Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie menilai sikap DPR yang mengganti hakim konstitusi Aswanto dengan Sekjen MK Guntur Hamzah sebagai tindakan sewenang-wenang.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —DPR memutuskan tidak memperpanjang masa jabatan hakim konstitusi Aswanto yang juga Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi saat ini. Penggantian Aswanto yang dilakukan secara tiba-tibadikritisi karena dianggapsewenang-wenang dan menghancurkan independensi peradilan.
Keputusan mengganti Aswanto disampaikan dalam Rapat Paripurna Ke-7 DPRmasa sidang pertama tahun sidang 2022-2023, Kamis (29/9/2022). ”Tidak akan memperpanjang masa jabatan hakim konstitusi yang berasal dari usulan lembaga DPR atas nama Aswanto dan menunjuk Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi yang berasal dari DPR,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
Komisi III, kataSufmi Dasco, telah melakukan rapat internal padaKamis pagi guna meminta kesediaan Guntur Hamzah, Sekretaris Jenderal MK,menjadi hakim konstitusi yang berasal dari DPR. ”Keputusan rapat internal Komisi III DPR itu menerima kesediaan Guntur sebagai hakim konstitusi yang berasal dari DPR,” kata Sufmi Dasco.
Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie dan mantan hakim konstitusi, I Dewa Gede Palguna, secara terpisah, mengkritik langkah DPR.
”Sama saja DPR memberhentikan hakim MK dan memilih penggantinya di luar prosedur undang-undang mengingat jabatan Aswanto sebagai hakim baru akan berakhir 2029. DPR tidak punya wewenang memberhentikan. Tidak boleh. Yang kedua, DPR tak berwenang memilih hakim baru karena tidak ada kekosongan. Ini tindakan sewenang-wenang. Kalau dibiarkan, hal ini bisa menghancurkan peradilan, independence of judiciary dihancurkan,” kata Jimly.
Jimly meminta Presiden untuk tidak menindaklanjuti hasil rapat paripurna DPR dengan menerbitkan keputusan presiden yang mengangkat Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi.
“Presiden harus tegas. Jangan tindaklanjuti karena tidak benar mekanismenya. Kalau langkah ini dibenarkan, DPR berhak memecat hakim konstitusi kapanpun dia mau, nanti MA (Mahkamah Agung) juga akan memecat hakim konstitusi. Presiden juga akan melakukan hal yang sama. Ini tidak bisa dibiarkan,” katanya.
Da juga meminta DPR untuk mengklarifikasi langkah memecat hakim konstitusi dan memilih yang baru tanpa dasar. Langkah DPR tersebut dapat dinilai sebagai langkah untuk merusak MK ditengah kondisi peradilan yang sedang menjadi sorotan. “Dunia hukum makin hancur. Kalau hukum tidak berfungsi dengan benar, demokrasi tidak akan jalan, dengan berkualitas dan berintegritas,” ujarnya.
Mantan hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna mengaku heran dengan langkah DPR. Keputusan DPR mengusulkan Guntur Hamzah sebagai hakim Mk tersebut seperti hendak membenarkan substansi dalam draf revisi keempat UU MK yang juga disetujui DPR menjadi inisiatif DPR dalam rapat paripurna Kamis. Dalam draf tersebut, DPR dapat mengevaluasi hakim MK lima tahun setelah menjabat atau sewaktu-waktu jika ada laporan pengaduan masyarakat kepada instansi pengusul hakim konstitusi, yakni MA, DPR, Presiden.
“Sekarang masih jadi perdebatan, artinya ini seperti mendahului gagasan itu. Itu ditafsirkan seolah-olah MK sudah beri angin ke arah penafsiran demikian. Ini menurut saya tidak tepat,” kata dia.
Evaluasi terhadap hakim MK, menurut Palguna, dapat menjadi persoalan serius karena ada persoalan independensi peradilan. Seperti diketahui, independensi peradilan merupakan hal yang utama dari kekuasaan kehakiman.
Menurut dia, kewenangan MK semua bersangkut paut dengan persoalan-persoalan politik. Mengutip Alex Tung yang mengatakan bahwa kewenangan MK di seluruh dunia merupakan judicialization of politic, yakni persoalan-persoalan politik yang dijudisialisasi atau diberi rasionalitas hukum.
“Tapi kalau terjadi kasus seperti ini, jadinya kan politization of the judiciary. Di balik,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari melihat ada kepentingan politik yang tengah direncanakan dibalik keputusan DPR ini. Presiden dan DPR ingin memformat ulang komposisi hakim konstitusi mengingat sebentar lagi merupakan tahun politik. Ia melihat ada keinginan untuk mengendalikan kekuasaan kehakiman.
“Kondisi saat ini jauh lebih buruk dengan DPR bisa mengotak-atik sesukanya hakim MK ditengah jalan. Dengan melakukan evaluasi. Mana ada kekuasaan kehakiman yang merdeka dievaluasi dengan konfirmasi begitu,” ujarnya.
Juru bicara Mahkamah Konstitusi yang juga hakim konstitusi, Enny Nurbaningsih, saat dihubungi mengaku belum mendapatkan informasi akurat mengenai pergantian hakim konstitusi Aswanto kepada Guntur Hamzah. Dia mengaku baru mengetahui informasi itu melalui media massa karena jadwal sidang MK yang padat hari ini