil, 2 Oktober lalu.
Sebanyak tiga orang dari Bawaslu berangkat ke Brasil dari 27 September hingga 5 Oktober. Mereka berdialog langsung dengan pimpinan TSE, beberapa pimpinan partai politik yang tengah berkompetisi, asosiasi pengacara, dan melakukan pemantauan langsung saat hari-H pemungutan suara.
Menurut dia, kedatangan Bawaslu ke Brasil karena pemilu di Indonesia memiliki tantangan yang relatif sama dengan Brasil, khususnya pada aspek karakter luas wilayah dan geografis yang bervariasi. Brasil memiliki daratan yang luas dengan hutannya, Indonesia sebaliknya, memiliki lautan yang lebih luas dari daratan.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengingatkan, KPU dan Bawaslu seharusnya lebih fokus mengawal tahapan pemilu yang masih ditemukan masalah dibandingkan perjalanan dinas ke luar negeri. Agenda yang dijalankan KPU ataupun Bawaslu seharusnya bisa ditunda hingga tahapan pemilu selesai karena tidak ada urgensi dan cenderung hanya menghabiskan anggaran di akhir tahun.
”Kampus-kampus ataupun pakar pemilu di Indonesia tidak kalah kualitasnya, apalagi praktik demokrasi di setiap negara berbeda-beda,” katanya.
Mantan Ketua KPU, Arief Budiman, mengatakan, kursus ke luar negeri sebaiknya dilakukan di luar tahapan pemilu. Terlebih, KPU telah menunda pemberian beasiswa pendidikan tinggi program magister konsentrasi tata kelola pemilu sejak Juli 2022 sehingga semestinya kegiatan serupa juga ditunda.
Selain itu, personel yang berangkat hingga 20 orang, termasuk empat di antaranya komisioner KPU. Personel tersebut seharusnya di jabatan yang berkaitan langsung dengan materi yang diperoleh saat kursus singkat. Apalagi empat komisioner tidak ada di Indonesia, maka pleno tidak bisa tercapai kuorum sehingga berdampak pada pengambilan keputusan. ”Ada juga tenaga ahli yang berangkat kursus singkat. Apa perlu tenaga ahli ikut disekolahkan agar lebih ahli,” katanya.
Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam menambahkan, kegiatan yang diikuti KPU dan Bawaslu cenderung menghabiskan banyak anggaran sehingga kontradiktif dengan permintaan kekurangan anggaran yang diminta ke pemerintah dan DPR. Penggunaannya pun cenderung bukanlah prioritas dan kebutuhannya tidak terlalu berdampak ke tahapan pemilu yang sedang berjalan. ”Plesiran itu tidak prioritas,” katanya.